Risk
Management Perbankan di Uni Eropa
Achmad Deni Daruri ; President Director Center for Banking Crisis
SUMBER : MEDIA
INDONESIA, 29 Mei 2012
UPAYA
Uni Eropa untuk menyelamatkan perbankan mereka dengan menciptakan dana firewall dari 500 miliar euro menjadi
700 miliar euro merupakan ongkos yang harus dibayar karena kegagalan manajemen
risiko secara makro dan mikro. IMF telah menyetujui penaikan dana sebesar
US$450 miliar dan Jepang sudah membantu sebesar US$50 miliar. Itu pun belum
menjamin bahwa risiko sistemis tidak akan terjadi lagi. Kondisi tersebut
memperlihatkan manajemen risiko belum diterapkan secara perspektif mikro
perusahaan.
Jika
semua bank menerapkan manajemen risiko secara efektif, risiko sistemis tidak
akan terjadi. Artinya, ada kesalahan dalam menerapkan manajemen risiko atau
kesalahan dalam memahami manajemen risiko itu sendiri. Manajemen risiko
mengandalkan disiplin para penggunanya dan tentunya juga kecerdasan mereka.
Clulow
(2003, p 221) mempertegas keunggulan sebuah usaha jika dibandingkan dengan
usaha lainnya dalam konteks penerapan strategi. Ia mengatakan, “A firm is said to have a competitive
advantage when it is implementing a value creating strategy not simultaneously
being implemented by any current or potential player.” Tanpa disiplin dan
kecerdasan, penerapan manajemen risiko akan menghasilkan kinerja bank yang jauh
dari sempurna seperti yang terjadi di Uni Eropa. Ada asumsi yang salah dalam
penerapan manajemen risiko tersebut.
Otoritas
pasar modal Uni Eropa gagal membaca hal itu. Dengan beragamnya negara yang
tergabung dalam Uni Eropa, risiko perbankan juga sangat beragam. Akan sulit
menerapkan satu panduan yang sama dalam konteks manajemen risiko bagi seluruh
bank di Uni Eropa. Hal itu lebih karena adanya pengaruh ekonomi politik yang
berbeda-beda di setiap negara.
Partai
yang berkuasa juga berbeda-beda untuk setiap negara sehingga konsep manajemen
risiko perbankan yang ditawarkan juga sangat beragam. Masyarakat awam melihat
manajemen risiko seperti sebuah kesatuan yang tidak berbeda. Namun dalam
implementasinya itu memiliki spektrum yang sangat luas, termasuk dalam konteks
pemahamannya. Sebelum krisis perbankan 2008 terjadi, secara keseluruhan bank
telah membuat kemajuan yang patut dipertimbangkan dalam pengumpulan dan
penggunaan data kerugian internal, yang dilakukan pada 2002.
Tidak
hanya itu. Frekuensi kerugian internal hanya sebesar 20 ribu euro atau lebih
bervariasi secara signifikan di berbagai daerah pada saat data diskalakan
dengan berbagai indikator eksposur. Meskipun variasi regional dalam frekuensi
kerugian disebutkan di atas, ada beberapa konsistensi dalam distribusi
keparahan dari kerugian operasional di seluruh daerah. Data skenario yang
dimiliki sebagian besar bank memperpanjang ekor dari distribusi kerugian di
luar titik tempat mereka telah mengalami kerugian internal.
Di
banyak bank, jumlah skenario besar yang lebih besar dari 10 juta euro ada
sekitar 20 kali lebih besar daripada jumlah kerugian internal yang lebih besar
daripada jumlah ini. Walaupun sejumlah skenario besar secara signifikan
melebihi jumlah kerugian internal yang besar, frekuensi kerugian besar tersirat
oleh skenario. Bank-bank dengan pengukuran tingkat yang lebih teliti memiliki
frekuensi yang lebih tinggi atas kerugian internal yang lebih besar dari 100
ribu euro daripada bank lainnya, bahkan ketika data diskala dengan indikator
eksposur. Beberapa perbedaan itu dapat menjelaskan fakta bahwa bank-bank dengan
pengukuran yang lebih teliti umumnya lebih besar dan lebih kompleks, dengan
proses yang lebih matang untuk mengumpulkan data kerugian.
Risikonya,
modal risiko operasional untuk bank-bank lainnya lebih tinggi jika dibandingkan
dengan bank-bank yang melakukan pengukuran lebih teliti, terlepas dari
indikator eksposur digunakan untuk penskalaan. Untuk bank-bank dengan
pengukuran yang lebih teliti, rasio modal risiko operasional terhadap
pendapatan kotor (10,8%) adalah signifikan di bawah alpa untuk basic indicator approach (15%) dan juga
di bawah kisaran beta untuk standardised approach (12%-18%). Selain itu, jumlah
modal relatif terhadap frekuensi kerugian besar umumnya lebih tinggi pada
bank-bank lainnya daripada di bank-bank yang melakukan pengukuran lebih teliti.
Setelah
krisis 2008, ternyata semua ukuran kerugian itu sangatlah kecil, misalnya bila
dibandingkan dengan kebutuhan dana fi rewall perbankan yang mencapai perkiraan
700 miliar euro. Itu semua memperlihatkan tidak tertangkapnya potensi kerugian
oleh sistem manajemen risiko di perbankan Uni Eropa selama ini. Artinya,
kesalahan utama manajemen risiko perbankan di Uni Eropa ialah dalam penentuan
asumsi distribusi pada model manajemen risiko.
Asumsi
distribusi mendukung sebagian besar, jika tidak semua, pendekatan pemodelan
risiko operasional dan umumnya dibuat untuk frekuensi serta tingkat keparahan
suatu peristiwa kerugian risiko operasional. Salah satu pertimbangan dalam
pilihan distribusi yang dimiliki suatu bank ialah keberadaan dan ukuran ambang
atas saat data diambil dan dimodelkan.
Dengan
belajar dari kesalahan manajemen risiko perbankan di Uni Eropa, bank harus
memiliki kebijakan standar yang mengidentifikasi ketika terjadi kehilangan atau
suatu peristiwa dicatat dalam database peristiwa kerugian internal (atau
eksternal) yang juga harus dimasukkan ke perhitungan data set. Pengecualian terhadap kebijakan tersebut harus dibatasi.
Selain itu, bank harus mengikuti proses yang baik yang ditentukan,
didokumentasikan, dan dapat dilacak untuk penyeleksian, memperbarui dan
mengkaji distribusi probabilitas serta mengestimasi parameternya.
Proses
ini harus mengarah ke pilihan yang konsisten dan jelas, terutama diselesaikan
untuk menangkap profil risiko dengan benar di bagian ekor.
Akhirnya, teknik untuk menentukan distribusi kerugian agregat harus memastikan tingkat kecukupan presisi dan stabilitas pengukuran risiko. Pengukuran risiko harus monoton, masuk akal, dan dilengkapi informasi tentang tingkat akurasi.
Akhirnya, teknik untuk menentukan distribusi kerugian agregat harus memastikan tingkat kecukupan presisi dan stabilitas pengukuran risiko. Pengukuran risiko harus monoton, masuk akal, dan dilengkapi informasi tentang tingkat akurasi.
Mudah-mudahan
perbankan nasional belajar dari kesalahan penerapan secara mikro manajemen
risiko perbankan di Uni Eropa. Firewall
yang diciptakan perekonomian Uni Eropa akan memerlukan dana yang lebih besar
lagi. Itu tidak hanya seperti yang dikatakan mantan Presiden Bank Dunia Robert
Zoellick bahwa ongkos tersebut akibat keragu-raguan Uni Eropa dalam menentukan
besarnya dana untuk firewall, tetapi
juga akibat kelemahan manajemen risiko mereka sendiri. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar