Kinerja Pemerintahan Kian Lumpuh
( Wawancara )
Rizal Ramli; Mantan
Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian
SUMBER : SUARA KARYA, 05 Mei 2012
Beban pemerintah semakin berat. Berbagai persoalan tak kunjung
terselesaikan, bahkan semakin menumpuk. Ini membuat kepercayan dan kredibilitas
pemerintah di mata publik terus mengalami penurunan.
Krisis kepercayaan rakyat itu berada pada titik terendah manakala
muncul keinginan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Kebijakan tidak populer ini mendapat tantangan dari berbagai elemen masyarakat.
Apalagi, pola kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
sebagai kepala pemerintahan pun memunculkan kritikan cukup pedas dari dunia
internasional. Pola kepemimpinan Presiden SBY pun disebut-sebut sebagai the
lame duck atau 'bebek lumpuh'.
Seharusnya hal tersebut menjadi cambuk bagi Pemerintah Indonesia
pimpinan Presiden SBY untuk bersikap lebih tegas dalam upaya memperbaiki
berbagai persoalan bangsa. Khususnya, masalah kemiskinan, pengangguran hingga
korupsi, yang hingga kini masih menjadi duri toda pemerintahan SBY.
Namun, apa pun upaya yang dilakukan pemimpinan bangsa ini
tampaknya justru malah semakin menambah masalah. Ini lantaran kesan sikap tidak
tegas pemerintah, yang disadari atau tidak, justru kian memperlemah kewibawaan
sosok SBY sebagai seorang pemimpin.
Karena itulah, sudah seharusnya Presiden SBY mampu menunjukkan
ketegasannya, termasuk dalam mengevaluasi atau mengganti (me-reshuffle) menteri-menterinya yang tidak
berprestasi.
Tentunya, Presiden juga dituntut mempertimbangkan secara seksama
kualitas para calon menteri yang akan dipilihnya. Mantan Menteri Koordinator
(Menko) Perekonomian Rizal Ramli, dalam percakapan dengan wartawan
Harian Umum Suara Karya Tri Handayani di Jakarta, Jumat (4/5)
menyebut kepemimpinan bangsa ini sedang berada dalam kondisi defisit
kredibilitas. Berikut petikan wawancara selengkapnya.
Mengapa persoalan kemiskinan atau korupsi yang melanda bangsa ini
tak kunjung dapat diselesaikan?
Persoalan utama pembangunan ini adalah defisit dalam kepercayaan
masyarakat dan kredibilitas. Misalnya, dalam kasus BBM, pemerintah sudah
kehilangan kepercayaan dan kredibilitas publik. Dan, itu tidak bisa hanya
menyalahkan menteri-menteri, karena kesalahan itu itu terletak pada
pemimpinnya, yakni Presiden yang lebih banyak menciptakan masalah daripada
mencari solusinya. Sehingga, jika berbicara reshuffle, sebenarnya yang paling
baik jika Presiden me-reshuffle
dirinya sendiri. Dengan kata lain, mengundurkan diri.
Apakah hal ini akibat ketidaktegasan Presiden dalam menetapkan
setiap keputusan?
Jika berbicara dengan sikap tidak tegas yang selalu ditunjukkan
Presiden SBY, iya. Cara-cara yang ditempuhnya dalam setiap akan memutuskan
suatu kebijakan itu, penuh dengan kepura-puraan. Ini dapat kita lihat,
misalnya, pada saat proses uji kelayakan (fit
and proper test) para menteri, seakan-akan dilakukan dengan seleksi atau
penilaian yang ketat. Tapi, dalam kenyataannya hanya ecek-ecek saja. Tentu itu
dapat dilihat bagaimana hasilnya saat ini.
Dapat juga kita lihat, ternyata dalam proses uji kelayakan yang
dilakukan Presiden dalam memilih para menteri hanya pura-pura saja. Karena,
dalam praktiknya banyak orang yang tidak qualified
atau tidak memiliki kualitas tapi masuk menjadi menteri. Bahkan, ada di antara
mereka yang bermasalah dan diduga terlibat kasus.
Pemerintah ini sudah kehilangan kredibilitas karena prosesnya pun
hanya sebatas pencitraan saja. Karena, yang terlihat itu tidak ada penilaian
objektif terhadap kelayakan dari menteri-menteri yang akan dipilih. Tentunya
dengan kondisi saat ini, apa pun yang akan dilakukan pemerintah, rakyat sudah
tidak mempedulikannya. Masalahnya, selama ini pemerintah tidak pernah berpihak
pada rakyat (kebanyakan) dan lebih memperhatikan pegawai pemerintah saja. Ini
terbukti, selama Presiden SBY berkuasa, telah dilakukan kebijakan kenaikan gaji
pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak tiga kali. Jadi, walaupun dilakukan
pergantian menteri berapa kali pun tidak akan memperbaiki keadaan.
Dengan demikian, seberapa penting evaluasi terhadap kinerja
menteri?
Jika mengutip dari berbagai pendapat pihak luar negeri, banyak
yang menyebut pemerintah kita ini diumpamakan seperti the lame duck atau bebek yang diam saja (lumpuh). Ia tidak memiliki
kemampuan melakukan apa pun. Untuk pelaksanaan (kepemimpinannya) hanya sebatas
kemampuan untuk berpidato. Jabatan presiden itu hanya sebatas simbolik saja.
Negara ini no pilot. Pemerintah itu
tidak ada, karena (para elite) cenderung hanya memperkaya dirinya sendiri.
Apakah kondisi ini nantinya akan memberikan peluang munculnya aksi
anarkis dari rakyat yang jenuh dengan kepemimpinan saat ini?
Tentu, jika aspirasi rakyat tidak dapat diwujudkan oleh pemerintah.
Oleh sebab itu, jangan salahkan rakyat jika mereka nantinya akan mencari jalan
keluar dengan bertindak sendiri atau menerapkan solusinya sendiri. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar