Jim Yong Kim, Bank Dunia, dan Kita
Restu Iska Anna P; Praktisi
Perbankan, Bekerja di Balikpapan
SUMBER
: SINAR HARAPAN, 04 Mei 2012
Akhirnya Jim Yong Kim dipastikan memimpin
Bank Dunia, setelah Dewan Direksi Bank Dunia berkumpul di Washington, Senin (16
April 2012). Kim, warga AS kelahiran Korea 52 tahun silam, bakal menggantikan
Robert Zoellick, yang pensiun sebagai presiden Bank Dunia pada Juni mendatang.
Indonesia patut bangga karena mantan Menkeu
Sri Mulyani sebagai Managing Director World Bank pernah masuk bursa pencalonan.
Malah menurut polling yang dilakukan Bank Dunia pada Februari 2012, Sri pernah
meraih suara tertinggi sampai 80 persen.
Selama 66 tahun kehadirannya, baru kali ini
dalam seleksi oleh para direksi, calon dari AS (Kim) mendapat pesaing kuat dari
dua negara berkembang, yakni Menkeu Nigeria Ngozi Okonjo-Iweala, yang tahu
banyak tentang Bank Dunia. Maklum dia orang dalam (insider). Nama lain yang mengemuka adalah Menkeu Kolombia Jose
Antonio Ocampo, guru besar di Columbia University yang sangat tahu tentang
seluk-beluk Bank Dunia, tapi dari luar (outsider).
Kim dipilih para Direksi Bank Dunia berkat
dukungan Presiden Barrack Obama yang terkesan akan reputasi dan prestasi Kim.
Selama ini, Kim dikenal sebagai pakar kesehatan masyarakat terkemuka yang
pernah sukses memimpin departemen HIV/AIDS di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kim kini menjabat Rektor Dartmouth University di AS.
Dia juga seorang visioner, pemberani, siap
menghadapi tantangan, dan sangat sistematis, sebagaimana diungkapkan Jeffrey D
Sachs, Guru Besar Ekonomi dan Direktur The
Earth Institute di Columbia University sekaligus Penasihat Khusus Sekjen
PBB mengenai Millennium Development Goals.
Pertimbangan Historis
Dukungan Obama kepada Kim juga mengandung
nuansa politik tersendiri. Pemerintah AS akan mati-matian menjagokan Kim karena
menjelang pemilihan Presiden AS, para pesaing Obama pasti akan habis-habisan
mencelanya bilamana AS sampai kehilangan kendali atas Bank Dunia. Jangan lupa
bagi AS, memegang kendali atas Bank Dunia dan mempertahankannnya jauh lebih
penting dan Kim yang sudah cukup lama tinggal di AS, bisa memahami alasan ini.
Apalagi, jika menilik sejarah, sejak awal AS
selalu punya pengaruh besar. Seperti diketahui, Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF) lahir
pascadigelarnya konferensi internasional para ekonom dunia pada Juni 1945 di
Bretton Woods, New Hampshire, AS. Mayoritas saham Bank Dunia dan IMF dimiliki
oleh negara-negara Eropa dan AS. Bedanya, selalu ada tradisi bahwa sejak 1945,
kepemimpinan IMF dipegang oleh nama-nama dari Eropa, sedang untuk Bank Dunia
selalu dari AS.
Bank Dunia memiliki misi utama pembangunan
dan pengentasan kemiskinan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sejak tumbangnya Soekarno, Bank Dunia masuk ke Indonesia pada 1968. Sejak tahun
itu, program pembangunan khususnya di sektor ekonomi dan keuangan di negeri
kita dibiayai oleh Bank Dunia. Tentu negeri kita yang harus utang. Ketika itu
Bank Dunia di bawah kendali pemimpinnya Robert McNamara, dikenal dengan semangatnya
dalam memberantas kemiskinan di negara-negara berkembang.
Kita dan Korupsi
Bayangkan selama 13 tahun masa
kepemimpinannya (1968-1981), McNamara menaikkan nilai pinjaman ke Indonesia
sampai enam kali lipat (dari US$ 953 juta hingga US$ 12,4 miliar). Maka program
Pembangunan Lima Tahun (Pelita I-VII) semasa Presiden Soeharto sebenarnya bukan
merupakan ide asli pemimpin Orba tersebut. Program pembangunan itu mengadopsi
program Bank Dunia ketika itu. Jadi pengaruh Bank Dunia di Indonesia tidak bisa
disebut kecil.
Hal yang menjadi masalah, tidak semua bantuan
Bank Dunia bisa sukses mengentaskan kemiskinan. Ini karena sebagian pinjaman
justru dikorupsi oleh jajaran birokrasi di negara-negara sedang berkembang,
termasuk Indonesia. Menurut mantan mentri perekonomian Rizal Ramli, selama
belasan tahun, Bank Dunia sesungguhnya mengetahui bahwa telah terjadi korupsi
dan penyalahgunaan pinjaman di Indonesia.
Namun, para pejabat Bank Dunia menutup mata
karena berbagai faktor, antara lain, Indonesia adalah "good boy" yang selalu membayar
kewajiban pinjamannya secara tepat waktu selama 32 tahun. Sebagai sebuah bank,
Bank Dunia tentu lebih mementingkan kepatuhan Indonesia untuk membayar tepat
waktu dan kurang peduli terhadap kebocoran yang terjadi.
Faktor lainnya, Indonesia adalah salah satu
peminjam paling besar dari Bank Dunia dan sering dijadikan proyek percontohan (show case) Bank Dunia untuk
negara-negara sedang berkembang lainnya. Ada kekhawatiran jika pejabat Bank
Dunia bersikap kritis terhadap pemerintah Indonesia, citra kebersihan Bank
Dunia di negara berkembang bisa rusak.
Kecuali itu, ada faktor lain yang menyebabkan
kasus korupsi terkait bantuan Bank Dunia tidak terungkap, yakni adanya hubungan
personal antara pejabat Indonesia dan pejabat Bank Dunia. Akibat relasi semacam
ini, para pejabat Bank Dunia menjadi ikut-ikutan sungkan untuk bersikap
transparan dan objektif dalam kaitannya dengan pinjaman di Indonesia.
Kita tentu tidak melupakan rumor bahwa
ditariknya Sri Mulyani sebagai Managing
Director World Bank, semasa masih menjabat Menkeu, konon demi menghindarkan
Sri Mulyani dari bidikan KPK dalam kasus Century.
Tak heran ada yang menilai
kehadiran Bank Dunia sama sekali tidak membantu upaya pemberantasan korupsi di
Tanah Air, mengingat prinsip transparansi tidak dijalankan sendiri oleh Bank
Dunia. Memang Bank Dunia punya PPM (Post
Program Monitoring), tetapi sering kali semua sudah dibuat sedemikian rupa,
seolah mengesankan tidak ada kebocoran atau korupsi, padahal ada korupsi di
sana-sini.
Yang memprihatinkan, kepatuhan pemerintah RI
dalam menjalani PPM dari Bank Dunia justru telah memaksa dan membuat pemerintah
konsisten menjalankan agenda-agenda neo-liberal (Laporan Institute for Global Justice, 2005-2006). ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar