Sedekah
Suara untuk Caleg
Husnun N Djuraid ;
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang
|
SUARA
MERDEKA, 06 Maret 2014
"Di
antara sekian banyak caleg, yakinilah tak semuanya jelek, masih ada yang
layak mendapat sedekah suara"
MENJELANG hari pemungutan suara
9 April mendatang, intensitas kampanye para calon anggota legislatif (caleg)
makin meningkat. Mereka menempuh berbagai cara untuk lebih mengenalkan diri
kepada calon pemilih. Ada yang menggunakan cara baik, tapi tak sedikit yang
menggunakan cara tidak benar. Di antaranya, yang paling banyak dilakukan,
adalah praktik politik uang (money
politics), membagikan-bagikan uang kepada calon pemilih.
Biasanya mereka membagikannya
pada pagi buta, beberapa jam menjelang pemungutan suara, atau yang populer
disebut serangan fajar. Aktivitas serangan fajar sudah menjadi hal biasa,
bahkan hampir semua caleg percaya itulah cara yang paling ampuh untuk
mendulang suara. Hampir tak ada pemenang pemilu, baik legislatif maupun
kepala daerah, yang tidak melakukan serangan fajar.
Kebiasaan tersebut kemudian
melekat pada sebagian masyarakat, seolah-olah sebagai ketentuan, mereka hanya
mau memilih asal mendapatkan uang. Maka slogan wani pira menjadi anutan sebagian
masyarakat pada semua tingkatan. Bahkan yang lebih memprihatinkan, calon
pemilih menerima semua pemberian uang tersebut tapi tidak mau
memilih/mencoblos.
Sebagian lagi masyarakat
menganut paham ’’ambil uangnya, jangan pilih calonnya’’. Apalagi pemberian
uang tersebut tidak mengandung risiko mengingat sistem pemilu yang
mensyaratkan bebas dan rahasia. Maka ”pelacuran politik” antara caleg dan
calon pemilih tak terhindarkan lagi. Kalau para caleg menempuh cara tidak
baik untuk mencapai ambisi sebagai wakil rakyat maka wajar pula andai mereka
kemudian menerapkan sistem transaksi untung rugi.
Untuk bisa menjadi anggota
legislatif, mereka harus mengeluarkan biaya besar. Karena itu, biaya yang
telah mereka keluarkan harus ditutup dengan mencari uang sebanyak-banyaknya
ketika menjadi wakil rakyat. Apalagi kalau bukan korupsi yang mereka pilih,
mengingat peluang untuk korupsi sangat besar. Modus korupsi yang melibatkan
anggota DPR/DPRD --berkomplot dengan ekesekutif-- adalah dengan memainkan
anggaran.
Salah satu peluang melalui APBN
atau APBD, keduanya tidak bisa dilaksanakan tanpa pengesahan wakil rakyat.
Posisi sentral inilah yang kerap dimanfaatkan sebagian legislator untuk
mencari sebesarbesarnya keuntungan. Modus mencari uang melalui APBN dan APBD
sudah banyak diungkap dalam persidangan kasus korupsi yang melibatkan wakul
rakyat.
Sesuatu yang dimulai dengan cara
tidak baik, akan membuahkan hasil yang tidak baik. Seolaholah menjadi
kelumrahan wakul rakyat mencari sebanyak-banyaknya uang untuk menutupi biaya
yang dikeluarkan saat kampanye. Bukan hanya balik modal, tapi harus mendapat
keuntungan lebih besar. Maka perilaku korup anggota DPR/DPRD dianggap sebagai
hal wajar oleh masyarakat.
Tidak Baik
Diakui atau tidak, masyarakat
pemilih berperan besar menciptakan perilaku tidak baik wakil mereka di
legislatif. Pilihan mereka didorong kepentingan sesaat untuk mendapatkan uang
beberapa puluh ribu rupiah secara tidak langsung menghasilkan anggota legislatif
yang korup.
Uang yang diperoleh tak
seberapa, tapi berdampak negatif luar biasa, karena korupsi menghalangi
bangsa Indonesia menjadi sejahtera.
Apakah kondisi seperti itu terus
kita dibiarkan, mendapatkan wakil rakyat yang korup dari pemilu ke pemilu? Tentu
tidak. Harus ada keberanian menghentikan praktik sogok-menyogok dalam
pemberian suara. Kalau masyarakat ingin memperbaiki kinerja wakil mereka di
lembaga legislatif, marilah kita coba mengubah motivasi memilih, yaitu bukan
karena iming-iming uang melainkan karena berniat baik untuk memilih caleg
yang baik pula.
Anggaplah pemberian suara itu
sebagai ’’sedekah’’ kepada para caleg karena mereka sangat membutuhkan.
Namanya sedekah maka harus dilakukan secara ikhlas tanpa pamrih apa pun,
apalagi nilai uang sogok yang mereka berikan kepada calon pemilih tidaklah
seberapa. Ketimbang mendapat pemberian kecil tapi berdampak besar dalam
kehidupan di dunia dan akhirat, lebih baik kita memberikan suara itu secara
cuma-cuma.
Banyak caleg berkampanye dengan
cara merusak lingkungan, menyuap pemilih. atau cara kotor lainnya. Pilihlah
caleg yang benar-benar baik yang layak menerima amanah sedekah suara. Inilah
pentingnya pendidikan politik, masyarakat harus tahu siapa saja calon wakil
mereka, termasuk rekam jejaknya. Memang belum semua caleg memenuhi kriteria
yang baik sebagai wakil rakyat, tapi kalau memilihnya menggunakan cara yang
baik akan menghasilkan wakil rakyat yang baik pula.
Menjadi
golput memang sebuah pilihan, tapi itu tindakan mubazir karena menyia-nyiakan
milik berharga yang seharusnya bisa dimanfaatkan orang lain. Di antara sekian
banyak caleg, yakinilah tidak semuanya jelek, masih ada yang layak mendapat
sedekah suara. Kalau calegnya baik dan para pemilih juga menyedekahkan
suaranya dengan cara baik, tentu akan menghasilkan wakil rakyat yang baik dan
tidak korup. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar