Kamis, 17 Januari 2013

Pemerkosaan dan Kendali Mulut


Pemerkosaan dan Kendali Mulut
Badrul Munir ;  Dokter Spesialis Saraf, Tinggal di Malang
JAWA POS, 17 Januari 2013



UCAPAN calon hakim agung Daming Sunusi tentang pemerkosan saat uji calon hakim agung di depan Komisi III DPR terus menuai protes. Ucapan yang sangat tidak terhormat telah diungkapkan oleh orang mulia (sebutan para hakim) di depan orang terhormat (sebutan wakil rakyat) dan dalam acara yang terhormat (seleksi calon hakim agung) Komisi III DPR.

Walaupun yang bersangkutan telah meminta maaf dan hanya bermaksud guyon, kerusakan sudah terjadi. Kata-kata tersebut sangat melukai perasaan masyarakat, terutama korban dan keluarga korban pemerkosaan, sehingga menjadi bumerang bagi calon hakim agung tersebut. Bahkan, anggota dewan yang ikut tertawa atas guyonan itu dibidik badan kehormatan (BK).

Yang menjadi permasalahan, mengapa seseorang (yang mulia) bisa berbicara seperti itu? 

Kualitas Memori Otak 

Menurut ilmu neurobehavior, perkataan/perbicaraan seseorang dikontrol atau dikendalikan sekelompok sel saraf di lobus frontalis. Di lobus itu ada sekelompok sel yang bekerja sangat kompleks dan menakjubkan. Proses tersebut dimulai dari adanya informasi yang masuk, baik dari penglihatan, pendengaran, dan lainnya, yang ditangkap otak dan akan berubah menjadi stimulus listrik yang bakal diolah otak secara cepat untuk memberikan respons terhadap stimulus tersebut.

Dalam hal ini, akan terjadi proses kognisi (baca: berpikir) yang dipengaruhi memori yang telah tersimpan di area memori (lobus temporal, amigdala, dan hipokampus). Dari proses berpikir tersebut, kemudian akan dikirim ke daerah bicara untuk dilanjutkan ke daerah otak yang mengatur bagian tubuh yang mengeluarkan bahasa. Sebelum keluar, ucapan kita akan dikontrol oleh kelompok otak lain (bersifat inhibisi), apakah isi pikiran kita layak diucapkan atau tidak.

Hal yang penting dalam perkataan kita adalah kualitas memori yang tersimpan dalam otak kita. Bila memori itu bersifat positif, kualitas ucapan pun cenderung positif. Tapi, bila memori bersifat negatif, ucapan akan cenderung negatif, walaupun kesadaran seseorang bisa mengontrol supaya perkataan negatif tersebut tidak terucap.

Beberapa keadaan yang bisa mengakibatkan keluarnya memori secara tidak terkontrol, antara lain, kesadaran menurun (koma), keadaan tegang/depresi, atau kondisi kejiwaan yang labil lantaran rendahnya pendidikan serta pengetahuan. Salah satu contoh adalah ucapan latah yang sering muncul saat dikagetkan atau digertak. 

Kembali ke kasus calon hakin Daming Sunusi tentang kasus pemerkosaan, yang bersangkutan begitu saja merespons dengan cepat pertanyaan salah seorang anggota Komisi III DPR tentang hukuman mati bagi pemerkosa. Yang bersangkutan malah mengatakan bahwa, ''Yang memerkosa dan yang diperkosa sama-sama menikmati. Jadi, sulit pelaku pemerkosaan dihukum mati.'' Kata tersebut keluar dengan spontan dan baru disadari yang bersangkutan setelah sampai di rumah (pengakuan Daming saat diwawancarai TV).

Jadi, analisis yang bisa diberikan, dalam persepsi beliau, sudah ada memori yang sama dan ucapan yang keluar spontan (tentang pemerkosaan). Karena saat itu kondisi atau suasana tegang karena fit and proper test, yang bersangkutan tidak sadar mengucapkan apa yang menjadi persepsi di otaknya.

Analisis lain, yang bersangkutan mengemukakan guyonan orang lain yang menyebut pemerkosa dan korban sama-sama menikmati dan dimaksudkan untuk mencairkan suasana. Tapi, guyonan jelek tersebut juga sangat tidak tepat waktu dan tempat.

Hal itu berbeda bila kita salah ucap (keseleo lidah). Salah ucap terjadi karena ada sebagian kecil memori yang hilang saat kita mengucapkan kata-kata, tapi bisa kita betulkan. Misalnya, salah menyebut nama orang atau nama tempat. Artinya, di otaknya, dia ingin menyebut yang benar. Tapi, saat ucapan keluar, ada sedikit deviasi yang bisa dimaklumi. 

Yang menyedihkan, ada sebagian anggota komisi III yang tertawa. Maka, isi otak mereka hampir sama dengan isi otak calon hakim agung tersebut. Karena itu, mereka layak diusut dari sudut etis oleh BK. 

Menjerakan Pemerkosa 

Dampak psikologis korban pemerkosaan sangat luar biasa. Korban pemerkosaan akan mengalami trauma yang berkepanjangan mulai terjadinya pemerkosaan sampai dewasa, bahkan sampai korban meninggal. Hukuman maksimal bagi para pemerkosa, menurut KHUP maksimal hukuman 12 tahun, tidak sebanding dengan derita korban. Bahkan, tidak jarang para korban pemerkosaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi rasa malu dan stigma yang melekat pada dirinya.

Tak heran, di India baru-baru ini muncul kemarahan nasional ketika kasus-kasus pemerkosaan tidak ditangani secara profesional oleh aparat. Di negeri kita, kemarahan luas kepada ucapan Daming itu juga menunjukkan betapa masih warasnya kepekaan moral bangsa kita. 

Untuk melindungi dan memberikan rasa aman kepada masyarakat, hukuman mati sangat pantas diberikan kepada pelaku pemerkosaan, terutama pemerkosaan dengan korban di bawah umur. Hukuman itu akan memberikan efek jera bagi calon pemerkosa. Dengan demikian, orang tidak lagi coba-coba meremehkan penderitaan korban serta mengeluarkan kata-kata yang melecehkan mereka.
 

1 komentar:

  1. orang yang berucap seperti itu hanyalah orag-orang yang HINA.dia bisa ngomong seperti itu karena orang lainlah korbannya. apa dia gak berpikir seandainya korbannya itu anakny, saudaranya, atau bahkan ibunya.HAKIM itu seharusnya wakil Tuhan di dunia, tapi kalo hakim yang ini lebih tepat disebut sebagai WAKIL SETAN...!!!!!

    BalasHapus