Selasa, 10 September 2013

Ekonomi Masih Menghadapi Ketidakpastian

Ekonomi Masih Menghadapi Ketidakpastian
Umar Juoro ;   Ekonom Senior
di Center for Information and Development Studies dan Habibie Center
REPUBLIKA, 09 September 2013


Ekonomi Indonesia masih menghadapi ketidakpastian. Dari luar negeri, Bank Sentral Amerika Serikat kemungkinan akan menurunkan stimulasinya dan perekonomian Cina akan tumbuh lebih rendah yang menyebabkan harga komoditas masih lemah.

Di dalam negeri, inflasi masih tinggi 8,79 persen dan defisit transaksi berjalan juga masih tinggi 4,4 persen dari produk domestik bruto (PDB). Akibatnya, nilai rupiah melemah dan menembus angka Rp 11 ribu serta masih mengalami tekanan. Rupiah terdepresiasi tujuh persen dan indeks pasar modal menurun sebesar 12,2 persen dalam satu bulan ini.

Bank Indonesia (BI) telah menaikkan BI Rate tiga kali ke tingkatan tujuh persen. Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan untuk mengurangi impor, stimulasi terutama industri padat karya, peningkatan penggunaan biodisel, dan insentif investasi. Namun, tekanan terhadap ekonomi, terutama sektor keuangan, masih besar. 

Dibandingkan negara lain, Indonesia dan India yang paling banyak mengalami tekanan. Negara lain juga mengalami tekanan karena faktor eksternal, tapi tidak sebesar Indonesia dan India. Alasannya adalah investor keuangan meragukan keseriusan kebijakan yang diambil pemerintah di Indonesia dan India. Sekalipun BI sudah menaikkan BI Rate dan pemerintah mengeluarkan paket kebijakan, itu dianggap kurang memadai. Investor keuangan menghendaki BI Rate yang lebih tinggi lagi dan mereka menunggu apakah defisit transaksi berjalan akan menurun seperti yang dikemukakan pemerintah. 

Tentu saja bagi BI menaikkan BI Rate lebih tinggi lagi akan menekan sektor riil.
Sektor riil akan semakin terbebani dengan kenaikan biaya dari suku bunga, bahan bakar minyak (BBM), dan upah. Sedangkan, perusahaan tidak dapat seketika mengalihkan bebannya ke konsumen. Perbankan juga akan semakin sulit mendapatkan dana dan kemungkinan terjadi peningkatan kredit macet. 

Namun, jika kebijakan pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dan mengendalikan inflasi tidak efektif, kemungkinan BI akan menaikkan BI Rate lagi dengan segala konsekuensinya. BI juga masih harus intervensi di pasar valas untuk membuat nilai rupiah tidak merosot tajam. Karena itu, upaya untuk megurangi defisit transaksi berjalan dan mengendalikan inflasi sangat menentukan. 

Salah satu permasalahan besar dari keadaan ekonomi sekarang ini adalah besarnya impor, terutama minyak, sehingga pada saat ekspor turun, impor bahkan meningkat. Defisit neraca perdagangan migas mencapai sekitar 7,6 miliar dolar AS. Kita tidak mempunyai kendali terhadap keadaan eksternal. Apa yang dapat kita lakukan adalah sedapat mungkin mengatasi permasalahan internal. 

Kenaikan harga BBM belakangan ini ternyata tidak memadai untuk mengurangi konsumsi. Sayangnya, besarnya konsumsi BBM ini harus diimpor yang memberatkan neraca berjalan kita. Hampir tidak mungkin pemerintah menaikkan harga BBM lagi untuk menurunkan konsumsi dan subsidi.

Dengan keadaan ekonomi seperti ini, pertumbuhan ekonomi akan menurun kemungkinan lebih rendah dari yang diperkirakan BI 5,8 persen. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi menjadi 5,25 persen. Sebaiknya kita lebih realistis dalam melihat pertumbuhan ini.

Lebih baik dengan pertumbuhan lebih rendah yang berarti konsumsi juga lebih rendah sehingga menurunkan impor. Dengan begitu, defisit transaksi berjalan akan menurun dan perekonomian dapat stabil untuk selanjutnya mempersiapkan diri memanfaatkan peluang pemulihan ekonomi dunia. 

Kita harus secara serius mem perbaiki kemampuan produksi dalam negeri, terutama pangan dan energi. Produksi pangan kita tidak memadai untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Produksi minyak juga cenderung terus menurun, praktis tidak ada eksplorasi baru. Sementara, produksi gas belum dapat menyubstitusi ketergantungan yang besar pada minyak. 

Kebijakan insentif dan dukungan langsung harus diberikan pada upaya peningkatan produksi pangan dan energi. Pengembangan food estate harus direalisasikan. Peran Bulog untuk menstabilkan harga harus dioptimalkan. 

Produksi migas juga harus ditingkatkan. Kegiatan eksplorasi diberikan insentif. Jika tidak, kita akan terus mengalami defisit dalam neraca perdagangan migas. Substitusi minyak dengan gas harus dilakukan untuk transportasi maupun pembangkit listrik guna menurunkan konsumsi minyak. 


Industri juga harus ditransformasikan menjadi lebih kompetitif dan mengikuti rantai nilai tambah global (global value chain). Dengan demikian, pada saat ekonomi dunia membaik, kita dapat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar