Senin, 31 Maret 2014

Diyat yang Berlebihan

Diyat yang Berlebihan

Moh Dimyati  ;   Pusat Yayasan Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI),
Wakil Ketua PD Dewan Masjid Indonesia Jakarta Timur
REPUBLIKA, 29 Maret 2014
                                      
                                                                                         
                                                             
Seorang TKW asal Desa Kalisidi, Ungaran, Semarang, Jawa Tengah, Satinah, terancam dihukum pan cung karena dituduh telah melakukan pembunuhan terhadap majikannya di Arab Saudi. Dia bisa bebas dari eksekusi hukum pancung apabila membayar diyat (denda) 7 juta riyal atau setara Rp 21,2 miliar kepada keluarga terbunuh.

Tuntutan diyat keluarga terbunuh sebesar itu terlalu berlebihan.
Pertama, ke luarga majikan seharusnya sadar bahwa Sutinah adalah seorang pembantu rumah tangga, dari mana dia dapat mengumpulkan uang sebanyak itu? Dia jauh-jauh pergi dari Indonesia ke Arab Saudi harus meninggalkan keluarga karena hidupnya di Indonesia susah.

Kedua, pembunuhan dilakukan, konon, spon tan/semi sengaja hanya di lempar dengan pisau dapur, tidak direncanakan.

Ketiga, sebagai seorang bangsa Arab Saudi yang beragama Islam, tentunya tahu dan memahami tujuan Islam menerapkan hukum qisas terhadap pembunuh, dan memberi peluang untuk meminta maaf kepada keluarga terbunuh tujuannya sangat mulia.

Beratnya hukuman terhadap pembunuh sebagai pendidikan, tindakan preventif untuk mencegah tindakan kejahatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa; berapa banyak orang yang bermaksud membunuh, lalu menahan diri karena takut dihukum mati. 

Adanya peluang damai minta maaf dengan membayar diyat kepada keluarga terbunuh memberi kesempatan kepada pembunuh untuk bertaubat dan memberi peluang keluarga terbunuh untuk berbuat ihsan/kebajikan.

Pembunuh dibalas dengan hukuman mati adalah adil, tetapi memberi maaf kepada pembunuh dengan atau tanpa meminta diyat adalah ihsan. Pahalanya sangat besar di sisi Allah SWT. Jadi, berbuat ihsan derajatnya lebih tinggi dari pada berbuat adil. Oleh karena itu, apabila pihak keluarga terbunuh ingin berbuat ihsan, janganlah meminta diyat yang terlalu berlebihan. Sebab, Allah melarang dan membenci orang yang suka berbuat berlebihan.

Firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu melaksanakan qisas berkenaan dengan pembunuhan, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita. Tetapi, barang siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya/ahli waris, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik dan yang diberi maaf membayar diyat/denda kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu suatu keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa yang melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih. Dan dalam qisas itu ada jaminan kehidupan bagimu wahai orang-orang berakal agar kamu bertakwa." (al-Baqarah [2]: 178-179).

Qisas adalah hukuman yang semisal dengan kejahatan yang dilakukan atas diri manusia,"Jiwa dengan jiwa, mata dengan mata." (al-Maidah [5] :45).

Menurut hukum Islam, kepada yang membunuh tergantung tiga hak: (a) hak Allah, (b) hak ahli waris, dan (c) hak terbunuh. Apabila dia menyesal dan bertaubat kepada Allah, dan menyerahkan diri serta meminta maaf kepada ahli waris/keluarga yang di bunuh, maka terbebas dari hak Allah dan hak ahli waris baik mereka melakukan qisas atau mereka memaafkan, pemberian maaf dengan membayar diyat (denda) atau tidak. Sesudah itu tinggal hak yang dibunuh, nanti di akhirat oleh Allah akan diganti dengan kebaikan.

Tujuan pembayaran diyat di antaranya adalah untuk biaya hidup dan pendidikan keluarga terbunuh. Namun, kalau ada pertimbangan lain, bisa saja keluarga terbunuh hanya memaafkan tanpa meminta diyat.

Sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa yang membunuh sengaja ia di se - rah kan kepada keluarga yang terbunuh, mereka boleh membunuhnya atau menarik diyat (denda), yaitu 30 ekor unta betina umur 3-4 tahun, 30 ekor unta betina umur 4-5 tahun, 40 ekor unta betina yang sudah bunting." (HR at-Tarmidzi). Kalau dinilai uang, kurang lebih setara Rp 3 miliar. Pembayaran diyat juga bisa dicicil sesuai kesepakatan.

Oleh karena itu, tuntutan diyat Rp 21,2 miliar dan harus dibayar tunai terlalu berlebihan dan tentu saja sangat memberatkan Satinah dan keluarga. Sebaiknya, pemerintah dan atau para ulama Arab Saudi memberi pencerahan kepada keluarga terbunuh untuk menghilangkan citra buruk terhadap bangsa Arab Saudi maupun hukum Islam. Jangan sampai ada anggapan, orang Arab Saudi, orang Islam itu sadis, kejam, tidak berperi kemanusiaan, melanggar HAM, dan lain-lain.

Padahal, hukum Islam sangat adil, sangat indah, dan sangat sempurna karena diturunkan oleh Allah Yang Adil, yang menciptakan alam semesta beserta isinya termasuk kita manusia.

Di sinilah keistimewaan hukum Islam, yang tidak ada pada sistem hukum lainnya (termasuk KUHP dan KUHAP). Pertama, kalau orang membunuh diserahkan kepada keluarga terbunuh, mau qisas atau membayar diyat. Putusan pertama sampai akhir ada di tangan keluarga karena keluargalah yang paling merasakan dampak penderitaan pembunuhan. Sedangkan dalam hukum ciptaan manusia putusan terakhir pada tangan kepala negara (grasi presiden/ raja/sultan).

Kedua, keluarga bisa memberikan maaf dengan atau tanpa diyat. Dalam hukum ciptaan manusia tidak ada istilah/peluang memberi maaf dan bayar diyat. Kalau keluarga meminta qisas atau memaafkan dengan atau tanpa diyat, maka selesailah perkaranya tinggal eksekusi. Tidak perlu pengacara, tidak perlu berlama-lama masuk bui yang membebani uang rakyat. Cepat, praktis, hemat, dan sangat adil.

Terakhir, kita kutipkan firman Allah Swt dalam surat al-Maidah (5): 32.
"Barang siapa membunuh seseorang bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia."

Betapa tingginya Islam menghargai nyawa seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar