Peta
Menuju Negara Maju
Emil Salim ; Menteri
Kependudukan Lingkungan Hidup 1978-1993
|
KOMPAS,
22 Maret 2014
BANGSA
Indonesia menghadapi tiga tantangan pembangunan utama.
Pertama,
memanfaatkan bonus demografi, yang menempatkan jumlah penduduk usia 15-59
tahun sebagai tenaga produktif dengan potensi menghasilkan pendapatan yang
lebih besar dari jumlah pendapatan penduduk di bawah usia 15 tahun dan di
atas 60 tahun dalam kurun waktu 2012-2035.
Kedua,
komposisi demografi ini memberi modal mendobrak dinding pembatas antara
Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah jadi negara berpendapatan
tinggi dengan pendapatan per kapita rata-rata di atas 12.500 dollar AS.
Apabila pendapatan per kapita Indonesia kini 4.000 dollar AS dengan laju
pertumbuhan rata-rata 7 persen setahun, sasaran 12.500 dollar AS bisa dicapai
kurang dari 20 tahun.
Ketiga,
dengan melaksanakan pola pembangunan berkelanjutan mencakup bidang ekonomi,
sosial, dan lingkungan secara serentak, dapat dicapai peningkatan
kesejahteraan dengan keadilan dan nol kemiskinan, ditopang kemampuan daya
dukung lingkungan yang lestari pada 2030.
Untuk
mencapai tiga sasaran yang saling berkaitan ini, perlu dikembangkan knowledge based society, terutama
untuk mendobrak dinding pemisah negara berpendapatan menengah dengan
berpendapatan tinggi. Ilmu yang perlu dikembangkan adalah sains, teknologi,
engineering, dan matematika yang dibalut ilmu humaniora, sosial, dan budaya
sebagai penggerak daya pembangunan bangsa 2014-2030.
Dalam
pembangunan Indonesia sangat
penting optimalisasi pengembangan sumber daya alam yang memiliki keunggulan
daya saing global. Letak Indonesia diapit dua benua dan dua samudra
dengan lebih dari 14.000 pulau tersebar sepanjang khatulistiwa, menempatkan
kualitas sumber daya alam dan lingkungan tropis sebagai SDA berpotensi paling
bersaing di dunia.
Pengembangan
SDA unik tropis sebagai modal persaingan bangsa menuntut pola pembangunan
dengan tiga jalur ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam hubungan keterkaitan
timbal balik. Dengan begitu, secara sadar diperhitungkan biaya kerusakan
lingkungan, pencemaran, dan deplesi SDA serta biaya sosial.
Bertolak dari alur pikiran ini perlu
dikembangkan ilmuwan yang menghayat sains-teknologi-engineering dan
matematika untuk dikembangkan dalam konteks pertumbuhan bangsa yang beragam
suku, agama, dan budaya, yang dipahami melalui ilmu humaniora, sosial, dan
budaya. Hal itu untuk memberi isi pada model pembangunan berkelanjutan yang
memadukan tiga jalur ekonomi-sosial-lingkungan bisa tumbuh berimbang.
Kita
sudah punya modal alam tropis dengan kemampuan daya saing. Kini dibutuhkan
pengembangan modal manusia yang bisa melengkapinya dengan memanfaatkan bonus
demografi. Hanya dengan begitu kita bisa mendobrak dinding pemisah kelompok
negara berpendapatan menengah—tempat kita berada—agar bisa melompat ke
kelompok negara berpendapatan tinggi.
Belajar dari masa lalu
Pengembangan
modal manusia harus dimulai dari tahapan usia bayi. Majalah The Economist, akhir Februari,
mengungkapkan hasil sidang tahunan
2014 the American Association for the
Advancement of Science. Terdapat korelasi erat antara jumlah kata yang
ayah-bunda cengkramkan kepada anak dan potensi anak mengembangkan
kecerdasannya di masa depan. Bahkan, ini juga bisa berlaku jika dimulai sejak
usia 18 bulan. Alat language
environment analysis dikembangkan untuk mengikuti kuantitas kata yang
bisa meningkatkan potensi kecerdasan sang anak. Dan, Amerika Serikat telah
memberi perhatian lebih besar pada pendidikan tahap prasekolah.
Pada
2012, AS menguasai 27 persen manufaktur-teknologi tinggi dunia. Namun, dalam
waktu sembilan tahun China mengatasi ketertinggalannya dan pada 2013
menguasai 24 persen dari total global. Ini merisaukan AS sehingga dalam State of the Union di depan Kongres
baru-baru ini Presiden Obama mencanangkan 100.000 guru baru dalam waktu 10
tahun untuk mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas pengajaran sains,
teknologi, engineering, dan matematika dalam sistem pendidikan AS. Juga
mendorong para ilmuwan mengembangkan inovasi teknologi baru.
Kita
sekarang berada di tengah masa perlombaan dua raksasa ekonomi AS dan China
dalam menguasai sains, teknologi, engineering, dan matematika. Kita beruntung
memiliki keunikan SDA tropis yang khas sebagai faktor keunggulan kompetitif
global. Yang dibutuhkan kini adalah membangun modal manusia memiliki
kemampuan di bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika untuk bisa
mengembangkan nilai tambah dari SDA unik khas tropis ini.
Perjalanan
yang kita lalui cukup memberi pelajaran tentang kesalahan dan kebaikan
pembangunan masa lalu. Menjelang masa kepresidenan baru, terbuka kesempatan mengangkat derajat pendidikan bangsa kita
menjadi modal manusia yang tangguh untuk
mendobrak dinding pemisah kelompok negara berpendapatan menengah
dengan kelompok berpendapatan tinggi dalam kurun waktu 2014-2030. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar