Ilegal,
Dana Bansos untuk Pemilu 2014
Agust Riewanto ; Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Hukum
Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 26 Maret 2014
PELAKSANAAN Pemilu Legislatif
2014 tinggal menghitung hari, di tengah suasana kampanye 16 Maret-6 April
2014 ini publik dikejutkan perilaku birokrasi pemerintah dalam pengelolaan
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 yang irasional. Sejumlah
kementerian tengah menyimpan dana bantuan sosial (bansos) yang bernilai
spektakuler. Dana bansos pada APBN 2013 sebesar Rp69,61 triliun, sedangkan
pada APBN 2014 meningkat 17,6%, atau berkisar antara Rp91,19 triliun sampai
dengan Rp139,17 triliun (Media Indonesia, 22 Maret 2013).
Postur penggunaan dana APBN 2014
oleh pemerintah tahun ini potensial diselewengkan untuk kepentingan pendanaan
Pemilu 2014. Pemerintah telah menambah pagu anggaran bansos 2014, dari Rp55,8
triliun menjadi Rp91,8 triliun.
Perubahan pagu anggaran juga terjadi pada
belanja barang, belanja modal, dan belanja lainnya. Belanja barang meningkat
dari Rp201,8 triliun menjadi Rp214, 4 triliun, tetapi belanja modal justru
turun dari Rp232,8 triliun menjadi Rp184,2 triliun. Ini cermin postur
anggaran yang tak sehat dalam pengelolaan APBN, seharusnya belanja barang
yang turun, sedangkan belanja modal naik. Patut diduga bahwa penggelembungan
dana bansos di APBN 2014 merupakan kolusi pemerintah dan DPR, sebab 10
kementerian dari 14 kementerian dan lembaga negara dipimpin menteri yang
berasal dari partai politik. Aneka siasat politik didesain sedemikian rupa
antara pemerintah dan DPR untuk mengefektifkan penggunaan pagu anggaran APBN
untuk kepentingan politik menjelang Pemilu 2014.
Model mengemas dana bansos
Sementara itu, pemanfaatan dana bansos
dan distribusinya kepada masyarakat ialah otoritas pemerintah melalui
kementerian dan biasanya dilaksanakan berdasarkan pada dua hal. Pertama,
bergantung pada kebijakan dari pemerintah terkait dengan siapa yang diberi,
model pendistribusiannya, dan bentuk serta jenisnya. Memang secara teoretis
hanya pemerintahlah yang diberi otoritas untuk melakukan kebijakan. Kebijakan
menjadi penting bagi pemerintah agar mudah melakukan pelayanan publik dan
menjalankan visi dan program.
Kebijakan akan berjalan baik
jika dilakukan pemerintah yang bermoral dan tidak melanggar asas-asas
pemerintahan yang baik. Namun, itu akan menjadi buruk jika dilakukan
pemerintah yang tak bermoral dan cenderung mementingkan kelompoknya, serta
bermotivasi untuk menaikkan citra partainya agar terpilih kembali dalam
pemilu berikutnya. Karena itu, di balik setiap kebijakan itu akan selalu
muncul potensi untuk melanggar hukum (onrechtmatige
overheidsdaad), penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) dan kesewenang-wenangan (abus de droit).
Kedua, umumnya bansos dikemas
dalam aneka bentuk kegiatan dan bantuan yang bersifat populis dan menarik
simpati publik. Tidak menjadi masalah jika dilakukan bukan pada saat
menjelang pemilu berlangsung. Tetapi jika dilakukan menjelang pemilu, akan
menimbulkan kecurigaan publik bahwa pemerintah tidak tulus. Namun, di balik
itu ialah bagian dari upaya sistemis memupuk dan memperluas kekuasaannya agar
partainya akan dipilih rakyat dalam pemilu sehingga pemerintahan dapat
direbut kembali pascapemilu. Di sinilah ungkapan Lord Action, ‘power tends to corrupt and absolute power
tends to corrupt absolutely, menjadi sangat relevan untuk diingat.
Penikmat dana bansos
Karena itulah, dana bansos ini
sangat potensial dinikmati dua pihak. Pertama, para elite politik terutama
para menteri yang berasal dari partai politik (parpol) guna menyokong
pendanaan Pemilu 2014 bagi partai masing-masing. Harus diakui, pembiayaan
parpol yang berasal dari dana bantuan APBN setiap tahun dan iuran anggota
parpol selama ini tak cukup menutupi aneka kebutuhan biaya berjalannya
organisasi parpol. Kebutuhan parpol bisa tak terbatas, sedangkan
pendapatannya sangat terbatas, sementara parpol ialah organisasi nirlaba. Di
sinilah parpol menjadikan para menteri mereka yang tergabung dalam kabinet
pemerintahan menjadi agen utama pendanaan parpol. Tak mengherankan bila
setiap parpol berambisi memburu kursi menteri agar dapat terus memperoleh
insentif ekonomi-politik dari dana APBN di setiap kementerian. Akibatnya
politik kita tak sehat karena tak pernah ada parpol yang bersikap oposisi
terhadap pemerintah yang berkuasa.
Kedua, para calon anggota
legislatif (caleg) DPR dan DPRD petahana (incumbent)
yang memiliki jejaring kuat dengan kementerian yang berasal dari partai
politik yang sama. Ini bukan ilusi, melainkan fakta, bahwa biaya pemilu
dengan sistem proporsional dengan suara terbanyak menjadi sangat mahal versi
UU No 10/2008 Pemilu 2009 dan UU No 8/2012 Pemilu 2014 mendatang sebagaimana
dipaparkan Pramono Anung Wibowo (2013), bahwa untuk meraih kursi di DPR pada
Pemilu 2009 lalu seorang caleg harus merogoh kocek ekstra mahal, Rp800
juta-Rp22 miliar.
Uang sebanyak itu digunakan
untuk kampanye, memoles citra, membuat aneka kegiatan sosial, sewa lembaga
survei, konsultan politik, dan lain-lain. Bahkan motivasi untuk meraih kursi
DPR hanyalah faktor ingin meraih kekuasaan dan keuntungan ekonomi. Biaya
Pemilu 2014 ini dipastikan akan lebih mahal lagi, di samping karena infl asi
keuangan, karena kompetisi baik di antara caleg dalam satu parpol maupun beda
parpol kian keras akibat jumlah parpol peserta pemilu berkurang signifikan.
Mahalnya dana pemilu ini tentu
akan menjadi masalah terutama bagi caleg DPR petahana karena secara
psikologis tingkat kekhawatiran untuk tidak terpilih lebih tinggi daripada
para caleg baru. Di sinilah rasionalitasnya, mengapa para caleg petahana itu
dipastikan akan ikut memanfaatkan dana bansos yang berada di kementerian
untuk pendanaan Pemilu 2014 agar dapat kembali duduk di kursi Senayan.
Ilegal dicairkan jelang pemilu
Potensi dana bansos untuk dana Pemilu 2014 itu kian
menunjukkan negeri ini belum dapat mengubah watak patronasi dan patron-client antara birokrasi
pemerintah dan DPR untuk merebut kekuasaan pemerintah dan kursi DPR dengan tanpa
kompetisi yang sehat, adil, dan mendidik rakyat. Agar Pemilu 2014 dapat
menghasilkan pemerintahan yang bersih, DPR yang berkualitas dan tidak
menimbulkan kecurigaan publik.
Saatnya kini semua pihak, terutama Bawaslu dan KPU, untuk turut
serta mengawasi penggunaan dana bansos ini. Penggunaan dana bansos untuk
pendanaan Pemilu 2014 ‘haram’. KPK dan BPK berani bertindak tegas menyatakan
dana bansos ilegal jika dicairkan pemerintah menjelang Pemilu 2014 ini. Itu
sebaiknya dialihkan ke dalam belanja modal pemerintah. Agar postur APBN 2014
menjadi lebih sehat dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar