Sabtu, 29 Maret 2014

Mengubah Nasib Satinah

Mengubah Nasib Satinah

Nur Khasanah ;   Bekas TKW di Abu Dhabi, Kini guru TK ABA Sodong, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang
SUARA MERDEKA,  28 Maret 2014
                                      
                                                                                         
                                                      
"Kasus Satinah menjadi tantangan wakil rakyat dan caleg, terutama sejauh mana pemikiran terhadap persoalan TKI"

UPAYA pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan Satinah, TKW dari Mrunten Wetan Desa Kalisidi Ungaran Barat Kabupaten Semarang makin diintensifkan. Sebelumnya, Presiden SBY memanggil mantan Satgas TKI Maftuh Basyuni dan juru bicara satgas, Humphrey Djemat guna membantu Kemenlu menyelesaikan kasus itu, kendati masa kerja satgas sudah berakhir. (SM, 26/3/14).

Presiden juga sudah menyurati Raja Saudi untuk kali kedua, meminta penundaan eksekusi, dan menyatakan siap melanjutkan negosiasi dengan keluarga korban. di sisi lain, kelompok masyarakat menggalang gerakan sosial, mengumpulkan uang, guna membantu pemerintah membayar diyat yang diminta pemerintah Saudi. Termasuk yang dilakukan duta antiperbudakan modern untuk 8 negara, Melanie Subono.

Sejumlah persoalan mendasar muncul dari beberapa kasus TKI yang terancam hukuman mati.  Telah terjadi semacam pemerasan terselubung oleh keluarga korban, dengan meminta tebusan dalam jumlah besar. Jika untuk pembebasan Darsem, TKI asal Kampung Trungtum Desa Patimbang Kabupaten Subang Jabar, mereka meminta ’’hanya’’ Rp 4 miliar, dan pemerintah Indonesia memenuhinya, kini untuk Satinah mereka meminta diyat Rp 21 miliar. Banyak pihak menilai ahli waris keluarga korban seolah-olah merasa berada di atas angin dan bisa berbuat semaunya dalam menentukan besaran denda.

Andai kecenderungan ini berlanjut, dikhawatirkan menjadi preseden buruk terhadap penanganan kasus serupa, mengingat saat ini ada 280 TKI yang menunggu pelaksanaan hukuman mati, 39 di antaranya di Saudi. Kita bisa membayangkan kesulitan pemerintah bila Saudi selalu meminta diyat sebesar-besarnya, makin hari makin naik, untuk membebaskan buruh migran kita dari hukuman pancung.

Penyumbang Devisa

Inilah tantangan yang dihadapi pemerintah saat ini bagaimana melindungi buruh migran dari hukuman mati. Pemerintah kita saat ini hanya mempunyai dua pilihan: menebus dengan uang atau ’’membiarkan’’ mereka dipancung sebagai pembelajaran bagi masyarakat. Jika menempuh pilihan pertama, konsekuensinya harus siap membayarkan dana besar untuk membebaskan TKI dari hukuman mati. Andai pasrah dan memilih jalan kedua, pemerintah dihujat karena tidak mampu melindungi TKI yang notabene telah menyumbang devisa negara begitu besar.

Menurut Deputi Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Agustin Subiantoro, TKI yang bekerja di berbagai negara Asia, Eropa, dan lainnya telah menghasilkan devisa hingga Rp 100 triliun per tahun. Kontribusi cukup besar tersebut diperoleh dari 4 juta TKI yang bekerja pada berbagai sektor di luar negeri seperti, Jepang, Korea, Thailand, dan China, termasuk beberapa negara di Eropa. (Antaranews.com).

Pantaskah pemerintah merasa keberatan membayar denda untuk membebaskan Satinah dan terpidana lainnya? Diyat Rp 21 miliar tentunya belum seberapa dibanding devisa sekitar Rp 100 triliun yang disumbangkan para TKI, dan sudah lama berlangsung. Sekilas muncul kesan tidak adil bila pemerintah terlalu ’’memanjakan’’ para terpidana, sementara masih banyak rakyat Indonesia yang perlu dibebaskan dari belenggu kemiskinan.

Langkah Pemrov Jateng menggalang dana dari masyarakat rasanya patut diapresiasi sebagai usaha menolong Satinah. Tidak ada seorang pun yang mampu mengubah takdir kematian, tapi manusia wajib berusaha. Hasilnya nanti bisa menjadi tolok ukur kepedulian masyarakat terhadap nasib TKI yang terancam hukuman mati. Selain itu, kasus Satinah menjadi tantangan khusus bagi anggota dan calon anggota legislatif, terutama sejauh mana gagasan dan pemikiran mereka terhadap persoalan TKI  ke depan.  Namun pada tahun politik ini tampaknya isu-isu seputar permasalahan TKI kurang mendapatkan perhatian. Padahal bagaimanapun, buruh migran adalah bagian dari elemen rakyat  yang semestinya juga mendapatkan perhatian dari wakil rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar