Skandal
Century dan Tugas Bersejarah KPK
Bambang Soesatyo ; Anggota Timwas Kasus Bank Century Komisi III DPR
SUMBER : MEDIA
INDONESIA, 30 Mei 2012
Bandingkan dengan artikel Bambang Soesatyo di SUARA MERDEKA, 25
Mei 2012 :
PENUNTASAN
skandal Bank Century akan menjadi tonggak baru sejarah penegakan hukum. Maka,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menanggapi pekerjaan itu sebagai tugas
bersejarah. Sangat penting bagi semua pihak untuk ikut memelihara konsistensi
dan keberanian KPK.
Stagnasi
proses hukum megaskandal Bank Century bukan disebabkan bukti-bukti permulaan
yang sudah berantakan, melainkan hambatan yang justru muncul dari kekuatan
kekuasaan tak terlihat, yang diduga membuat KPK berpikir dua kali untuk
menuntaskannya.
Skandal
keuangan terbesar pascareformasi tersebut memang tergolong kasus ‘ngeringeri
sedap’. Ngeri karena bakal berhadapan dengan jantung kekuasaan dan dapat
mengakibatkan serangan balik yang mengancam jabatan siapa pun yang
menyentuhnya. Sedap karena siapa pun yang mampu menuntaskannya akan tercatat
dalam sejarah penegakan hukum negeri ini dengan tinta emas.
Mengambinghitamkan
masalah bukti permulaan sama sekali tidak beralasan. Buktibukti permulaan kasus
ini masih utuh, alias tidak berantakan. Bahkan terus bertambah. Sembilan temuan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit investigatif, ditambah 13 temuan BPK
melalui audit forensik plus hasil pemeriksaan Pansus DPR, menjadikan bukti
permulaan kasus itu sangat komprehensif.
Institusi
negara yang terlibat dalam skandal tersebut sangat jelas, dari Bank Indonesia,
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), hingga Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS). Siapa saja yang memimpin institusi-institusi itu pun sudah menjadi fakta
terbuka. BI kala itu dipimpin Boediono yang kini menjabat wakil presiden.
Adapun KSSK dipimpin mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Semuanya tercatat
dalam dokumen DPR maupun dokumen BPK.
Skandal
Bank Century memang bermuatan kepentingan sempit orang-orang kuat. Selain
kepentingan, skandal yang sama juga memuat cerita tentang perilaku orang-orang
kuat itu melanggar hukum, menyalahgunakan kekuasaan, dan merampok uang negara.
Pun memuat cerita tentang bagaimana orang-orang kuat itu membuat sejumlah
skenario untuk menutup-nutupi perilaku korup mereka.
Penuntasan
skandal Bank Century merupakan tugas bersejarah bagi KPK, karena pada akhirnya
sejarah memang akan mencatatnya sebagai tonggak baru riwayat penegakan hukum di
negara ini. Mengapa? Karena penuntasan skandal ini akan menimbulkan efek jera
yang luar biasa dan sangat dahsyat.
Oleh
karena KPK sedang menghadapi kekuatan sangat besar, sangat penting bagi semua
elemen masyarakat untuk proaktif menjaga independensi, konsistensi, dan
keberanian KPK. Pengawasan oleh publik akan mempersempit ruang gerak
unsur-unsur yang ingin memperlemah KPK.
Baru-baru
ini Ketua KPK Abraham Samad mengaku kesulitan menangani kasus Bank Century. Dia
menggambarkan status kasus Century sebagai TKP (tempat kejadian perkara) yang
sudah hancur berantakan. Tetapi, dia juga menegaskan, “Kami perlu waktu untuk
melakukan penyidikan.“
Bagaimana
idealnya menyikapi dan memaknai pernyataan Ketua KPK itu? Ada cukup alasan
untuk memaknai rangkaian kata-kata yang meluncur dari Ketua KPK sebagai
pernyataan bersayap. Makna pertama, dia belum mau menye rah untuk menuntas kan
kasus Century. Kedua, dia mengingatkan semua orang agar jangan membiarkan kasus
itu lenyap ditelan waktu, dan karena itu isunya harus selalu dibuat bergema.
Ketiga,
pesan bahwa dia mengalami hambatan internal yang sangat serius. Karenanya,
kritik kepada KPK harus berkelanjutan. Keempat, dalam menyikapi skandal
Century, pimpinan memang tidak kompak. Tidak semua pimpinan KPK berkemauan
menuntaskan proses hukum skandal Bank Century.
Komprehensif
TKP
maupun barang bukti untuk skandal Bank Century sama sekali tidak berantakan. Bahkan,
sebagian besar bukti sudah diserahkan ke KPK. Kesimpulan dari keseluruhan
proses hukum kasus ini hanya satu; KPK sudah seharusnya menaikkan status kasus
Century menjadi penyidikan terhadap sejumlah nama tersangka yang bahkan
direkomendasikan oleh Sidang Paripurna DPR.
Kalau
ada kemauan kuat, KPK hanya cukup mengacu pada hasil audit investigatif dan
audit forensik BPK, plus hasil pemeriksaan Panitia Khusus (Pansus) DPR. Menurut
audit investigatif BPK per 2008, bailout Bank
Century melanggar sejumlah ketentuan. Antara lain, Bank Indonesia (BI) tidak
tegas dan tidak hati-hati menerapkan aturan akuisisi, BI tidak segera bertindak
tegas atas pelanggaran Bank Century pada 2005-2008, pun BI diduga mengubah
persyaratan rasio kecukupan modal (CAR) agar Bank Century bisa memperoleh
fasilitas pendanaan jangka pendek.
Selain
itu, keputusan KSSK dalam menangani Bank Century tidak mengacu pada data yang
lengkap, mutakhir, dan terukur. Bahkan, Kelembagaan Komite Koordinasi saat
penyerahan Bank Century pada 21 November 2008 belum dibentuk berdasarkan UU.
Juga masih menurut BPK, LPS diduga merekayasa peraturan agar Bank Century
memperoleh tambahan dana. Lalu, selama Century dalam pengawasan khusus, ada
penarik an dana Rp938,6 miliar yang melanggar aturan BI. Bahkan, dana talangan
disalahgunakan oleh Robert Tantular.
Berlanjut
ke audit forensik, BPK melaporkan ada belasan temuan berupa sejumlah transaksi
tidak wajar yang merugikan negara dan masyarakat.
Misalnya,
penggelapan hasil penjualan US Treasure Strips hak Bank Century sebesar
US$29,77 juta, yang berakibat membebani penyertaan modal sementara (PMS).
Selain itu, dana kredit kepada 11 debitur tidak digunakan sesuai tujuan
pemberian kredit.
Hasil
penjualan aset eks jaminan kredit sebesar Rp58,31 miliar dan Rp 9,55 miliar pun
tidak disetor ke Bank Century. Ada juga temuan tentang penambahan rekening
sebuah perusahaan sebesar Rp23 miliar tanpa ada aliran dana yang masuk ke Bank
Century. Sebaliknya, terjadi aliran dana dari Bank Century sebesar Rp465,10
miliar kepada perusahaan yang sama, yang berakibat merugikan Bank Century dan
membebani PMS.
Temuan
dari dua metode audit itu terbilang cukup komprehensif dan layak sebagai acuan
untuk melaksanakan penyidikan. Secara keseluruhan, skandal Bank Century
mengindikasikan terjadinya pelanggaran hukum, penyalahgunaan wewenang oleh
sejumlah pejabat negara, serta kerugian negara.
Institusi
negara yang terlibat dalam skandal itu sangat jelas, dari institusi BI, KSSK,
hingga LPS. Siapa saja yang memimpin institusi-institusi itu pun sudah menjadi
fakta terbuka. Jadi, bukti serta catatan-catatan tentang skandal ini sama
sekali tidak berantakan. Kalau dibutuhkan, KPK tinggal berkoordinasi saja
dengan DPR dan KPK.
Sejak
dulu sampai sekarang, hampir semua institusi negara punya satu penyakit atau
masalah yang sama, yaitu enggan dan malas menindaklanjuti temuan-temuan BPK
tentang penyimpangan atau kesalahan dalam pengelolaan keuangan negara. Bahkan
rekomendasi BPK kepada institusi penegak hukum atas semua temuan penyimpangan
itu tidak mendapat respons yang optimal. Jangan sampai KPK pun terjangkit
penyakit yang satu ini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar