Senin, 07 Mei 2012

Gerakan Mengentaskan Kemiskinan


Gerakan Mengentaskan Kemiskinan
Haryono Suyono; Ketua Yayasan Damandiri
SUMBER :  SUARA KARYA, 07 Mei 2012


Membangun keluarga sejahtera dari reruntuhan keluarga yang sebagian besar dalam kondisi miskin secara turun-menurun bukan suatu pekerjaan mudah. Bahkan dalam keadaan angka kemiskinan menurun, kalau kita tanyakan kepada keluarga miskin, umumnya akan dijawab bahwa kemiskinan telah diturunkan secara terus-menerus kepada anak cucunya, tanpa diketahui lagi kapan kemiskinan itu bisa diputus rantainya. Karena itu, seperti halnya program keluarga berencana (KB), bukan sukses karena dibangun klinik di mana-mana, tetapi karena telah menjadi gerakan nasional untuk mengubah budaya 'anak banyak' menjadi budaya baru 'dua anak cukup laki perempuan sama saja'.

Karena kemiskinan seakan sudah menjadi budaya masyarakat luas, upaya pengentasan kemiskinan tidak bisa ditangani dengan cara birokratis, tetapi perlu dikembangkan menjadi gerakan nasional yang gegap gempita. Gerakan tersebut dikembangkan dengan tujuan untuk perubahan dramatis dengan tema-tema jelas dan menarik, serta dapat mengerahkan sebanyak mungkin massa yang simpatik untuk ikut di dalamnya.

Di masa lalu, KB berhasil mengembangkan pendapat yang menggiring masyarakat percaya adanya kegelisahan massal akan bahaya ledakan penduduk dan tingkat kematian ibu hamil. Apabila masalah tersebut tidak ditangani dengan segera akan menimbulkan malapetaka yang luar biasa. Teori kegelisahan massal merupakan basis utama yang diikuti munculnya kegelisahan individual karena kehamilan dan mempunyai anak adalah peristiwa yang bisa terjadi pada setiap pasangan usia subur muda, atau bahkan pasangan masih subur lainnya.

Gerakan KB dengan landasan teori gerakan masyarakat secara gegap gempita itu berhasil mengembangkan kepemimpinan berkomitmen tinggi serta melengkapinya dengan jaringan pelaksana berdedikasi tinggi. Teori penderitaan struktural, massal dan pengembangan sumber daya dikombinasikan dengan manis menghasilkan terjemahan komitmen pemimpin di semua level yang memunculkan berbagai inovasi menarik.

Salah satu inovasi yang sangat menonjol adalah dalam hal informasi dan edukasi yang mempunyai nilai jangkauan sangat luas dan hampir tidak ada tandingannya. Pembuatan mata uang lima rupiah disertai gambar pasangan ber-KB (pasangan suami-isyti dengan dua anak) dengan mudah menyebarluaskan program KB ke seluruh rakyat sampai lapisan yang paling bawah, tanpa biaya dari pemerintah. Setiap penduduk dipastikan memerlukan uang pecahan lima rupiah tersebut hingga sekaligus termotivasi untuk ikut KB.

Inovasi lain adalah pembuatan logo KB lingkaran biru dengan mengecet ban bekas dan dipajang di sepanjang jalan, yang juga hampir tanpa biaya. Dan, inoavasi lainnya lagi dilakukan melalui radio dengan memuat serial cerita bersambung Butir-butir Pasir di Laut yang memukau hampir semua lapisan masyarakat tingkat menengah ke bawah karena tergila gila dengan rangkaian cerita yang menyentuh hati dan tidak ada habisnya.

Dalam hal pelayanan untuk para peserta KB, diciptakan berbagai inovasi dengan multifungsi yang menarik. Pelayanan klinik yang statis di rumah sakit atau di tempat klinik dengan menunggu pasien, biarpun memerlukan persiapan perubahan budaya yang cukup rumit di kalangan pemberi pelayanan, akhirnya bisa dikembangkan dengan berbagai variasi menarik. Ada varian untuk mengganti pelayanan keliling oleh dokter dan bidan, yakni dengan menjemput peserta KB ke kampung-kampung, atau bahkan hampir di depan rumahnya.

Asumsinya adalah bahwa peserta KB bukanlah seseorang yang sakit tetapi sehat, segar bugar dan tidak perlu pergi ke klinik. Ada juga pelayanan pengganti dengan variasi berupa pilihan alat kontrasepsi sesuai selera. Ada pula pelayanan substitusi manakala peserta KB yang bersangkutan tidak puas dengan alat yang semula dipilihnya. Berbagai pelayanan yang bervariasi itu menjadi alternatif pilihan luas semua pasangan usia subur, sehingga sekali ikut KB bukan dibuka kesempatan untuk putus, tetapi diajak memilih alternatif terbaik sesuai keinginan dengan tetap ber-KB.

Strategi gerakan masyarakat itu ternyata merupakan pilihan tepat. Pilihan pada periode 'birokratisasi', menurut tahapan gerakan massal, bukan diserahkan kepada birokrat pemerintah dengan membentuk kantor atau pusat pelayanan di tingkat desa dan dukuh. Tetapi, digerakkan dengan membudayakan pelayanan informasi dan pelayanan teknis medis secara mandiri dengan membentuk Kelompok Akseptor KB di desa-desa dan pedukuhan-pedukuhan. Kelompok dengan anggota para bidan desa ini aktif memberikan informasi tentang program KB sekaligus membuka praktik untuk melayani masyarakat yang ingin ber-KB.

Kelompok itu sendiri jumlahnya mencapai ratusan ribu dengan antisipasi kegagalan yang tinggi. Dalam jumlah itu, apabila ternyata ada kegagalan, sisanya pasti masih cukup banyak untuk menjamin kelestarian kesertaan KB yang cukup besar. Teori yang dianut ternyata benar sehingga pada masa reformasi, tatkala perhatian terhadap masalah pembangunan seperti program KB mengendor, akibatnya tidak terlalu fatal dan kenaikan jumlah penduduk masih bisa dikendalikan.

Tawaran untuk mengembangkan upaya pengentasan kemiskinan menjadi gerakan masyarakat bisa diperlakukan serupa karena alasan ancaman kegelisahan massal yang memerlukan inovasi variatif untuk menyelesaikan masalah rakyat. Ada kemiskinan struktural yang perlu dicarikan inovasinya untuk mengatasi masalah dengan baik agar rantai kemiskinan dapat dipatahkan. Ada kemiskinan yang disebabkan fluktuasi perkembangan ekonomi yang penyelesaiannya cukup sederhana dan dapat dilakukan dengan dukungan fasilitasi yang memihak.

Inti dari upaya gerakan masyarakat tidak lain adalah arus kuat untuk konsentrasi pada sasaran dengan tujuan jelas dan melalui tahap-tahap konsisten dengan komitmen tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar