Kamis, 27 Maret 2014

Air dan Krisis Lingkungan

Air dan Krisis Lingkungan

Posman Sibuea  ;   Guru Besar Tetap di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Unika Santo Thomas Sumut, Direktur Center for National Food Security Research
MEDIA INDONESIA,  25 Maret 2014
                                      
                                                                                         
                                                      
HARI Air Sedunia (World Water Day), yang diperingati setiap 22 Maret, pada tahun ini mengambil tema water and energy (air dan energi). Tema itu dipilih dengan mempertimbangkan keterkaitan yang erat antara air dan energi. Di masa datang, ketersediaan energi dengan harga terjangkau dan harga air tawar yang makin mahal akan menjadi masalah pelik bagi setiap negara.

Meski air kebutuhan dasar manusia, peringatan Hari Air Sedunia belum mendapat perhatian luas dari masyarakat. Di tengah kehidupan yang kian boros energi karena tersedianya berbagai fasilitas yang memanjakan kehidupan, setiap anggota masyarakat diharapkan mau melaksanakan berbagai kegiatan gerakan hemat air dalam kehidupan sehari-hari.

Gerakan hemat air semakin penting ketika krisis lingkungan yang kian masif belakangan ini dapat menetaskan defisit air tawar di tengah penduduk dunia yang jumlahnya terus meningkat. Dalam 10 tahun terakhir meningkat menjadi 7 miliar, dan akan mendekati angka 9 miliar dalam kurun waktu 30 tahun yang akan datang. Defisit air tawar menjadi ancaman baru. Kebutuhan sekarang dan masa datang akan lebih sulit karena masyarakat membutuhkan pangan yang jumlahnya dua kali produksi pangan saat ini, yang berarti meningkatkan kebutuhan air. Itu menunjukkan kebutuhan air bagi umat manusia sangatlah penting karena air ialah sumber kehidupan.

Defisit

Kebutuhan air yang makin meningkat setiap tahun di tengah krisis lingkungan yang kian masif patut mendapat perhatian dari pemerintah. Di mata masyarakat dunia, Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya air yang cukup besar. 

Namun, mereka juga mencatat bahwa bencana kebakaran hutan yang terjadi di Riau dan di sejumlah daerah baru-baru ini telah menetaskan defisit air tawar. Fenomena krisis lingkungan yang makin buruk ini akan memicu kelangkaan pangan di negeri yang memiliki jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Tanpa pengelolaan serius, di masa datang air akan menjadi sumber konflik di tengah warga. Para ahli konservasi air mengestimasi dua dari tiga penduduk akan semakin sulit mengakses bersih tawar pada 2025.

Air merupakan kebutuhan vital manusia. Namun, krisis lingkungan yang kian masif mengakibatkan pemenuhan kebutuhan air tawar bagi penduduk dunia menghadapi masalah pelik. Sekitar 1,8 miliar penduduk dunia mengonsumsi air tidak bersih setiap hari dan 1,3 miliar penduduk dunia belum memiliki fasilitas sanitasi. Dampaknya dari sekitar 50 ribu orang meninggal setiap hari di dunia, sedikitnya 16 ribu orang di antaranya meninggal akibat mengonsumsi air yang kurang bersih.

Lalu, bagaimana pemenuh an air bersih di Indonesia? Sudahkah seluruh masyarakat dapat mengakses air bersih secara merata baik kuantitas maupun kualitas untuk kebutuhan sehari-hari? Apa upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mencegah krisis air? Apakah sudah terjalin kerja sama yang baik dengan masyarakat luas untuk mengatasi pencemaran air di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan?

Kerja sama kian penting mengingat harga air semakin mahal. Ilmu ekonomi zaman dulu mengajarkan air ialah barang gratis. Kini terbukti air lebih mahal daripada bensin. Dahulu, untuk minum dan kebutuhan rumah tangga cukup mengambil air dari sumur. Namun, seiring dengan kualitas air sumur yang kian diragukan kelayakannya karena tercemar, masyarakat harus membuka dompet untuk membeli air kemasan yang diproses dari air pegunungan demi menjaga kesehatan.

Sudah menjadi rahasia umum warga Jakarta dan kota besar lainnya seperti Medan dan Surabaya terus menyedot air tanah secara berlebihan menyusul pembangunan permukiman baru yang bertumbuh secara signifikan. Penggunaan air tanah dengan cara menyedot secara berlebihan dapat mengakibatkan intrusi air laut di berbagai kota pantai. Air di sumur-sumur penduduk berubah menjadi asin alias payau. Penyedotan air tanah secara berlebihan akan membentuk rongga-rongga di dalam tanah dan banjir besar akan selalu mengintai karena terjadi penurunan permukaan tanah.

Di Jakarta belahan utara, menurut data terkini, tanahnya sudah turun secara bermakna dalam jangka waktu 30 tahun belakangan. Intrusi air laut sudah mencapai daerah Monas. Jika eksploitasi air tanah ini dilanjutkan secara terus-menerus tanpa pengendalian, penurunan tanah akan mencapai 4 meter pada 2030. Dalam kondisi demikian, bisa dipastikan akan sangat sulit mengatasi bahaya banjir yang kerap terjadi belakangan ini. Bahkan tidak mustahil kawasan Jakarta Utara akan menjadi waduk raksasa.

Gerakan hemat air

Mengatasi defisit air tawar patut dilakukan melalui gerakan hemat air dan dikampanyekan secara terus-menerus. Kesadaran masyarakat akan terbangun untuk memahami bahwa sumber daya air itu harus dijaga kelestariannya demi kelangsungan hidup bangsa. Hal itu akan menetaskan paradigma baru, yakni memberi pemahaman bahwa fungsi air tidak sekadar untuk mandi, cuci, dan kebutuhan minum, tetapi juga berfungsi untuk membilas kota.

Kota Jakarta, yang saat ini berpenguhuni sekitar 12 juta jiwa, setiap hari menghasilkan sekitar 3.000 ton tinja. Jumlah limbah yang luar biasa itu dikhawatirkan dapat menjadi `bom waktu' yang mencemari seluruh air tanah dangkal oleh bakteri koli yang hidup dalam tinja manusia. Untuk itu, dibutuhkan air yang cukup untuk membilas Kota Jakarta dari cemaran dan ancaman penyakit akibat bakteri koli.

Kecukupan air bersih sebagai hak asasi manusia masih terjadi kesenjangan. Masyarakat miskin yang tidak mampu berlangganan air minum harus membayar lebih mahal dari tukang pikul jika dibandingkan dengan tarif air minum yang dibayar warga yang mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM. Sekadar menyebut contoh, masyarakat miskin di Jakarta Utara harus membeli air bersih yang harganya lebih mahal daripada yang dinikmati masyarakat mampu di Menteng dan Kebayoran Baru.

Data menunjukkan warga Medan yang bisa menikmati air PAM baru mencapai 40%. Warga lainnya mendapatkan air bersih dari air tanah yang kualitasnya sudah mulai menurun. Untuk kebutuhan mandi dan cuci, sebagian warga menggunakan air dari Sungai Deli dan Babura yang warnanya kerap berubah menjadi cokelat karena tercemar baik secara kimia maupun biologis.

Mengingat kian masifnya krisis lingkungan belakangan ini dan sudah berdampak buruk pada defisit air tawar untuk kehidupan, saatnya kita belajar menghargai setiap tetes air. Jika setiap orang, misalnya di Jakarta, dapat menghemat 1 liter air setiap hari, berarti ada 12 juta liter air yang bisa diselamatkan. Nah, mulai sekarang mari berhemat air guna mencegah konflik baru memperebutkan sumber kehidupan yang satu ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar