Kamis, 17 Mei 2012

Menyegarkan Ingatan Soal Nakbah

Menyegarkan Ingatan Soal Nakbah
Aliudin Mahyudin ;  Pengajar pada Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PSTTI) UI
SUMBER :  REPUBLIKA, 14 Mei 2012


Setiap tahun, tepatnya pa da 15 Mei, diperingati oleh penghuni Israel sebagai hari kemerdekaannya. Pada tanggal itu, pada 1948, gerakan zionis bangsa Yahudi menduduki sebagian wilayah Palestina dan dideklarasikan sebagai wilayah Israel. Bagi orang-orang Palestina, hari proklamasi Israel itu dianggap sebagai Hari Nakbah atau bencana bagi bangsa Palestina yang sudah sejak ribuan tahun yang lalu menempati wilayahnya.

Pembentukan Israel di wilayah Palestina tidak terlepas dari persaingan beberapa negara Barat untuk menguasai kawasan Timur Tengah menjelang awal Perang Dunia pertama. Inggris, Prancis, dan Rusia sepakat pada 1916 untuk membagi-bagi daerah Timur Tengah. Mereka lantas berupaya keras untuk menancapkan pengaruh di wilayah `jajahan' masing-masing dengan tujuan bisa mendominasi wilayah Timur Tengah sesuai keinginan masingmasing negara besar tersebut. Kejadian ini berlangsung setelah kekuasaan Imperium Ottoman berhasil dipatahkan.

Dukungan Barat

Menjelang berakhirnya Perang Dunia pertama, usaha beberapa negara di dunia Barat untuk menguasai kawasan Timur Tengah ditandai dengan beberapa perjanjian rahasia. Pada 1916, terwujud perjanjian rahasia yang dikenal dengan Perjanjian Sykes-Picot yang dibuat oleh Sir Mark Sykes, seorang ilmuwan Inggris, dengan Charles Georgesm Picot, mantan konsul Prancis di Beirut.

Perjanjian yang sama juga dibuat dengan Rusia, namun dalam kenyataannya, pembagian wilayah Timur Tengah hanya berlangsung antara Inggris dan Prancis sehingga Rusia membocorkan kesepakatan rahasia Sykes-Picot ke negara-negara Arab. Perjanjian itu, antara lain, berisi rencana untuk mematahkan kekuasaan Ottoman Turki yang memegang khilafah Islam pada masa itu. Kerajaan Inggris juga men jalin perjanjian rahasia melalui surat yang dikirimkan Sir Henry McMahon, komisaris tinggi Inggris di Kairo, kepada Husain Ibn Ali, gubernur Makkah.

Pemerintah Kerajaan Inggris menjanjikan pemulihan kedudukan khalifah sebagai pemimpin dunia Arab kepada Husain Bin Ali jika ia membantu Inggris memenangkan peperangan melawan Ottoman Turki. Namun, setelah perang berakhir, janji itu tidak pernah dilaksanakan.

Setelah Perang Dunia pertama, kawasan-kawasan Arab yang tadinya berada di bawah kekuasaan Ottoman Turki ditetapkan sebagai daerah-daerah mandat oleh Liga Bangsa-Bangsa. Harapan bangsa Arab untuk meraih kemerdekaan sirna dengan keputusan Liga Bangsa-Bangsa karena telah membantu Barat. Kawasan Palestina diserahkan ke Inggris sebagai daerah mandat pada 1922.

Mandat yang diterima Inggris dari Liga Bangsa-Bangsa merupakan kesempatan emas untuk orang-orang Yahudi di wilayah yang tersebar di seluruh dunia untuk bermigrasi ke wilayah Palestina. Bantuan Yahudi kepada pihak sekutu dalam Perang Dunia pertama dan pengaruh Rotschild seorang bankir Yahudi kaya raya kepada Kerajaan Inggris membangkitkan simpati Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour yang mendukung imigrasi Yahudi.

Balfaour, antara lain, ia menyatakan, Pemerintah Kerajaan Inggris memberikan dukungannya terhadap pembentukan a national home untuk orang-orang Yahudi. Pernyataan ini memiliki makna dukungan bagi zionis Yahudi untuk menjadikan Israel sebagai negara di wilayah Palestina.

Dukungan Kerajaan Inggris terhadap pembentukan negara Yahudi seperti terbukti dari dukungan negaranegara Barat lainnya di PBB. Tentu saja, dukungan ini memang tidak terlepas dari rencana Barat untuk melindungi kepentingannya di Timur Tengah.

Jika dilihat dari perbandingan jumlah penduduk Palestina, pada awalnya penduduk Yahudi tidak melebihi 56 ribu atau delapan persen jumlah penduduk Arab (Muslim dan Kristen ) yang mencapai 92 persen jumlah penduduk. Dalam kenyataannya, pembentukan negara Yahudi tidak mendapat dukungan dari orang-orang Yahudi asli Palestina.

Ronald Storss, gubernur militer pertama Inggris di Palestina, menyatakan, orang-orang Yahudi saleh dari Yerusalem, Hebron dan Sephardim, menolak keras gagasan zionisme. Pembentukan negara Yahudi adalah konsep asing yang tidak sesuai dengan keyakinan masyarakat Yahudi.

Derita Palestina

Dalam ulang tahunnya yang ke-65, Israel pada hakikatnya adalah sebuah wilayah yang diklaim sebagai negara yang berdiri di atas penderitaan suatu bangsa yang tidak berdosa. Orang-orang Palestina diusir dari kampong halaman, tidur di kemah-kemah pengungsian, dan dicekam  penyerangan-penyerangan mematikan. Sementara, lembaga-lembaga dunia yang didominasi Barat tetap diam.

Dewasa ini, terdapat sekitar 5,5 juta pengungsi Palestina tersebar di berbagai negara Arab. Sejak terjadi Nakbah atau malapetaka, PBB telah mengeluarkan 194 resolusi, antara lain, resolusi yang dikeluarkan pada 11 Desember 1948 yang berisi hak kembali ke Palestina, pemberian ganti rugi atas harta benda yang dirampas.

Namun, Israel bahkan melakukan pemindahan paksa orang-orang Palestina dari kampung halaman mereka, merobohkan rumah-rumah orang Palestina, menghancurkan ladang-ladang pertanian, dan membunuh sebagian mereka. Israel secara membabi buta membuka permukiman-permukiman Yahudi dan menghilangkan peninggalan-peninggalan bersejarah orang-orang Palestina.

Dalam ulang tahun ke-65 Nakbah, bangsa Palestina tak ubahnya dengan nasib bangsa-bangsa yang pernah mengalami genosida, seperti yang pernah terjadi di berbagai balahan dunia. Tapi, lagi-lagi lembaga dunia tidak banyak berperan untuk membelanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar