Kamis, 17 Mei 2012

Pesawat Sukhoi SJ100 Korban CFIT?


Pesawat Sukhoi SJ100 Korban CFIT?
Henry JJ Sumolang ;  Pilot
SUMBER :  MEDIA INDONESIA, 16 Mei 2012


SEJAK pemberlakuan ketentuan pemasangan alat terrain awareness and warning system (TAWS) pada semua pesawat bertenaga turbin, Maret 2000, kecelakaan controlled flight into terrain (CFIT) menjadi berkurang sangat signifikan. Sejak 10 tahun terakhir bahkan tidak pernah terdengar ada pesawat modern dengan teknologi navigasi canggih menabrak gunung.

Yang dimaksud CFIT ialah pesawat terbang dengan keadaan laik terbang di bawah kendali penerbang berkualifi kasi, terbang secara tidak disengaja menuju medan rendah atau tinggi (terrain), rintangan (obstacle) atau air tanpa kesadaran dari penerbang akan datangnya bahaya tabrakan.

CFIT selalu diatributkan pada kesalahan manusia (baca: pilot). Namun, pesawat yang 
mengalami kerusakan/gangguan teknis sebelum terjadi kecelakaan tidak termasuk kecelakaan CFIT. Contohnya, kasus B737-300 Adam Air yang ‘menabrak’ lautan. Contoh lain ialah pesawat yang laik terbang, tetapi diterbangkan pembajak dan dengan sengaja ditabrakkan ke sebuah rintang an, tidak pula dapat dikategorikan sebagai CFIT.

CFIT yang selalu dikorelasikan dengan ‘human error’ telah membuat masygul para otoritas dan lembaga pener bangan dunia. Flight Safety Foundation berpartner dengan otoritas penerbangan di Amerika dan Eropa melakukan riset serta merekomendasi perbaikan sistem navigasi dan memperkuat kemampuan penerbang mengenai terrain situational awareness atau kesiagaan situasi medan rintangan untuk mengurangi kecelakaan CFIT.

Rekomendasi itulah yang kemudian mengharuskan pemasangan TAWS (sistem kesiagaan medan rintangan dan peringatan) pada setiap pesawat bertenaga turbin. Di Indonesia, beberapa tahun lalu Dirjen Perhubungan Udara telah mengharuskan ketentuan tersebut bagi seluruh pesawat beregistrasi Indonesia. Pemasangan TAWS atau pemodifikasian sistem lama akan sangat membantu pilot untuk bersiaga dengan keadaan medan rintangan yang ada di sekitarnya.

GPWS, Alat Pencegah CFIT

Ground proximity warning system (GPWS) atau sistem peringatan kedekatan pada permukaan tanah akan memberikan peringatan suara `aural' apabila pesawat mendekati permukaan tanah dengan kecepatan yang tidak lazim.
 
Apabila pesawat mendekati gunung, alat `radio altimeter' pengukur ketinggian dengan gelombang radio akan mengi rimkan sinyal kepada komputer yang akan memperhit tungkan kecepatan mendekat p pesawat ke tanah. Bila kecepatan tersebut terdeteksi tidak normal (bergantung pada konfigurasi pesawat, apakah dalam konfigurasi mendarat atau jelajah), komputer akan mengirimkan peringatan aural (hanya aural) suara digital `terrain, terrain, pull up!' agar pilot bermanuver untuk menghindari impact dengan tanah. 

Sayangnya, sistem lama ini hanya mengandalkan radio altimeter dan hanya dapat `melihat' ke bawah. Bagi gunung atau bukit yang dari kaki ke puncaknya mempunyai ketinggian bertahap (gradual), sistem ini sangat efektif. Akan tetapi apabila gunung mempunyai ketinggian curam, sistem ini sangat tidak dapat diandalkan.

Juga, kesalahan pilot di dalam ‘mengeset’ altimeter berkontribusi terhadap kelemahan sistem ini. Demikian pula tenggat reaksi bagi pilot untuk melakukan manuver keluar dari situasi mengancam ini hanya tersedia 15-20 detik sejak peringatan berbunyi.

Persoalannya, meski sudah dilengkapi GPWS, mengapa kecelakaan CFIT masih tetap terjadi? Dari hasil penelitian terhadap kecelakaan diketahui, waktu 20 detik sangat tidak memadai. Pun karena sering mengalami ‘false warning’, sistem ini akan membuat pilot berpikir apakah itu peringatan betulan atau hanya false warning? Ditambah lagi, apabila pilot merasa yakin posisi pesawatnya benar, diperlukan kurang lebih 8 sampai 10 detik bagi pilot untuk berpikir dan bereaksi, padahal itu sudah sangat terlambat. Ditemukan, hampir pada seluruh kecelakaan CFIT yang menggunakan sistem ini, semua tuas gas mesin dalam keadaan `tancap gas' saat impact, yang berarti pilot sudah sempat bereaksi untuk keluar dari situasi mengancam tadi, tapi terlambat.

Benda Ajaib EGPWS

Akibat statistik kecelakaan CFIT masih tetap tinggi, d i luncurkanlah GPWS generasi baru, yaitu enhanced ground proximity warning system (EGPWS) atau sistem peringatan kedekatan pada permukaan tanah yang diperkaya.

EGPWS mengombinasikan database kontur pemukaan bumi (terrain map database), global positioning system (GPS), database alat bantu navigasi darat dan posisinya, database bandara di seluruh dunia, pengintegrasian dengan on board flight management computer, inertial reference system, dan internal area navigation system. Pengayaan ini diperkuat lagi dengan display glass cockpit, dan sistem yang menggunakan liquefied crystal display (LCD) dengan resolusi tinggi untuk instrumentasi kokpit. Dengan kata lain, EGPWS menjadi alat ajaib yang nyaris sempurna dan sangat membantu pilot di dalam kewaspadaan terhadap rintangan yang ada di sekitar pesawatnya dan menghindari CFIT.
 
Dengan sistem yang mutakhir ini, komputer akan mengeplot peta dan gambaran keadaan rintangan (terrain) yang ada di hadapan pesawatnya pada instrumen ND (navigation display) apabila terrain on ND di-'ON'-kan.

Apabila pesawat terbang berada pada ketinggian rendah, sistem EGPWS akan memberikan peringatan `visual' melalui gambar puncak gunung tertinggi dari hijau berubah menjadi kuning. Apa bila komputer memprediksi pesawat mempunyai arah yang berpotensi akan terbang ke rintangan di depannya, muncul pering depannya, muncul peringatan aural berupa suara digital dengan intonasi rendah `caution terrain' untuk menyadarkan pilot. Seandainya pilot tidak menghiraukan peringatan pertama dan pesawat semakin mendekat pada rintangan di depan, muncul suara aural dengan intonasi sedang `terrain terrain'. Bila karena sesuatu sebab pilot masih tetap tidak menyadari dan masih tetap menurunkan pesawatnya, dan komputer memperkirakan segera akan terjadi impact, peringatan aural dengan intonasi tinggi akan berteriak `terrain terrain, pull up!' berulang kali, disertai menyalanya lampu merah di hadapan kedua pilot serta pada instrumen terbangnya akan muncul tulisan merah besar `terrain'.

Bila terjadi peringatan aural demikian, yang harus dilakukan pilot ialah bereaksi secepat kilat dengan `tancap gas' maksimum pada seluruh mesin yang ada (ibarat kendaraan mobil tancap gas sampai pedal gas mentok di lantai), menaikkan moncong pesawat semaksimal mungkin untuk menambah ketinggian pesawat secepatnya agar terhindar dari tabrakan dengan gunung.

Tidak seperti GPWS yang cuma melihat ke bawah, EGPWS mempunyai kemampuan `melihat' ke depan. Dengan mengombinasikan semua data peta gunung yang ada pada komputer, radar, posisi pesawat, dll, apabila terjadi peringatan `terrain terrain, pull up', pilot mempunyai waktu 60 detik yang sangat memadai untuk melakukan manuver menghindar. Kemampuan lain EGPWS ialah, apabila pilot tidak menyalakan terrain on ND, kemudian komputer mendeteksi ada potensi menabrak gunung, gambar gunung rintangan akan otomatis keluar (pop-out). Demikian pula apabila pilot lupa menyalakan sistem aural warning, EGPWS tetap akan `berteriak' jika terjadi keadaan bahaya tabrakan. Akan tetapi, semua kecanggihan ini sangat bergantung pada kecakapan dan kompetensi pilot dalam bereaksi. Karena itu, diperlukan pelatihan rutin bagi setiap pilot untuk melatih kemampuannya dalam menghadapi keadaan potensi CFIT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar