Senjakala
Parpol Islam
Ahmad Fuad Fanani ; Direktur
Riset MAARIF Institute for Culture and Humanity; Dosen FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
|
KORAN
SINDO, 28 Maret 2014
Dalam
perjalanan dakwah ke Jawa Tengah beberapa waktu lalu bersama Hajriyanto Y
Thohari (Wakil Ketua MPR RI), ada sebuah pemandangan yang menarik. Di
sepanjang jalan antara Solo, Karanganyar, dan Sragen, sangat sedikit bendera,
spanduk, dan baliho dari calon anggota legislatif (caleg) partai politik
(parpol) Islam. Bendera partai Islam pun sangat jarang ada di sepanjang
daerah itu. Yang tampak adalah bendera partai nasionalis seperti PDI-P,
Golkar, Hanura, dan Gerindra. Apakah ini pertanda senjakalaning (masa suram)
Partai Islam jelang Pemilu 2014? Kekhawatiran tentang senjakala Partai Islam
di pentas politik ini diperkuat oleh beberapa temuan survei oleh berbagai
lembaga.
Mereka
menyatakan bahwa pada Pemilu 2014 nasib partai Islam tidak menggembirakan. Bahkan,
ada beberapa partai yang mengalami penurunan suara. Di tengah kondisi seperti
itu, banyak yang mengkhawatirkan nasib partai Islam. Umat Islam berharap,
partai Islam tetap mendapatkan suara signifikan dan bisa mewarnai pentas
politik.
Harapan
masyarakat itu setidaknya terbaca dari rilis survei Political Communication Institute (Polcomm Institute) baru-baru ini. Dalam survei yang dilakukan
pada 15 Januari–15 Februari 2014 itu, 47% responden menilai bahwa partai
Islam mampu bersaing pada Pemilu 2014. Sebanyak 45,3% responden menginginkan
adanya koalisi partai Islam pada pemilu besok.
Antara Harapan dan Kenyataan
Dari
penjelasan di atas, tampakada pertanyaan tentang partai Islam berdasarkan
fenomena di lapangan, namun juga ada harapan terhadap masa depannya. Meski
suara partai Islam terus menurun sejak Pemilu 1999 hingga tahun 2009,
kehadirannya tetap dinantikan dan diharapkan. Partai Islam menjadi faktor
penyeimbang politik dan komplementer di negara ini. Dinamika perpolitikan
seakan tidak bisa berjalan secara sempurna dan menantang tanpa kehadiran
partai Islam.
Harapan
publik terhadap partai Islam ini mungkin karena Islam menjadi agama yang
dipeluk mayoritas bangsa ini. Umat Islam juga memberikan andil yang
signifikan pada pemerdekaan bangsa Indonesia. Maka, umat Islam berharap agar
partai Islam bisa terus memaknai dan mengisi kemerdekaan. Untuk
mengantisipasi keterpurukan suara partai Islam, sebagian masyarakat ingin
agar mereka melakukan koalisi pada Pemilu 2014.
Jadi
kerinduan akan partai Islam yang besar seperti pada era demokrasi parlementer
seperti Partai Masyumi dan Partai NU mengemuka kembali. Nasib partai-partai
Islam memang harus diperhatikan secara serius. Jika dibiarkan begitu saja,
meman ada kecenderungan partai Islam akan terus mengalami penurunan suara dan
dikhawatirkan akan mengalami kemunduran atau bahkan kepunahan.
Kemunduran
itu bisa disebabkan oleh faktor internal seperti tidak adanya lagi tokoh yang
bisa menjadi figur publik, konflik internal, kurangnya modal kapital dan
sosial, tidak kuatnya akar di grass roots, dan lemahnya pengaderan.
Sedangkan, faktor eksternalnya bisa berupa skandal korupsi yang menimpa
pemimpin atau kadernya, sentimen publik yang negatif terhadap isu-isu agama,
dan berdirinya sayap-sayap Islam di partai-partai nasionalis.
Partai
Islam memang dihadapkan pada dilema untuk menentukan langkah politik yang
strategis. Langkah politik yang diambilnya pun, kadang bermanfaat pada
partai, tapi tidakmenambahelektabilitasnya. Keputusan untuk bergabung dengan
pemerintah misalnya, sangat dibutuhkan untuk mempertahankan eksistensi dan
aksesnya kepada pemerintah. Namun, masuknya ke koalisi tidak menjamin
bertambahnya suara di pemilu.
Bahkan,
ketika partai Islam menjadi bagian dari pemerintah sejak 1999 hingga 2009,
suaranya tidak mengalami kenaikan. Di sisi lain, jika mereka memutuskan
menjadi oposisi, tidak juga ada jaminan terhadap masa depan partai. Kondisi
politik yang betul menjadi dilema bagi partai Islam.
Masihkah Ada Masa Depan?
Agar
partai Islam tetap bersaing pada Pemilu 2014 besok, sebagian menyatakan bahwa
perlu dibangun Poros Tengah jilid kedua. Tampaknya ide ini tidak banyak
mendapatkan sambutan. Selain karena masih ada trauma politik pada Poros
Tengah jilid pertama, juga kenyataan bahwa suara total partai Islam tidak
akan cukup untuk mengalahkan partai nasionalis. Maka, perlu ada cara lain
yang mesti dilakukan agar partai Islam tidak terpuruk dan mengalami
senjakala.
Strategi
yang perlu ditempuh pada Islam agar mampu bersaing dengan partai lain adalah
dengan memperkuat basis grass roots-nya,
memperluas isu-isu perjuangannya, merumuskan visi dan misi kebangsaannya,
serta memperkaya strategi pendekatannya pada rakyat dan kaum muda. Mereka
harus melampaui isuisu primordial dan harus menyentuh serta memperjuangkan
isu-isu populis seperti kemiskinan, mengatasi banjir, soal buruh pabrik,
mengatasi pengangguran, serta dekat dengan kaum miskin koran dan rakyat di
pedesaan.
Kaum
miskin yang jumlahnya lebih dari 30 juta di negeri ini, itu pun dengan
standar angka kemiskinan bagi orang yang berpenghasilan rata-rata USD1
sehari, seyogianya dirangkul oleh partai Islam dengan isu-isu yang membumi.
Mereka hendaknya belajar dari Partai AKP (Adalet
ve Kalkinma Partisi) di Turki dan Partai Ennahdah di Tunisia. Kedua
partai itu bisa meraup dukungan rakyat karena mengembangkan isu-isu yang
populis dan bisa bekerja sama dengan partai lain.
Ketika
mayoritas penduduk di negeri ini percaya bahwa demokrasi adalah jalan terbaik
yang harus ditempuh, maka partai Islam harus sepenuhnya mendukung demokrasi.
Kader dan partai Islam harus memperjuangkan demokrasi juga. Di sinilah
pentingnya partai Islam mendukung munculnya ”muslim democracy” yang berjuang penuh untuk penegakan demokrasi
di negeri ini.
Menurut
Vali Nasr (2005), muslim democracy
adalah seorang politikus muslim yang bervisi inklusif dengan melihat politik
sebagai proses untuk menjaga kestabilan negara guna melayani kepentingan
individu dan kepentingan kolektif. Mereka tidak melihat politik secara rigid
untuk memperjuangkan kepentingan kekuasaan saja, namun demi kebaikan bersama.
Dengan
jalan seperti itu, tampaknya partai Islam masih punya masa depan dan tidak
mengalami senjakala. Tentu saja, hasil Pemilu Legislatif 9 April besok akan
memberikan gambaran akan kejelasan eksistensi partai politik Islam dan partai
lainnya di masa mendatang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar