Sabtu, 05 Mei 2012

Jim Yong Kim, Bank Dunia, dan Kita


Jim Yong Kim, Bank Dunia, dan Kita
Restu Iska Anna P; Praktisi Perbankan, Bekerja di Balikpapan
SUMBER : SINAR HARAPAN, 04 Mei 2012


Akhirnya Jim Yong Kim dipastikan memimpin Bank Dunia, setelah Dewan Direksi Bank Dunia berkumpul di Washington, Senin (16 April 2012). Kim, warga AS kelahiran Korea 52 tahun silam, bakal menggantikan Robert Zoellick, yang pensiun sebagai presiden Bank Dunia pada Juni mendatang.

Indonesia patut bangga karena mantan Menkeu Sri Mulyani sebagai Managing Director World Bank pernah masuk bursa pencalonan. Malah menurut polling yang dilakukan Bank Dunia pada Februari 2012, Sri pernah meraih suara tertinggi sampai 80 persen.
Selama 66 tahun kehadirannya, baru kali ini dalam seleksi oleh para direksi, calon dari AS (Kim) mendapat pesaing kuat dari dua negara berkembang, yakni Menkeu Nigeria Ngozi Okonjo-Iweala, yang tahu banyak tentang Bank Dunia. Maklum dia orang dalam (insider). Nama lain yang mengemuka adalah Menkeu Kolombia Jose Antonio Ocampo, guru besar di Columbia University yang sangat tahu tentang seluk-beluk Bank Dunia, tapi dari luar (outsider).

Kim dipilih para Direksi Bank Dunia berkat dukungan Presiden Barrack Obama yang terkesan akan reputasi dan prestasi Kim. Selama ini, Kim dikenal sebagai pakar kesehatan masyarakat terkemuka yang pernah sukses memimpin departemen HIV/AIDS di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kim kini menjabat Rektor Dartmouth University di AS.

Dia juga seorang visioner, pemberani, siap menghadapi tantangan, dan sangat sistematis, sebagaimana diungkapkan Jeffrey D Sachs, Guru Besar Ekonomi dan Direktur The Earth Institute di Columbia University sekaligus Penasihat Khusus Sekjen PBB mengenai Millennium Development Goals.

Pertimbangan Historis

Dukungan Obama kepada Kim juga mengandung nuansa politik tersendiri. Pemerintah AS akan mati-matian menjagokan Kim karena menjelang pemilihan Presiden AS, para pesaing Obama pasti akan habis-habisan mencelanya bilamana AS sampai kehilangan kendali atas Bank Dunia. Jangan lupa bagi AS, memegang kendali atas Bank Dunia dan mempertahankannnya jauh lebih penting dan Kim yang sudah cukup lama tinggal di AS, bisa memahami alasan ini.

Apalagi, jika menilik sejarah, sejak awal AS selalu punya pengaruh besar. Seperti diketahui, Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF) lahir pascadigelarnya konferensi internasional para ekonom dunia pada Juni 1945 di Bretton Woods, New Hampshire, AS. Mayoritas saham Bank Dunia dan IMF dimiliki oleh negara-negara Eropa dan AS. Bedanya, selalu ada tradisi bahwa sejak 1945, kepemimpinan IMF dipegang oleh nama-nama dari Eropa, sedang untuk Bank Dunia selalu dari AS.

Bank Dunia memiliki misi utama pembangunan dan pengentasan kemiskinan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sejak tumbangnya Soekarno, Bank Dunia masuk ke Indonesia pada 1968. Sejak tahun itu, program pembangunan khususnya di sektor ekonomi dan keuangan di negeri kita dibiayai oleh Bank Dunia. Tentu negeri kita yang harus utang. Ketika itu Bank Dunia di bawah kendali pemimpinnya Robert McNamara, dikenal dengan semangatnya dalam memberantas kemiskinan di negara-negara berkembang.

Kita dan Korupsi

Bayangkan selama 13 tahun masa kepemimpinannya (1968-1981), McNamara menaikkan nilai pinjaman ke Indonesia sampai enam kali lipat (dari US$ 953 juta hingga US$ 12,4 miliar). Maka program Pembangunan Lima Tahun (Pelita I-VII) semasa Presiden Soeharto sebenarnya bukan merupakan ide asli pemimpin Orba tersebut. Program pembangunan itu mengadopsi program Bank Dunia ketika itu. Jadi pengaruh Bank Dunia di Indonesia tidak bisa disebut kecil.

Hal yang menjadi masalah, tidak semua bantuan Bank Dunia bisa sukses mengentaskan kemiskinan. Ini karena sebagian pinjaman justru dikorupsi oleh jajaran birokrasi di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Menurut mantan mentri perekonomian Rizal Ramli, selama belasan tahun, Bank Dunia sesungguhnya mengetahui bahwa telah terjadi korupsi dan penyalahgunaan pinjaman di Indonesia.

Namun, para pejabat Bank Dunia menutup mata karena berbagai faktor, antara lain, Indonesia adalah "good boy" yang selalu membayar kewajiban pinjamannya secara tepat waktu selama 32 tahun. Sebagai sebuah bank, Bank Dunia tentu lebih mementingkan kepatuhan Indonesia untuk membayar tepat waktu dan kurang peduli terhadap kebocoran yang terjadi.

Faktor lainnya, Indonesia adalah salah satu peminjam paling besar dari Bank Dunia dan sering dijadikan proyek percontohan (show case) Bank Dunia untuk negara-negara sedang berkembang lainnya. Ada kekhawatiran jika pejabat Bank Dunia bersikap kritis terhadap pemerintah Indonesia, citra kebersihan Bank Dunia di negara berkembang bisa rusak.

Kecuali itu, ada faktor lain yang menyebabkan kasus korupsi terkait bantuan Bank Dunia tidak terungkap, yakni adanya hubungan personal antara pejabat Indonesia dan pejabat Bank Dunia. Akibat relasi semacam ini, para pejabat Bank Dunia menjadi ikut-ikutan sungkan untuk bersikap transparan dan objektif dalam kaitannya dengan pinjaman di Indonesia.

Kita tentu tidak melupakan rumor bahwa ditariknya Sri Mulyani sebagai Managing Director World Bank, semasa masih menjabat Menkeu, konon demi menghindarkan Sri Mulyani dari bidikan KPK dalam kasus Century.

Tak heran ada yang menilai kehadiran Bank Dunia sama sekali tidak membantu upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air, mengingat prinsip transparansi tidak dijalankan sendiri oleh Bank Dunia. Memang Bank Dunia punya PPM (Post Program Monitoring), tetapi sering kali semua sudah dibuat sedemikian rupa, seolah mengesankan tidak ada kebocoran atau korupsi, padahal ada korupsi di sana-sini.

Yang memprihatinkan, kepatuhan pemerintah RI dalam menjalani PPM dari Bank Dunia justru telah memaksa dan membuat pemerintah konsisten menjalankan agenda-agenda neo-liberal (Laporan Institute for Global Justice, 2005-2006). ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar