Menggugat
Rezim Baru Zakat
Yusuf Wibisono ; Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEUI
SUMBER : KORAN
TEMPO, 31 Mei 2012
Tanpa hiruk-pikuk yang berarti, DPR
mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pada 27
Oktober 2011, menggantikan UU Nomor 38/1999. Disahkannya undang-undang ini
berdampak luas pada dunia filantropi Islam nasional yang dalam tiga dekade
terakhir menunjukkan perkembangan yang sangat menjanjikan.
Di bawah undang-undang baru ini, rezim
pengelolaan zakat nasional mengalami perubahan drastis di mana pemerintah
melakukan sentralisasi pengelolaan zakat nasional melalui Badan Amil Zakat
Nasional (Baznas) yang didirikan dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota di
mana Baznas di setiap tingkatan dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
hingga ke tingkat kelurahan. Pada saat yang sama, partisipasi masyarakat sipil
dalam pengelolaan zakat nasional melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ), yang dalam
rezim UU Nomor 38 Tahun 1999 diakomodasi secara luas, kini dimarginalkan.
Kehadiran UU Nomor 23/2011 ini merupakan
langkah mundur dan sangat berpotensi melemahkan dunia zakat nasional mendatang
yang saat ini sangat ditopang oleh LAZ, yang dikelola oleh masyarakat sipil.
Dengan pengelolaan zakat secara profesional-modern berbasis prinsip manajemen
dan tata kelola yang baik, zakat nasional mengalami kebangkitan di tangan LAZ.
Melalui gerakan sadar zakat kepada publik secara luas, inisiatif pengelolaan
zakat secara kolektif, dan pendayagunaan zakat secara produktif oleh LAZ,
potensi zakat nasional mulai tergali dengan dampak yang semakin signifikan dan
meluas.
Marginalisasi Masyarakat Sipil
Marginalisasi LAZ dalam UU Nomor 23/2011
sangat jelas dan eksplisit. undang-undang mengamanatkan bahwa yang memiliki
kewenangan atas pengelolaan zakat nasional hanya Baznas, sedangkan pendirian
LAZ oleh masyarakat hanya sekadar membantu Baznas. Lebih jauh lagi, pendirian
LAZ direstriksi secara ketat, di mana restriksi yang sangat krusial adalah
keharusan LAZ didirikan oleh ormas Islam. LAZ yang sekarang sudah dikukuhkan
memang tetap diakui dalam undang-undang ini, namun maksimal dalam 5 tahun
mereka diharuskan menyesuaikan diri dengan undang-undang baru, artinya harus
mengikuti persyaratan pendirian LAZ baru jika ingin pengukuhannya tidak dicabut
oleh Menteri Agama. Pasal ini sangat potensial digunakan untuk melemahkan
bahkan "membunuh" LAZ, karena lembaga-lembaga besar saat ini tidak
berafiliasi dengan ormas Islam.
Undang-Undang Nomor 23/2011 juga menerapkan
persyaratan pendirian LAZ harus mendapat rekomendasi dari Baznas. Padahal,
berdasarkan undang-undang ini, Baznas juga menyandang status sebagai operator
zakat nasional, status yang sama sebagaimana halnya dengan LAZ. Hal ini secara
jelas menimbulkan conflict of interest: Baznas memiliki motif, insentif,
dan kewenangan untuk menjegal pendirian LAZ baru yang berpotensi menjadi
pesaingnya. Lebih jauh lagi, LAZ yang tetap beroperasi tanpa izin, meski
mendapat kepercayaan luas dari masyarakat, terancam dikriminalkan oleh
undang-undang ini yang melarang LAZ yang beroperasi tanpa izin dari pejabat
yang berwenang dan memberi ancaman pidana penjara dan/atau pidana denda bagi LAZ
ilegal.
Seluruh hal di atas secara jelas
kontraproduktif dengan upaya peningkatan kinerja zakat nasional, khususnya
dalam upaya mengoptimalkan potensi dana filantropi Islam yang besar untuk
penanggulangan kemiskinan. Kinerja penghimpunan dan pendayagunaan dana zakat
lebih banyak ditentukan oleh legitimasi dan reputasi lembaga pengumpul, bukan
oleh sentralisasi kelembagaan oleh pemerintah. Kinerja zakat nasional di
Indonesia terbukti justru meningkat setelah dikelola oleh masyarakat sipil yang
kredibel. Undang-Undang Nomor 23/2011 ini berpotensi melanggar Pasal 28 C ayat
(2) UUD 1945 di mana LAZ sebagai badan hukum publik memiliki hak untuk turut
membangun masyarakat.
Superioritas Negara
Rezim baru zakat nasional juga memberi privilege
secara luar biasa kepada Baznas. Ketika LAZ mendapat persyaratan pendirian yang
ketat, hal yang sama tidak diterapkan kepada Baznas, hanya karena ia adalah
operator zakat bentukan pemerintah. Bahkan pendirian Baznas menjadi amanat
undang-undang. Ketika LAZ dihadapkan kepada disiplin pasar yang tinggi karena
kelangsungan operasionalnya sepenuhnya bergantung pada zakat yang dihimpun,
Baznas mendapat pembiayaan dari APBN dan APBD, serta tetap berhak menggunakan
zakat untuk kegiatan operasionalnya, yaitu hak amil.
Meskipun undang-undang menyatakan bahwa
Baznas adalah lembaga pemerintah non-struktural, pendirian Baznas secara jelas
mengikuti struktur pemerintah dari tingkat pusat hingga kelurahan. Jika
mengikuti amanat undang-undang, ke depan selain Baznas di tingkat pusat akan
terdapat 33 Baznas provinsi dan 502 Baznas kabupaten/kota. Jika Baznas di
setiap tingkatan membentuk UPZ dengan mengikuti struktur pemerintahan, akan
terdapat 6.636 UPZ tingkat kecamatan dan 76.155 UPZ kelurahan/desa.
Dengan konsep sentralisasi pengelolaan zakat
versi Kementerian Agama dengan Baznas yang didirikan mengikuti struktur
administrasi pemerintahan, jumlah operator zakat menjadi sangat besar dan
secara jelas mengindikasikan inefisiensi dunia zakat nasional terkait
penghimpunan dana zakat yang relatif masih kecil. Pengelolaan zakat nasional
menjadi tidak efisien karena mayoritas operator beroperasi pada skala usaha
yang terlalu kecil. Pada 2010, penghimpunan dana zakat Baznas, 33 Bazda
provinsi, dan 447 Bazda kabupaten/kota hanya mencapai Rp 865 miliar, atau
secara rata-rata masing-masing BAZ hanya mengelola dana kurang dari Rp 2 miliar
per tahun.
Berbagai ketentuan di atas secara jelas
bersifat diskriminatif, di mana tidak terdapat kesetaraan perlakuan di antara
sesama warga negara di hadapan hukum. Secara teknis-ekonomi, diskriminasi yang
dilakukan UU Nomor 23/2011 terhadap LAZ, dengan memberikan berbagai privilege
kepada Baznas sebagai operator zakat bentukan pemerintah, telah menciptakan level
of playing field yang tidak sama di antara sesama operator zakat nasional.
Karena itulah, UU Nomor 23/2011 ini juga berpotensi melanggar Pasal 28 D ayat
(1) Undang-Undang Dasar 1945, di mana LAZ berhak atas perlakuan yang sama di
hadapan hukum.
Arah Reformasi
Peran negara dalam pengelolaan zakat
semestinya difokuskan pada perlindungan bagi warga negara yang membayar zakat
dan mencegah penyalahgunaan dana zakat, serta mendorong praktek masyarakat
sipil yang sudah berjalan baik dengan memfasilitasi sektor filantropi Islam
untuk perubahan sosial dan memberi insentif bagi perkembangan dunia zakat
nasional. Terlebih dengan kondisi birokrasi saat ini, yang dipersepsikan lemah
dan korup, sentralisasi pengelolaan zakat nasional oleh UU Nomor 23/2011 jelas
merupakan kebijakan yang tidak bijak.
Di masa mendatang, rezim desentralisasi
pengelolaan zakat sebagaimana diterapkan UU Nomor 38/1999 semestinya
dipertahankan. Yang perlu diperkuat adalah tata kelola pengelolaan zakat
nasional, yaitu dengan mendirikan otoritas zakat yang kuat dan kredibel,
katakan Badan Zakat Indonesia (BZI), yang akan memiliki kewenangan regulasi dan
pengawasan terhadap seluruh organisasi pengelola zakat (OPZ), baik Baznas
maupun LAZ, di tiga aspek utama, yaitu kepatuhan syariah, transparansi dan
akuntabilitas keuangan, serta efektivitas ekonomi dari pendayagunaan dana
zakat.
Di masa mendatang, BZI harus memperkuat
konsolidasi OPZ dengan memperketat pendirian OPZ baru, mendorong konsolidasi
melalui merger/akuisisi antar OPZ, serta penurunan status OPZ dengan kinerja
rendah, yaitu penghimpunan dana di bawah Rp 5 miliar per tahun, menjadi UPZ.
Lebih jauh lagi, BZI juga dapat mengarahkan OPZ untuk melakukan spesialisasi:
OPZ dengan penghimpunan dana di atas Rp 250 miliar per tahun sebagai OPZ
nasional sekaligus OPZ jangkar, Rp 50-250 miliar sebagai OPZ fokus program
pendayagunaan, dan di bawah Rp 50 miliar sebagai OPZ fokus wilayah.
Terakhir, perlu digagas kemitraan
pemerintah-OPZ untuk akselerasi penanggulangan kemiskinan. Kemitraan dapat
berupa pemberian hibah (block-grant) ataupun kontrak penyediaan jasa sosial
(specific-grant). Pemerintah dapat menerapkan kriteria dan persyaratan (eligibility
criteria) bagi OPZ penerima dana program penanggulangan kemiskinan, seperti
transparansi finansial, efektivitas pendayagunaan, dana dan kesesuaian dengan
prioritas nasional/daerah. ●
Halo semuanya, Nama saya Siska wibowo saya tinggal di Surabaya di Indonesia, saya seorang mahasiswa, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman untuk sangat berhati-hati karena ada banyak perusahaan pinjaman penipuan dan kejahatan di sini di internet , Sampai saya melihat posting Bapak Suryanto tentang Nyonya Esther Patrick dan saya menghubunginya melalui email: (estherpatrick83@gmail.com)
BalasHapusBeberapa bulan yang lalu, saya putus asa untuk membantu biaya sekolah dan proyek saya tetapi tidak ada yang membantu dan ayah saya hanya dapat memperbaiki beberapa hal yang bahkan tidak cukup, jadi saya mencari pinjaman online tetapi scammed.
Saya hampir tidak menyerah sampai saya mencari saran dari teman saya Pak Suryanto memanggil saya pemberi pinjaman yang sangat andal yang meminjamkan dengan pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp200.000.000 dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau tekanan dengan tingkat bunga rendah 2 %. Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa rekening bank saya dan menemukan bahwa nomor saya diterapkan langsung ditransfer ke rekening bank saya tanpa penundaan atau kekecewaan, segera saya menghubungi ibu melalui (estherpatrick83@gmail.com)
Dan juga saya diberi pilihan apakah saya ingin cek kertas dikirim kepada saya melalui jasa kurir, tetapi saya mengatakan kepada mereka untuk mentransfer uang ke rekening bank saya, karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres atau penundaan.
Yakin dan yakin bahwa ini asli karena saya memiliki semua bukti pemrosesan pinjaman ini termasuk kartu ID, dokumen perjanjian pinjaman, dan semua dokumen. Saya sangat mempercayai Madam ESTHER PATRICK dengan penghargaan dan kepercayaan perusahaan yang sepenuh hati karena dia benar-benar telah membantu hidup saya membayar proyek saya. Anda sangat beruntung memiliki kesempatan untuk membaca kesaksian ini hari ini. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman, silakan hubungi Madam melalui email: (estherpatrick83@gmail.com)
Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (siskawibowo71@gmail.com) jika Anda merasa kesulitan atau menginginkan prosedur untuk mendapatkan pinjaman
Sekarang, yang saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman bulanan yang saya kirim langsung ke rekening bulanan Nyonya seperti yang diarahkan. Tuhan akan memberkati Nyonya ESTHER PATRICK untuk Segalanya. Saya bersyukur