Selasa, 22 Mei 2012

Momen Kebangkitan Rakyat Desa


Momen Kebangkitan Rakyat Desa
Sumaryoto ; Ketua Dewan Pakar Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI),
Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan
SUMBER :  SUARA MERDEKA, 21 Mei 2012


BILA dulu, 20 Mei 1908, kebangkitan nasional dimaknai sebagai bangkitnya wawasan kebangsaan, pemikiran, atau gagasan untuk bersatu, menanggalkan perjuangan bersifat kedaerahan, menjadi satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa yang kemudian melahirkan Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928, dan berujung pada proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, kini bagaimana kita memaknai Harkitnas?

Tidak berlebihan kiranya bila kita maknai Harkitnas sebagai momentum bagi rakyat di pelosok desa untuk bersama-sama bangkit membangun NKRI. Harkitnas kita maknai sebagai hari kebangkitan rakyat desa (harkitdes). Dari sekitar 230 juta rakyat Indonesia, 80 persen tinggal di desa yang jumlahnya sekitar 5.000 desa di seluruh Indonesia. Bila semua rakyat desa bangkit maka menjadi kekuatan luar biasa. Indonesia mengalami Harkitnas II setelah Harkitnas I pada 20 Mei 1908.

Seperti disitir Prof Dr Haryono Suyono, hari-hari menjelang dan sesudah Harkitnas ditandai banyaknya rakyat pedesaan tingkat kabupaten dan kota bangkit secara gegap-gempita. Di Kabupaten Bangli, Bali misalnya, seraya memperingati ulang tahun ke-808 daerah itu, bupati meluncurkan program pemberdayaan keluarga berbasis banjar di seluruh desa dan pedukuhan. Program ini sekaligus penjabaran Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Tujuan utamanya mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan melaksanakan secara tuntas program Millennium Development Goals (MDG’s) yang seyogianya tuntas pada 2015.

Pada tahap awal, banjar sebagai suatu lembaga pedesaan tradisional di Bali dijadikan pos pemberdayaan keluarga (posdaya) yang dinamis. Program utamanya menyegarkan kembali budaya gotong-royong. Lantas, diciptakan pendekatan unik di mana keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera III plus dipadukan dalam kebersamaan sebagai nyama anyar atau saudara baru yang saling peduli mengentaskan dari kemiskinan. Kalau perlu, mereka dibantu dengan jasa pinjaman dari bank untuk membangun usaha ekonomi mikro.

Dalam skala tingkat provinsi, hal serupa dilakukan di Sumatera Barat. Gubernur didukung sejumlah perguruan tinggi mendeklarasikan pembangunan posdaya di seluruh nagari dan jorong-jorong. Posdaya yang sebagian telah terbentuk di berbagai kabupaten dan kota itu menjadi forum silaturahmi dan pusat pendorong motivasi masyarakat.

Untuk mempersiapkan dukungan yang luas, enam rektor perguruan tinggi lengkap dengan jajaran LPM-nya mengikuti pelatihan instruktur untuk segera bergerak membantu camat dan aparat nagari membentuk posdaya. Program yang dicanangkan berupa aktivitas kesehatan masyarakat agar penduduk Sumbar sehat dan berumur panjang. Dengan badan yang sehat, mereka tentu aktif berpartisipasi dalam pembangunan.

Maju

Seandainya apa yang dilakukan di Bangli dan Sumbar itu dicontoh daerah-daerah lain, dengan memberdayakan dan membangkitkan rakyat pedesaan, niscaya Indonesia yang maju dan sejahtera bukan sekadar mimpi belaka. Indonesia akan benar-benar bangkit.
Tahun 2012 ini hendaknya dijadikan momentum bagi rakyat pedesaan di Indonesia untuk bangkit dan mengentaskan diri dari kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan. Apalagi tahun ini DPR akan mengesahkan RUU Desa, yang menjadi payung hukum bagi keberadaan desa di seluruh Indonesia.

Undang-Undang Desa tersebut kelak akan memperkuat otonomi desa, dan otonomi desa membutuhkan berbagai prakarsa lokal, gerakan bersama, komitmen politik, dan kebijakan pemerintah. Apa yang terjadi di Bangli dan Sumbar merupakan prakarsa lokal, dan bila hal ini diikuti daerah-daerah lain, sekali lagi Indonesia benar-benar bangkit yang ditopang oleh kebangkitan rakyat desa.

Dalam konteks ini, selaku Ketua Dewan Pakar Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), penulis mengajak seluruh anggota untuk mendeklarasikan kebangkitan rakyat desa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar