Sabtu, 05 Mei 2012

Kinerja Pemerintahan Kian Lumpuh


Kinerja Pemerintahan Kian Lumpuh
( Wawancara )
Rizal Ramli; Mantan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian
SUMBER : SUARA KARYA, 05 Mei 2012


Beban pemerintah semakin berat. Berbagai persoalan tak kunjung terselesaikan, bahkan semakin menumpuk. Ini membuat kepercayan dan kredibilitas pemerintah di mata publik terus mengalami penurunan.

Krisis kepercayaan rakyat itu berada pada titik terendah manakala muncul keinginan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan tidak populer ini mendapat tantangan dari berbagai elemen masyarakat.
Apalagi, pola kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai kepala pemerintahan pun memunculkan kritikan cukup pedas dari dunia internasional. Pola kepemimpinan Presiden SBY pun disebut-sebut sebagai the lame duck atau 'bebek lumpuh'.

Seharusnya hal tersebut menjadi cambuk bagi Pemerintah Indonesia pimpinan Presiden SBY untuk bersikap lebih tegas dalam upaya memperbaiki berbagai persoalan bangsa. Khususnya, masalah kemiskinan, pengangguran hingga korupsi, yang hingga kini masih menjadi duri toda pemerintahan SBY.

Namun, apa pun upaya yang dilakukan pemimpinan bangsa ini tampaknya justru malah semakin menambah masalah. Ini lantaran kesan sikap tidak tegas pemerintah, yang disadari atau tidak, justru kian memperlemah kewibawaan sosok SBY sebagai seorang pemimpin.

Karena itulah, sudah seharusnya Presiden SBY mampu menunjukkan ketegasannya, termasuk dalam mengevaluasi atau mengganti (me-reshuffle) menteri-menterinya yang tidak berprestasi.

Tentunya, Presiden juga dituntut mempertimbangkan secara seksama kualitas para calon menteri yang akan dipilihnya. Mantan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Rizal Ramli, dalam percakapan dengan wartawan Harian Umum Suara Karya Tri Handayani di Jakarta, Jumat (4/5) menyebut kepemimpinan bangsa ini sedang berada dalam kondisi defisit kredibilitas. Berikut petikan wawancara selengkapnya.

Mengapa persoalan kemiskinan atau korupsi yang melanda bangsa ini tak kunjung dapat diselesaikan?

Persoalan utama pembangunan ini adalah defisit dalam kepercayaan masyarakat dan kredibilitas. Misalnya, dalam kasus BBM, pemerintah sudah kehilangan kepercayaan dan kredibilitas publik. Dan, itu tidak bisa hanya menyalahkan menteri-menteri, karena kesalahan itu itu terletak pada pemimpinnya, yakni Presiden yang lebih banyak menciptakan masalah daripada mencari solusinya. Sehingga, jika berbicara reshuffle, sebenarnya yang paling baik jika Presiden me-reshuffle dirinya sendiri. Dengan kata lain, mengundurkan diri.

Apakah hal ini akibat ketidaktegasan Presiden dalam menetapkan setiap keputusan?

Jika berbicara dengan sikap tidak tegas yang selalu ditunjukkan Presiden SBY, iya. Cara-cara yang ditempuhnya dalam setiap akan memutuskan suatu kebijakan itu, penuh dengan kepura-puraan. Ini dapat kita lihat, misalnya, pada saat proses uji kelayakan (fit and proper test) para menteri, seakan-akan dilakukan dengan seleksi atau penilaian yang ketat. Tapi, dalam kenyataannya hanya ecek-ecek saja. Tentu itu dapat dilihat bagaimana hasilnya saat ini.

Dapat juga kita lihat, ternyata dalam proses uji kelayakan yang dilakukan Presiden dalam memilih para menteri hanya pura-pura saja. Karena, dalam praktiknya banyak orang yang tidak qualified atau tidak memiliki kualitas tapi masuk menjadi menteri. Bahkan, ada di antara mereka yang bermasalah dan diduga terlibat kasus.

Pemerintah ini sudah kehilangan kredibilitas karena prosesnya pun hanya sebatas pencitraan saja. Karena, yang terlihat itu tidak ada penilaian objektif terhadap kelayakan dari menteri-menteri yang akan dipilih. Tentunya dengan kondisi saat ini, apa pun yang akan dilakukan pemerintah, rakyat sudah tidak mempedulikannya. Masalahnya, selama ini pemerintah tidak pernah berpihak pada rakyat (kebanyakan) dan lebih memperhatikan pegawai pemerintah saja. Ini terbukti, selama Presiden SBY berkuasa, telah dilakukan kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak tiga kali. Jadi, walaupun dilakukan pergantian menteri berapa kali pun tidak akan memperbaiki keadaan.

Dengan demikian, seberapa penting evaluasi terhadap kinerja menteri?

Jika mengutip dari berbagai pendapat pihak luar negeri, banyak yang menyebut pemerintah kita ini diumpamakan seperti the lame duck atau bebek yang diam saja (lumpuh). Ia tidak memiliki kemampuan melakukan apa pun. Untuk pelaksanaan (kepemimpinannya) hanya sebatas kemampuan untuk berpidato. Jabatan presiden itu hanya sebatas simbolik saja. Negara ini no pilot. Pemerintah itu tidak ada, karena (para elite) cenderung hanya memperkaya dirinya sendiri.

Apakah kondisi ini nantinya akan memberikan peluang munculnya aksi anarkis dari rakyat yang jenuh dengan kepemimpinan saat ini?

Tentu, jika aspirasi rakyat tidak dapat diwujudkan oleh pemerintah. Oleh sebab itu, jangan salahkan rakyat jika mereka nantinya akan mencari jalan keluar dengan bertindak sendiri atau menerapkan solusinya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar