Di
Bawah Langit Nanning
Sudaryanto ; Dosen Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta; Pengajar Tamu
di Guangxi University for Nationalities dan Xiangsihu College, Nanning,
Tiongkok
|
OKEZONENEWS,
26 Maret 2014
Buya
Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, melalui tulisannya (2012)
pernah menyatakan, bahwa ayat Allah itu mudah dijumpai di mana pun dan kapan
pun. Pernyataan cendekiawan asal Sumpurkudus, Sumatera Barat itu, sepenuhnya
penulis amini. Di Kota Nanning, tempat kami tinggal saat ini, juga saya
temukan ayat-ayat Allah. Apa-apa sajakah ayat-ayat Allah yang berada di kota
yang termasuk ke dalam Provinsi Guangxi, Tiongkok itu?
Saya
pernah menyimak ungkapan yang entah dari siapa atau dari mana, saya agak
lupa, kira-kira ungkapan tersebut berbunyi: “Ketika kamu berada di luar negeri dan bertemu dengan orang
Indonesia, maka sesungguhnya ia merupakan saudara bagimu, kendatipun berbeda
agama, bahasa daerah, ras, status sosial, warna kulit, dan sebagainya.”
Inti dari ungkapan tersebut ialah, bahwa meskipun kita berbeda-beda namun
kita juga tetap orang Indonesia.
Bahkan,
kami juga berjumpa dan akhirnya pun bersahabat dengan orang-orang dari luar
negeri, seperti India, Malaysia, Myanmar, dan Thailand, selain juga orang
Tiongkok. Atas dari itu, teringatlah kita semua akan ayat Allah untuk saling
kenal-mengenal, meskipun tentu ada perbedaan di antara kita satu sama
lainnya. Tuan dan Puan, di bawah langit Kota Nanning, mata hati saya
dibukakan oleh Allah untuk betul-betul menyimak ayat-Nya tersebut.
Berbeda tapi Bersaudara
Di Kota
Nanning, kami memiliki tetangga yang luar biasa baiknya kepada kami. Ada Ibu
Noraini binti Abdul Hamid dari Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Kuala Lumpur.
Kami biasa memanggilnya Bundo Aini. Beliau sudah lima tahun sebagai pengajar
bahasa Melayu/Malaysia di kampus Guangxi University for Nationalities (GXUN).
Selain pandai mengajar, beliau juga pandai memasak, khususnya masakan khas
Malaysia. Masakan buatannya sungguh enak dan lezat.
Ada pula
Mas Arief Hidayat Muhtar dan Mbak Tri Amalia Lestari beserta anaknya,
Chalief. Keluarga muda ini sudah tiga tahun berada di Kota Nanning. Mas Arief
mengajar di kampus Xiangsihu College, sementara Mbak Amalia mengajar di
kampus GXUN. Keduanya sama-sama pengajar bahasa Indonesia, dan keduanya
sama-sama lulusan UAD Yogyakarta. Seperti Bundo Aini, keduanya pun suka
memasak, khususnya masakan khas Indonesia.
Berikutnya,
ada pula trio mahasiswa Universitas Tanjungpura (Untan), Kalimantan Barat:
Lius, Restu Adeliana, dan Rizka Damayanti. Lius merupakan pemeluk agama
Buddha, Restu pemeluk agama Kristen, dan Rizka pemeluk agama Islam. Ketiganya
merupakan mahasiswa Pendidikan Bahasa Mandarin Untan yang tekun belajar dan senang
membantu. Mereka kini mendapatkan beasiswa belajar bahasa Mandarin di kampus
GXUN selama setahun.
Selain
itu, kami juga bersahabat dengan beberapa mahasiswa asal Tiongkok yang
sedikit-banyak bisa berbahasa Indonesia. Ada Hendri, mahasiswa saya asal Baise
yang sering membantu persoalan teknis di kelas. Kemudian ada Luna, mahasiswa
saya yang tekun membaca buku, dan sesekali bertanya soal kata atau istilah
bahasa Indonesia. Ada pula Lestari, Nino, Puspita, Linda, dan Lulu yang
hobinya bernyanyi lagu-lagu Indonesia.
Lantas,
ada Adit, Fajar, Wahyu, dan Rizal yang memiliki kegemaran terhadap sepak bola
dan games. Ada juga Wiwin, mahasiswa saya asal Chengdu yang agak sukar
melafalkan huruf “n” pada kata dingin yang akhirnya diucapkannya dinging. Ada
Lira, Syeki, Edwina, Rachel, Nita, Yana, dan Jinla yang begitu ekspresif
bermain peran cerita Seruling Si Kura-kura. Bahkan, kala belajar memasak
masakan Indonesia, mereka pun terlihat senang.
Pendek
kata, meskipun berbeda dalam banyak hal, namun kami tetap merasa bersaudara
dan sedapat mungkin membantu. Kami, orang Jawa (saya orang Yogyakarta-istri
Kudus), ternyata dapat bersahabat dengan sesama orang Indonesia (Lius dkk),
juga dengan orang luar negeri, seperti Malaysia (Bundo Aini) dan Tiongkok
(Hendri dkk). Apapun perbedaan di antara kami, hal itu tidak menjadi
persoalan untuk saling mengenal dan membantu.
Berprestasi Itu Pilihan
Selain
tentang saling kenal-mengenal, saya juga menjumpai ayat Allah lainnya, yaitu
tentang perubahan. Perubahan pada diri seseorang atau sebuah bangsa, tidak
akan pernah terwujud tatkala seseorang atau bangsa tadi tidak berikhtiar
untuk mewujudkannya sendiri. Beberapa orang yang kami kenal di Kota Nanning
ternyata juga berikhtiar untuk berubah ke arah yang lebih baik, atau lebih
memiliki prestasi di bidang tertentu.
Ada Pak
Kintoko yang merupakan dosen di Fakultas Farmasi UAD. Melalui cerita yang
saya dengar, beliau sempat stress karena kuliah doktornya di Guangxi Medical
University (GXMU) menggunakan bahasa Mandarin sebagai bahasa pengantar
kuliah. Mati-matian Pak Kin, begitu ia biasa disapa, belajar bahasa Mandarin.
Pak Kin kala itu dihadapkan pada dua pilihan: pulang ke Indonesia, atau tetap
belajar di GXMU? Dan, ia memilih tetap belajar di GXMU.
Ada Mbak
Sakina dan Mbak Fauzia, keduanya merupakan lulusan ITB dan berasal dari
Bandung. Kini, keduanya juga sedang melanjutkan studi master di Guangxi
University. Selanjutnya, ada Alqur’ani Jamila, S.S., lulusan Sastra Inggris
UAD, yang berencana apply beasiswa untuk program master di beberapa
universitas di Tiongkok. Ada pula Pradhika Nurul Huda, mahasiwa FE UAD yang
sedang menjalani kuliah program sandwich antara GXUN dan FE UAD.
Pak
Kintoko, Mbak Sakina, Mbak Fauzia, Mbak Mila, dan Mas Dhika merupakan
sosok-sosok yang saya kenal memiliki etos belajar dan semangat berprestasi di
bidangnya masing-masing. Selain itu, mereka juga cukup ramah, senang
membantu, dan suka humor. Saya percaya, bahwa mereka juga memiliki ilmu dan
kebajikan yang luar biasa untuk perbaikan dunia pendidikan dan penelitian di
Tanah Air. Insya Allah.
Sebagai
penutup, Tuan dan Puan saya hadiahkan dua buah pantun karangan saya, yang
intinya mengajak kita semua untuk giat belajar selagi usia masih relatif
muda. Pantun pertama, “Jalan-jalan ke
Kota Yogyakarta/ Yogya terkenal kota budaya/ Tuntutlah ilmu selagi muda/
Selagi muda banyak berkarya.” Pantun kedua, “Pasar Bringharjo ada di Yogya/ Cari kain batik tentulah ada/ Siapa
orang rajin berkarya/ Disayang Allah dan sesamanya.” Semoga! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar