Indonesia,
Bangkitlah!
Heppy Trenggono ; Pemimpin Gerakan Beli Indonesia
SUMBER : KOMPAS, 31
Mei 2012
Belum lama ini bangsa Indonesia dikejutkan
oleh jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor. Kecelakaan
ini membawa kedukaan mendalam bukan hanya bagi keluarga korban, melainkan juga
bagi seluruh bangsa Indonesia. Ribuan orang terlibat dalam proses pencarian
dan evakuasi korban. Ucapan belasungkawa bahkan disampaikan langsung oleh
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.
Pemerintah Rusia, negara asal pesawat ini,
mengirimkan 78 ahli untuk membantu penyelidikan menyeluruh terhadap insiden.
Tak kurang pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin yang menyatakan akan
melakukan semua langkah investigasi dan menyatakan akan membongkar ”kejahatan”
yang bisa saja terjadi dalam kecelakaan ini.
Dalam pidatonya, Putin menyatakan Sukhoi
adalah kebangkitan Rusia. Dalam konteks ini, ketika Putin menyatakan akan
membongkar ”kejahatan” yang mungkin terjadi, semua maklum bahwa dia mencium ada
skenario yang tidak menghendaki Rusia bangkit. Di tengah tragedi Sukhoi ini,
ada sesuatu yang sangat dipahami oleh Vladimir Putin. Dia paham betul bahwa
Indonesia adalah pasar yang sangat strategis dan diinginkan oleh banyak bangsa
di dunia. Terbukti pembelian terbesar Boeing sepanjang sejarah hanya bisa
terjadi di Indonesia.
Putin juga sangat paham siapa saja pesaing
yang sedang bermain di Indonesia. Namun, sayangnya, pemahaman yang sama justru
tidak terjadi pada bangsa kita.
Masih segar dalam ingatan bagaimana sebuah
perusahaan di Tanah Air begitu bangga diri karena bisa membeli ratusan pesawat
Boeing dan dinobatkan sebagai pembeli terbesar sepanjang sejarah Boeing, yang
merupakan Amerika itu. Juga masih segar dalam ingatan kita bagaimana maskapai
penerbangan Merpati membela habis-habisan pesawat dari China, MA-60, yang pada
saat itu juga mengalami kecelakaan. Namun, tetap diikuti dengan pembelian
selanjutnya.
Hari ini, kita dikejutkan lagi dengan
kehadiran pesawat komersial dari Rusia. Tidak ada hiruk-pikuk sebelumnya, tidak
ada pemberitaan yang mencolok. Kita mengetahui hadirnya pesawat ini karena
kecelakaan yang terjadi. Kita pun kemudian mengetahui, ternyata berpuluh-puluh
pesawat Sukhoi Superjet 100 buatan Rusia ini telah siap dibeli dan beroperasi
di Indonesia.
Semua yang terjadi di depan mata kita itu
ternyata belum cukup membuat kita paham tentang apa yang sedang berlangsung.
Bangsa Indonesia membangun industri pesawat terbang sejak 1976. Ketika itu,
industri pesawat terbang kita dimulai dengan merakit pesawat-pesawat rancangan
bangsa lain.
Sukses membangun pesawat rancangan bangsa
lain, Indonesia beranjak membuat pesawat dengan cara berpartner, 50:50, dengan
CASA Spanyol. Lahirlah pesawat CN-235 yang telah memukau industri kedirgantaraan
dunia. Pada pameran Paris Airshow
tahun 1994, Indonesia berhasil memenangi kontrak pembelian sebanyak 120
pesawat, mengalahkan pesaing-pesaingnya.
Pada tahun 1980-an, China telah menyatakan
kekagumannya atas perkembangan industri kedirgantaraan kita. Mereka bahkan
sempat mengunjungi pabrik di Bandung.
Indonesia terus melangkah maju. Pada 1995
Indonesia mencatat sejarah atas keberhasilan membuat pesawat sendiri. Pesawat
canggih N-250 dengan teknologi fly-by-wire
ini sepenuhnya buatan anak-anak Indonesia. Disusul lahirnya pesawat N-2135.
Memilih Jadi Penonton
Kejayaan Indonesia dalam industri
kedirgantaraan tinggal selangkah lagi. Hingga tahun 1997, krisis ekonomi
berimbas ke negara kita. Dana Moneter Internasional (IMF) melarang Indonesia
meneruskan proyek pengembangan pesawat terbangnya. IMF juga tak mengizinkan
Indonesia membiayai order pembelian 120 pesawat yang telah diperoleh.
Ki Hadjar Dewantara pernah berkata, ”Suatu saat akan terjadi di negeri kita,
sebuah zaman kebingungan. Yaitu ketika semua orang menganggap wajar segala
sesuatu, tetapi sesungguhnya yang sedang terjadi adalah untuk kepentingan
bangsa lain.”
Pembelian besar-besaran pesawat Boeing dari
Amerika kita anggap sesuatu yang wajar, bahkan dinilai sebagai prestasi. BUMN
seperti Merpati menggunakan pesawat-pesawat MA-60 dari China juga dianggap
wajar. Bahkan, sesaat setelah kecelakaan menimpa MA-60, direksi Merpati
menyatakan, ”Kita tetap akan menggunakan pesawat MA-60 buatan China.” Tak
kurang hebatnya pembelaan yang ditunjukkan seorang menteri ketika balik
bertanya kepada para wartawan, ”Apa salahnya membeli pesawat dari China?”
Hari ini, beberapa saat setelah kecelakaan
terjadi, yang kita dengar dari seorang pembantu presiden adalah ”Kita akan
tetap menggunakan Sukhoi.” Pernyataan-pernyataan yang menunjukkan loyalitas
luar biasa!
Bangsa Indonesia hari ini lebih memilih jadi
penonton, sementara bangsa-bangsa lain jadi pemain di negeri kita. Kita tahu,
layaknya dalam permainan apa pun, piala tak akan pernah jatuh ke tangan
penonton. Bahkan, penonton yang harus selalu membayar biaya permainan. Semakin
hebat sang pemain, semakin mahal penonton harus membayar!
Kita patut bertanya, jika sikap loyal itu
bisa kita tunjukkan kepada bangsa lain, bisakah kita menunjukkan sikap yang
sama ketika berbicara tentang produk bangsa sendiri? Bisakah kita memiliki
pembelaan yang setara kepada bangsa kita sendiri?
Di dalam pesawat Sukhoi itu anak-anak bangsa
turut menjadi korban kecelakaan, termasuk seorang Direktur Pemasaran IPTN yang
sedang mengejar janji mereka untuk dapat turut membuat ekor pesawat Sukhoi yang
akan dipasarkan di negeri kita.
Ibu Pertiwi menangis. Kita tahu IPTN bukan
sanggup membuat ekor pesawat. IPTN sanggup membuat pesawat sendiri, dengan
teknologi canggih rancangan sendiri, secanggih teknologi yang sekarang
digunakan oleh Boeing dan Sukhoi.
Jika Rusia bisa menjadikan Sukhoi sebagai
salah satu simbol kebangkitannya, mengapa bangsa kita tidak? Sementara pasar
yang mereka bidik adalah pasar kita sendiri.
Namun, kebangkitan ini tidak akan lahir dari
seorang direksi, juga tidak akan lahir dari seorang menteri. Kebangkitan ini
hanya akan lahir dari kesungguhan seorang presiden. Seorang presiden yang mau
memahami bahwa IPTN bukan sekadar proyek
pembuatan pesawat terbang. Lebih dari itu, IPTN adalah sebuah proyek
kebangkitan karakter bangsa Indonesia! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar