Diyat
yang Berlebihan
Moh Dimyati ; Pusat
Yayasan Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI),
Wakil Ketua PD Dewan Masjid Indonesia Jakarta
Timur
|
REPUBLIKA,
29 Maret 2014
Seorang TKW asal Desa Kalisidi,
Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, Satinah, terancam dihukum pan cung karena
dituduh telah melakukan pembunuhan terhadap majikannya di Arab Saudi. Dia
bisa bebas dari eksekusi hukum pancung apabila membayar diyat (denda) 7 juta
riyal atau setara Rp 21,2 miliar kepada keluarga terbunuh.
Tuntutan diyat keluarga terbunuh
sebesar itu terlalu berlebihan.
Pertama, ke luarga majikan
seharusnya sadar bahwa Sutinah adalah seorang pembantu rumah tangga, dari
mana dia dapat mengumpulkan uang sebanyak itu? Dia jauh-jauh pergi dari
Indonesia ke Arab Saudi harus meninggalkan keluarga karena hidupnya di
Indonesia susah.
Kedua, pembunuhan dilakukan,
konon, spon tan/semi sengaja hanya di lempar dengan pisau dapur, tidak
direncanakan.
Ketiga, sebagai seorang bangsa
Arab Saudi yang beragama Islam, tentunya tahu dan memahami tujuan Islam
menerapkan hukum qisas terhadap
pembunuh, dan memberi peluang untuk meminta maaf kepada keluarga terbunuh
tujuannya sangat mulia.
Beratnya hukuman terhadap pembunuh
sebagai pendidikan, tindakan preventif untuk mencegah tindakan kejahatan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa; berapa banyak orang yang bermaksud membunuh,
lalu menahan diri karena takut dihukum mati.
Adanya peluang damai minta maaf
dengan membayar diyat kepada keluarga terbunuh memberi kesempatan kepada pembunuh
untuk bertaubat dan memberi peluang keluarga terbunuh untuk berbuat ihsan/kebajikan.
Pembunuh dibalas dengan hukuman
mati adalah adil, tetapi memberi maaf kepada pembunuh dengan atau tanpa meminta
diyat adalah ihsan. Pahalanya
sangat besar di sisi Allah SWT. Jadi, berbuat ihsan derajatnya lebih tinggi
dari pada berbuat adil. Oleh karena itu, apabila pihak keluarga terbunuh
ingin berbuat ihsan, janganlah
meminta diyat yang terlalu
berlebihan. Sebab, Allah melarang dan membenci orang yang suka berbuat
berlebihan.
Firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu melaksanakan qisas berkenaan dengan pembunuhan, orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita.
Tetapi, barang siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya/ahli waris,
hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik dan yang diberi maaf
membayar diyat/denda kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula.
Yang demikian itu suatu keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa yang
melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih. Dan
dalam qisas itu ada jaminan kehidupan bagimu wahai orang-orang berakal agar
kamu bertakwa." (al-Baqarah [2]: 178-179).
Qisas adalah hukuman yang
semisal dengan kejahatan yang dilakukan atas diri manusia,"Jiwa dengan
jiwa, mata dengan mata." (al-Maidah [5] :45).
Menurut hukum Islam, kepada yang
membunuh tergantung tiga hak: (a) hak Allah, (b) hak ahli waris, dan (c) hak
terbunuh. Apabila dia menyesal dan bertaubat kepada Allah, dan menyerahkan
diri serta meminta maaf kepada ahli waris/keluarga yang di bunuh, maka
terbebas dari hak Allah dan hak ahli waris baik mereka melakukan qisas atau mereka memaafkan, pemberian
maaf dengan membayar diyat (denda)
atau tidak. Sesudah itu tinggal hak yang dibunuh, nanti di akhirat oleh Allah
akan diganti dengan kebaikan.
Tujuan pembayaran diyat di antaranya
adalah untuk biaya hidup dan pendidikan keluarga terbunuh. Namun, kalau ada
pertimbangan lain, bisa saja keluarga terbunuh hanya memaafkan tanpa meminta
diyat.
Sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa yang membunuh sengaja
ia di se - rah kan kepada keluarga yang terbunuh, mereka boleh membunuhnya
atau menarik diyat (denda), yaitu 30 ekor unta betina umur 3-4 tahun, 30 ekor
unta betina umur 4-5 tahun, 40 ekor unta betina yang sudah bunting."
(HR at-Tarmidzi). Kalau dinilai uang, kurang lebih setara Rp 3 miliar. Pembayaran
diyat juga bisa dicicil sesuai kesepakatan.
Oleh karena itu, tuntutan diyat
Rp 21,2 miliar dan harus dibayar tunai terlalu berlebihan dan tentu saja
sangat memberatkan Satinah dan keluarga. Sebaiknya, pemerintah dan atau para
ulama Arab Saudi memberi pencerahan kepada keluarga terbunuh untuk
menghilangkan citra buruk terhadap bangsa Arab Saudi maupun hukum Islam.
Jangan sampai ada anggapan, orang Arab Saudi, orang Islam itu sadis, kejam,
tidak berperi kemanusiaan, melanggar HAM, dan lain-lain.
Padahal, hukum Islam sangat
adil, sangat indah, dan sangat sempurna karena diturunkan oleh Allah Yang
Adil, yang menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk kita manusia.
Di sinilah keistimewaan hukum
Islam, yang tidak ada pada sistem hukum lainnya (termasuk KUHP dan KUHAP).
Pertama, kalau orang membunuh diserahkan kepada keluarga terbunuh, mau qisas atau membayar diyat. Putusan
pertama sampai akhir ada di tangan keluarga karena keluargalah yang paling
merasakan dampak penderitaan pembunuhan. Sedangkan dalam hukum ciptaan manusia
putusan terakhir pada tangan kepala negara (grasi presiden/ raja/sultan).
Kedua, keluarga bisa memberikan
maaf dengan atau tanpa diyat. Dalam hukum ciptaan manusia tidak ada istilah/peluang
memberi maaf dan bayar diyat. Kalau keluarga meminta qisas atau memaafkan dengan atau tanpa diyat, maka selesailah
perkaranya tinggal eksekusi. Tidak perlu pengacara, tidak perlu berlama-lama
masuk bui yang membebani uang rakyat. Cepat, praktis, hemat, dan sangat adil.
Terakhir, kita kutipkan firman
Allah Swt dalam surat al-Maidah (5): 32.
"Barang
siapa membunuh seseorang bukan karena orang itu membunuh orang lain atau
membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua
manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seseorang manusia, maka
seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia."
Betapa tingginya Islam
menghargai nyawa seseorang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar