Hubungan
Uni Eropa dan Rusia
Beginda Pakpahan ; Analis Politik dan Ekonomi Global dari UI
|
KOMPAS,
27 Maret 2014
KRISIS
Ukraina dimulai dengan pengumuman pembatalan kerja sama perdagangan antara
Ukraina dan Uni Eropa oleh Viktor Yanukovych pada November 2013. Situasi ini
membuat para pendukung pro Uni Eropa (UE) turun ke jalan. Konflik pun tidak
terelakkan antara aparat keamanan dan massa pendukung UE. Sebanyak 70 orang
meninggal dan 234 orang ditahan karena dianggap mengganggu ketertiban umum.
Situasi
tersebut membuat para demonstran mendesak Presiden Yanukovych mengundurkan
diri. Parlemen Ukraina di Kiev memilih Oleksander Turchinov sebagai pemimpin
sementara Ukraina.
Perkembangan
itu mengakibatkan gedung parlemen dan bandar udara di wilayah otonom Crimea
(yang berpenduduk mayoritas keturunan Rusia) di tenggara Ukraina diamankan
oleh pasukan militer tanpa identitas. Perwakilan Tetap Rusia di Dewan
Keamanan PBB Vitaly Churkin menginformasikan bahwa Yanukovych meminta Rusia
mengirimkan pasukan militernya dalam rangka menjaga keamanan di Ukraina.
Terkait
dengan situasi di atas, bagaimana kompleksnya hubungan UE dan Rusia dalam
krisis Ukraina terkini? Kompleksitas hubungan UE dan Rusia disebabkan tiga
faktor. Pertama, UE dan Rusia saling tergantung antara satu dan yang lain,
terutama bidang kerja sama ekonomi. Misalnya, UE membutuhkan pasokan energi,
khususnya gas alam, untuk kegiatan industri negara-negara UE. Rusia juga
membutuhkan UE sebagai pasar untuk menjual energi dan barang-barang lainnya.
Kedua,
cukup besarnya biaya ekonomi dan politik yang dikeluarkan UE dan NATO jika
mereka melakukan konflik terbuka dengan Rusia dalam konteks krisis di
Ukraina. Ketiga, meningkatnya kompetisi antara UE dan Rusia dalam dinamika
geopolitik dan geoekonomi di kawasan Eropa. UE dan Rusia perlu berhati-hati
dalam menyelesaikan krisis di Ukraina.
Saling tergantung
Data
yang digabungkan oleh Congressional Research Service AS periode 2005-2013 memperlihatkan,
persentase konsumsi gas alam Rusia oleh negara-negara anggota UE cukup besar.
Bahkan, negara-negara seperti Swedia, Bulgaria, Estonia, Finlandia, dan
Latvia tercatat 100 persen konsumsi gas alamnya bergantung pada Rusia.
UE juga
mengimpor beberapa sumber daya alam dasar dari Rusia, yaitu 27 persen
konsumsi minyak, 24 persen konsumsi batubara, dan 30 persen konsumsi uranium
(M Ratner, P Belkin, J Nichol, dan S Woehrel, 2013). Data tersebut
memperlihatkan bahwa Rusia juga bergantung pada pasar UE untuk memasarkan
produk-produk SDA-nya seperti gas alam dan minyak.
Berdasarkan
kondisi di atas, anggota UE terlihat cukup hati- hati dalam menyikapi krisis
di Ukraina. Tidak tertutup kemungkinan UE bisa terpecah, seperti sikap
Inggris yang mendorong inisiasi agar UE bisa bersatu padu dalam merespons
campur tangan Rusia terhadap krisis domestik di Ukraina. Pada sisi lain,
negara-negara UE yang bergantung pada pasokan gas alam Rusia terlihat lebih
hati-hati dalam menanggapi perkembangan di Ukraina.
Selanjutnya,
jika UE dan NATO akan mengambil sikap merespons aksi Rusia terhadap Ukraina
dengan kekuatan militer, bukan tidak mungkin keuangan UE cukup berat untuk
membiayai kegiatan tersebut. Faktanya, krisis ekonomi yang melanda kawasan
Euro belum juga pulih sejak krisis keuangan global 2008. Ditambah lagi
kondisi ekonomi di AS yang masih merangkak pelan untuk pulih dari krisis
ekonomi 2008.
Biaya
besar yang akan keluar dengan pelibatan kekuatan militer oleh UE dan NATO
membuat fokus pemulihan ekonomi di UE dan AS menjadi tak optimal. Situasi ini
akan berdampak terhadap ketidakpuasan konstituen domestik di negara-negara UE
dan AS. Ditambah lagi kekuatan militer Rusia cukup kuat dan modern untuk
dihadapi secara terbuka oleh UE dan NATO. Situasi ini yang membuat UE dan
NATO perlu berpikir dengan cara-cara diplomatik dibandingkan dengan
melaksanakan konflik terbuka dengan Rusia di Ukraina.
Kompetisi di Eropa
Kompetisi
antara UE dan Rusia dalam dinamika geopolitik dan geoekonomi di kawasan Eropa
jadi lebih terbuka. Kondisi di atas tak bisa dilepas dari bentuk retaliasi
sejarah antara UE dan Rusia yang belum pulih benar sejak Perang Dingin, yaitu
kompetisi kontemporer di antara kedua aktor besar tersebut di Eropa dalam
rangka perluasan sphere of influence
(jangkauan pengaruh politik dan ekonomi).
Ukraina
adalah wilayah batas di mana pengaruh politik dan ekonomi Rusia masih cukup
kuat di wilayah timur negara tersebut. Negara tersebut adalah kawasan
penyangga Rusia terhadap perluasan pengaruh politik dan ekonomi UE setelah
bergabungnya negara-negara Eropa Timur dan Tengah (contohnya Polandia, Ceko,
Slowakia, Bulgaria, Romania dan Hongaria)—yang saat Perang Dingin berada di
bawah pengaruh politik dan ekonomi Uni Soviet—dengan Uni Eropa pada
2004-2009. Ukraina adalah ”implikasi persaingan UE dan Rusia” dari
perkembangan dinamika geopolitik di kawasan Eropa terkini.
Perluasan
keanggotaan UE ke wilayah Eropa Tengah dan Timur memberikan efek langsung
terhadap dinamika geoekonomi di kawasan tersebut. Bergabungnya negara-negara
Eropa Tengah dan Timur dengan pasar tunggal UE membuat Rusia menginisiasi
pembentukan blok kerja sama regional Uni Eurasia untuk menandingi UE. Blok
kerja sama Uni Eurasia adalah kerja sama ekonomi dan politik di kawasan
Europa dan Asia Tengah yang diinisiasi dan dibentuk Rusia bersama Kazakhstan
dan Belarusia pada November 2011. Kerja sama mencakup penyatuan ekonomi,
sistem hukum, dan koordinasi militer yang menurut rencana dilaksakanan penuh
pada 2015 (T Varshalomidze, 2013).
Hampir
sulit dihindarkan, UE dan Rusia punya ketergantungan yang cukup besar dalam
bidang kerja sama ekonomi, khususnya pemenuhan pasokan energi Rusia untuk UE.
UE dan Rusia juga saling berkompetisi dalam memperluas pengaruh politik dan
ekonomi masing-masing di kawasan Eropa.
Tumpang
tindihnya situasi di atas berimplikasi terhadap krisis di Ukraina. UE dan
Rusia perlu hati-hati dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan krisis
tersebut supaya keadaan tidak mengganggu stabilitas regional di Eropa.
Ditambah lagi, peranan UE dan Rusia dan manajemen persaingan di antara
keduanya dalam krisis Ukraina cukup berpengaruh terhadap perdamaian dan
ketertiban dunia. Kita berharap ada jalan keluar diplomatik yang baik atas
krisis Ukraina yang disepakati oleh pihak-pihak di dalam negeri dengan
dukungan aktor-aktor internasional. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar