Menyegarkan
Ingatan Soal Nakbah
Aliudin Mahyudin ; Pengajar pada Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PSTTI) UI
SUMBER : REPUBLIKA,
14 Mei 2012
Setiap
tahun, tepatnya pa da 15 Mei, diperingati oleh penghuni Israel sebagai hari
kemerdekaannya. Pada tanggal itu, pada 1948, gerakan zionis bangsa Yahudi
menduduki sebagian wilayah Palestina dan dideklarasikan sebagai wilayah Israel.
Bagi orang-orang Palestina, hari proklamasi Israel itu dianggap sebagai Hari
Nakbah atau bencana bagi bangsa Palestina yang sudah sejak ribuan tahun yang
lalu menempati wilayahnya.
Pembentukan
Israel di wilayah Palestina tidak terlepas dari persaingan beberapa negara
Barat untuk menguasai kawasan Timur Tengah menjelang awal Perang Dunia pertama.
Inggris, Prancis, dan Rusia sepakat pada 1916 untuk membagi-bagi daerah Timur
Tengah. Mereka lantas berupaya keras untuk menancapkan pengaruh di wilayah
`jajahan' masing-masing dengan tujuan bisa mendominasi wilayah Timur Tengah
sesuai keinginan masingmasing negara besar tersebut. Kejadian ini berlangsung
setelah kekuasaan Imperium Ottoman berhasil dipatahkan.
Dukungan Barat
Menjelang
berakhirnya Perang Dunia pertama, usaha beberapa negara di dunia Barat untuk
menguasai kawasan Timur Tengah ditandai dengan beberapa perjanjian rahasia.
Pada 1916, terwujud perjanjian rahasia yang dikenal dengan Perjanjian
Sykes-Picot yang dibuat oleh Sir Mark Sykes, seorang ilmuwan Inggris, dengan
Charles Georgesm Picot, mantan konsul Prancis di Beirut.
Perjanjian
yang sama juga dibuat dengan Rusia, namun dalam kenyataannya, pembagian wilayah
Timur Tengah hanya berlangsung antara Inggris dan Prancis sehingga Rusia
membocorkan kesepakatan rahasia Sykes-Picot ke negara-negara Arab. Perjanjian
itu, antara lain, berisi rencana untuk mematahkan kekuasaan Ottoman Turki yang
memegang khilafah Islam pada masa itu. Kerajaan Inggris juga men jalin
perjanjian rahasia melalui surat yang dikirimkan Sir Henry McMahon, komisaris
tinggi Inggris di Kairo, kepada Husain Ibn Ali, gubernur Makkah.
Pemerintah
Kerajaan Inggris menjanjikan pemulihan kedudukan khalifah sebagai pemimpin
dunia Arab kepada Husain Bin Ali jika ia membantu Inggris memenangkan
peperangan melawan Ottoman Turki. Namun, setelah perang berakhir, janji itu
tidak pernah dilaksanakan.
Setelah
Perang Dunia pertama, kawasan-kawasan Arab yang tadinya berada di bawah
kekuasaan Ottoman Turki ditetapkan sebagai daerah-daerah mandat oleh Liga
Bangsa-Bangsa. Harapan bangsa Arab untuk meraih kemerdekaan sirna dengan
keputusan Liga Bangsa-Bangsa karena telah membantu Barat. Kawasan Palestina
diserahkan ke Inggris sebagai daerah mandat pada 1922.
Mandat
yang diterima Inggris dari Liga Bangsa-Bangsa merupakan kesempatan emas untuk
orang-orang Yahudi di wilayah yang tersebar di seluruh dunia untuk bermigrasi
ke wilayah Palestina. Bantuan Yahudi kepada pihak sekutu dalam Perang Dunia
pertama dan pengaruh Rotschild seorang bankir Yahudi kaya raya kepada Kerajaan
Inggris membangkitkan simpati Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour
yang mendukung imigrasi Yahudi.
Balfaour,
antara lain, ia menyatakan, Pemerintah Kerajaan Inggris memberikan dukungannya
terhadap pembentukan a national home untuk orang-orang Yahudi. Pernyataan ini
memiliki makna dukungan bagi zionis Yahudi untuk menjadikan Israel sebagai
negara di wilayah Palestina.
Dukungan
Kerajaan Inggris terhadap pembentukan negara Yahudi seperti terbukti dari
dukungan negaranegara Barat lainnya di PBB. Tentu saja, dukungan ini memang
tidak terlepas dari rencana Barat untuk melindungi kepentingannya di Timur
Tengah.
Jika
dilihat dari perbandingan jumlah penduduk Palestina, pada awalnya penduduk
Yahudi tidak melebihi 56 ribu atau delapan persen jumlah penduduk Arab (Muslim
dan Kristen ) yang mencapai 92 persen jumlah penduduk. Dalam kenyataannya,
pembentukan negara Yahudi tidak mendapat dukungan dari orang-orang Yahudi asli
Palestina.
Ronald Storss, gubernur militer pertama
Inggris di Palestina, menyatakan, orang-orang Yahudi saleh dari Yerusalem,
Hebron dan Sephardim, menolak keras gagasan zionisme. Pembentukan negara Yahudi
adalah konsep asing yang tidak sesuai dengan keyakinan masyarakat Yahudi.
Derita Palestina
Dalam ulang tahunnya yang ke-65, Israel
pada hakikatnya adalah sebuah wilayah yang diklaim sebagai negara yang berdiri
di atas penderitaan suatu bangsa yang tidak berdosa. Orang-orang Palestina
diusir dari kampong halaman, tidur di kemah-kemah pengungsian, dan dicekam penyerangan-penyerangan mematikan. Sementara, lembaga-lembaga
dunia yang didominasi Barat tetap diam.
Dewasa ini, terdapat sekitar 5,5 juta pengungsi
Palestina tersebar di berbagai negara Arab. Sejak terjadi Nakbah atau
malapetaka, PBB telah mengeluarkan 194 resolusi, antara lain, resolusi yang
dikeluarkan pada 11 Desember 1948 yang berisi hak kembali ke Palestina,
pemberian ganti rugi atas harta benda yang dirampas.
Namun, Israel bahkan melakukan pemindahan
paksa orang-orang Palestina dari kampung halaman mereka, merobohkan rumah-rumah
orang Palestina, menghancurkan ladang-ladang pertanian, dan membunuh sebagian
mereka. Israel secara membabi buta membuka permukiman-permukiman Yahudi dan menghilangkan
peninggalan-peninggalan bersejarah orang-orang Palestina.
Dalam ulang tahun ke-65 Nakbah, bangsa
Palestina tak ubahnya dengan nasib bangsa-bangsa yang pernah mengalami genosida,
seperti yang pernah terjadi di berbagai balahan dunia. Tapi, lagi-lagi lembaga
dunia tidak banyak berperan untuk membelanya.●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar