Media
dan Bahaya Transkultural
Saleh Partaonan Daulay ; Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah
SUMBER : REPUBLIKA,
29 Mei 2012
Secara
sepintas, media in formasi hanyalah elemen pendukung suatu kebudayaan. Namun
demikian, bidang ini sangat berperan dalam menentukan arah dan perkembangan
peradaban manusia. Apalagi, kemajuan teknologi informasi telah mengalami
lompatan-lompatan yang mengagumkan.
Penemuan
microchip pada 90-an telah mendorong
perkembangan teknologi komputer dan multimedia secara pesat. Perkembangan
teknologi demikian merupakan kekuatan yang memungkinkan diperolehnya informasi
tentang berbagai fenomena yang terjadi hampir di seluruh dunia dalam waktu yang
singkat.
Perkembangan
teknologi, secara tidak langsung telah menghapus wacana dominasi dan hegemoni
kebudayaan Barat terhadap kebudayaan Timur, yang selama ini dikhawatirkan
kalangan umat Islam. Sebagai gantinya, muncul momok yang lebih menakutkan yaitu
siapa yang menguasai teknologi dan informasi, maka merekalah yang akan
memengaruhi dan “menentukan arah“ perjalanan masyarakat dan peradaban global.
Deviasi Kultural
Secara
eksplisit, pengaruh perkembangan teknologi informasi itu telah banyak dirasakan
oleh masyarakat Indonesia. Realitas masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan
sedang terjadinya deviasi kultural yang sangat sistematis hampir dalam semua
dimensi kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, maupun agama. Meningkatnya
angka kriminalitas dan memburuknya moral anak bangsa merupakan ekspresi konkret
dari gejala deviasi tersebut.
Bila
dicermati, fenomena patologi sosial tersebut sangat terkait dengan arus
transformasi budaya global dari berbagai belahan dunia yang masuk secara bebas
dan antifilterisasi. Sebagai contoh, budaya pop yang lagi “ngetren“ di dunia
Barat, sekarang sudah mewabah di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Akibat
sosial dari arus ini adalah tergerakkannya kebudayaan menjadi salah satu subjek
gerakan industrialisasi. Tidaklah mengherankan bilamana pelaku budaya pop,
seperti pegiat film dan penyanyi, menjadi figur baru di tengah konstelasi
sosial masyarakat Indonesia.
Kehadiran
mereka sebagai patron dalam kehidupan budaya telah membius masyarakat sekaligus
menenggelamkannya dalam mimpi-mimpi imaginal yang sangat tidak rasional.
Masyarakat penikmat kebudayaan di-reifikasi sedemikian rupa menjadi sebuah
komoditas industri yang berorientasi materialisme dan hedonisme.
“Wajah
seram“ materialisme dan hedonisme terlihat dengan jelas dari hasil produksi
budaya pop yang setiap hari hadir di rumah-rumah masyarakat Indonesia melalui
siaran televisi. Tayangan vulgar berupa pornografi, pornoaksi, dan juga
gemerlapnya kehidupan para selebriti sudah menjadi santapan sehari-hari
masyarakat Indonesia tanpa memandang usia dan strata sosial. Begitu juga dengan
tayang mistik.
Televisi
bukanlah satu-satunya media yang potensial dalam mengubah world view umat Islam. Dibandingkan televisi, media internet jauh
lebih berbahaya.
Revolusi teknologi media internet menawarkan cara baru dalam berkomunikasi yang menembus jarak, ruang, dan waktu. Dunia nyata kini telah diganti dengan dunia maya. Jutaan bahkan miliaran informasi dapat diakses secara bebas dari seluruh penjuru dunia oleh siapa saja.
Revolusi teknologi media internet menawarkan cara baru dalam berkomunikasi yang menembus jarak, ruang, dan waktu. Dunia nyata kini telah diganti dengan dunia maya. Jutaan bahkan miliaran informasi dapat diakses secara bebas dari seluruh penjuru dunia oleh siapa saja.
Langkah Antisipatif
Deviasi
kultural akibat infilterisasi media merupakan tantangan terbesar umat Islam.
Saat ini, umat Islam sedang menghadapi dua peperangan yang cukup dahsyat yaitu
perang tanpa wujud (silent war) dan
perang pemikiran (ghaz alfikr).
Perang ini jauh lebih berbahaya dari perang terbuka karena ia langsung menusuk
dan menyentuh alam pikiran umat Islam. Di samping itu, dalam peperangan jenis
ini kita sangat sulit untuk menentukan siapa kawan dan siapa lawan.
Menghadapi
bahaya negatif perkembangan teknologi informasi ini, umat Islam tidak boleh
berpangku tangan. Karenanya, diperlukan kontinuitas dalam mengevaluasi dan
merekonstruksi perkembangan teknologi informasi agar tetap sesuai dengan
panduan doktrinalnya, yaitu Alquran dan hadis. Sejalan dengan itu, ada beberapa
langkah yang dapat ditempuh umat Islam dalam mengantisipasi bahaya tersebut.
Pertama,
memberikan pencerahan kepada generasi muda Islam tentang dampak positif dan
negatif dari teknologi informasi. Cara ini diharapkan dapat membangun
kemandirian dalam menyaring informasi yang ditawarkan oleh berbagai media yang
ada.
Kedua,
merangsang para seniman dan budayawan Muslim Indonesia agar semakin giat
berkreativitas dalam menyusun program-program hiburan yang bernuansa Islam.
Ketiga, umat Islam harus mampu memenangkan persaingan dalam penguasaan
informasi global.
Menurut
Ziauddin Sardar (1988), penguasaan informasi sangat diperlukan terutama untuk
menciptakan keselarasan hidup. Dan, capaian keselarasan hidup itu hanya akan
mungkin bila masyarakat Muslim menjadi produk dan pengguna dari informasi itu
sendiri.
Keempat,
umat Islam harus berani meluruskan berbagai penyalahgunaan media informasi agar
tetap sesuai dengan panduan doktrinalnya, yaitu Alquran dan hadis.
Agar
langkah-langkah itu dapat berfungsi secara efektif, umat Islam diharapkan dapat
menghimpun segala kekuatan yang dimiliki untuk selanjutnya melakukan aksi-aksi
nyata dalam memproteksi masyarakat Muslim Indonesia.
Oleh
karena besarnya tantangan yang sedang dihadapi maka kita harus proaktif
terlibat di dalamnya secara bersama-sama. Hanya dengan cara inilah, umat Islam
dapat bersaing dengan umat lain dalam mengelola sumbersumber informasi yang
selalu dibutuhkan oleh setiap manusia.●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar