Pemilu
dan Agenda Politik Lingkungan
Khalisah Khalid ; Kepala
Departemen Jaringan
dan Pengembangan Sumber Daya Walhi
|
KOMPAS,
29 Maret 2014
WALHI
telah meluncurkan hasil indeks kualitas calon anggota legislatif DPR.
Hasilnya sudah diprediksi meski tidak diharapkan. Dari caleg DPR, tak sampai
7 persen yang punya kapasitas, kepemimpinan, komitmen, dan integritas yang
baik dalam isu lingkungan hidup yang juga memiliki relasi kuat dengan isu-isu
hak asasi manusia.
Demikian
juga partai politik. Mereka masih melihat isu lingkungan di permukaan, belum
memahami akar persoalan lingkungan hidup berelasi kuat dengan kebijakan
ekonomi-politik yang dipilih oleh pemimpin bangsa ini. Ini dapat dilihat
dalam dokumen partai politik terkait dengan lingkungan hidup.
Temuan
umum dari hasil penelusuran kandidat dan partai politiknya dapat disimpulkan
bahwa isu lingkungan hidup marjinal di Senayan sampai satu periode ke depan.
Arti lain dari temuan ini: agenda politik lingkungan hidup belum menjadi
agenda strategis pemimpin bangsa ini. Padahal, bencana ekologis sudah
mengancam setiap saat. Perdebatan lingkungan hidup, baik di tingkat global
maupun nasional, juga makin rumit dan kompleks, antara lain perdebatan
perubahan iklim yang semakin jauh dari penyelesaian persoalan bagi warga
bumi.
Tiga
agenda
Gerakan
lingkungan hidup menemukan momentum perubahannya pada Pemilu 1999.
Konsolidasi gerakan lingkungan hidup begitu kuat untuk mendorong agenda
reformasi pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Tonggak
konsolidasi antara gerakan lingkungan hidup dan agraria ditemukan dalam
sebuah agenda politik bersama yang dimanifestasikan melalui TAP MPR Nomor IX
Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Agenda
politik reformasi lingkungan hidup dan SDA termaktub dalam TAP MPR tersebut.
Sayangnya Tap MPR itu mandek dan RUU PSDA sampai kini tidak diketahui di mana
rimbanya.
UU Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang
dinilai oleh gerakan lingkungan sebagai UU yang jauh lebih progresif daripada
UU sebelumnya, sejak disahkan terganjal peraturan pemerintahnya yang hingga
hari ini terseok-seok. Isu lingkungan hidup kembali berada di jalan sunyi dan
nyaris terlupakan di tengah gempuran berbagai kebijakan sektoral SDA yang
semakin rakus.
Kini,
Pemilu 2014, dengan dasar pemikiran persoalan lingkungan hidup adalah
persoalan politik, gerakan lingkungan semestinya dapat menjadikannya sebagai
momentum politik untuk mendesakkan agenda politik lingkungan hidup sebagai
jalan mewujudkan keadilan ekologis. Karena itu, reformasi politik merupakan
dasar reformasi dalam bidang pengelolaan SDA dan lingkungan hidup dan itu
dapat diwujudkan dengan mencakup dua hal, yakni kebijakan dan kelembagaan.
Keduanya merupakan semacam prasyarat utama untuk mencapai pengelolaan SDA
yang adil dan lestari serta berpihak kepada kelompok rakyat yang selama ini
tidak memiliki kekuatan, baik kekuatan politik maupun ekonomi.
Setidaknya
ada tiga hal penting untuk didorong agar agenda politik lingkungan hidup
masuk menjadi program strategis pemimpin bangsa ini. Pertama, kita tahu bahwa
kerusakan lingkungan hidup disebabkan ketimpangan struktur dan penguasaan SDA
di mana sebagian besar SDA dikelola oleh pemodal dengan restu negara melalui
berbagai produk kebijakannya. Atas dasar ini, menjadi penting untuk membangun
agenda politik ke depan yang mendorong adanya penataan ulang relasi antara
rakyat, negara, dan modal.
Negara
mesti ditempatkan sebagai benteng hak asasi manusia. Karena itu, dalam
penataan ulang relasi negara, modal, dan rakyat, terutama dalam lapangan
perekonomian, rakyat harus ditempatkan sebagai kepentingan yang utama. Negara
sepenuhnya berperan sebagai instrumen kepengurusan dan penyelenggara
kebijakan yang ditujukan untuk melindungi dan memajukan hak asasi manusia.
Kedua,
pemimpin di masa depan diharapkan punya agenda utama mereformasi kebijakan
SDA dengan cara mengakhiri rezim sektoral SDA. Rezim sektoral SDA adalah
salah satu akar masalah persoalan lingkungan hidup di Indonesia melalui
kebijakan sektoral SDA yang tumpang tindih satu sama lain. Agenda politik
lingkungan hidup ke depan hendaknya mendorong untuk mengakhiri rezim sektoral
pengelolaan SDA yang melahirkan berbagai produk kebijakan SDA yang tumpang
tindih.
Ketiga,
reformasi kelembagaan lingkungan hidup menjadi agenda pokok berikutnya yang
penting untuk didesakkan pada pemerintahan yang terpilih. Pengelola
lingkungan hidup yang ada saat ini tidak mampu berfungsi secara efektif
karena sifat kewenangan yang terbatas mengoordinasikan kebijakan sektor dalam
bidang lingkungan hidup di tingkat nasional.
Dalam
penentuan kebijakan, kepentingan lingkungan hidup selalu dimarjinalkan di
bawah kepentingan sektoral yang berorientasi eksploitasi skala besar dan
masif. Politik anggaran untuk kelembagaan negara lingkungan hidup yang jauh
di bawah departemen sektoral SDA menandakan bahwa pemerintahan ini memang
belum menyadari problem pokok lingkungan hidup.
Proses
ini sama sekali tidak boleh mengabaikan fakta bahwa selama ini ada hak-hak
rakyat yang telah dilanggar serta konflik-konflik yang sangat intens dan
meluas di sektor agraria dan sumber daya alam atau lingkungan hidup yang
harus segera diselesaikan. Pemimpin baru nanti juga harus dapat memastikan
bahwa ada pemulihan terhadap lingkungan hidup yang telah dihancurkan.
Pengadilan lingkungan hidup menjadi agenda mendesak yang patut
dipertimbangkan untuk dibentuk oleh pemerintahan nanti untuk mengadili
kejahatan lingkungan yang bersembunyi di balik kebijakan dan regulasi.
Kesadaran politik
Pemilu
hanya salah satu bentuk pengejewantahan demokrasi. Namun, di luar pemilu,
menjadi penting bagi warga negara untuk mempraktikkan hak politiknya dalam
menentukan nasib dan ruang hidupnya pada unit-unit yang lebih kecil. Bahwa
harus diakui hak veto bagi rakyat atas proyek-proyek pembangunan dan ekonomi
lainnya, termasuk salah satunya yang dibuat oleh pemerintah melalui MP3EI.
Kesadaran
politik di tingkat demokrasi prosedural harus lebih dimajukan untuk secara
bersama-sama membersihkan lembaga negara dari perusak lingkungan hidup dan
perampas sumber-sumber kehidupan rakyat. Suka tidak suka, agenda politik ini
harus dikerjakan agar pada Pemilu 2014 SDA tidak lagi jadi komoditas atau
dagangan para elite politik dan kekuasaan.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar