Dampak
Inovasi pada Pertumbuhan
Joseph E Stiglitz ; Peraih Hadiah
Nobel Ekonomi
|
TEMPO.CO,
22 Maret 2014
Di
seantero dunia, ada antusiasme yang kuat pada jenis inovasi teknologi yang
dilambangkan Silicon Valley. Dalam
pandangan banyak orang, inovasi teknologi Amerika ini mencerminkan keunggulan
komparatif sebenarnya negara itu yang berusaha ditiru negara-negara lain.
Namun ada teka-teki yang sulit dijawab: sulit mendeteksi manfaat yang
dibawakan inovasi ini dalam statistik Produk Domestik Bruto (PDB).
Apa yang
terjadi saat ini analog dengan perkembangan yang terjadi beberapa dekade
lalu, pada awal era komputer pribadi. Pada 1987, ekonom Robert Solow, yang
dianugerahi Hadiah Nobel atas karya ilmiahnya mengenai pertumbuhan, mengeluh
bahwa, "Anda bisa melihat era
komputer ini di mana-mana, tapi tidak dalam statistik produktivitas."
Ada beberapa penjelasan yang mungkin dapat dikemukakan mengenai hal ini.
Mungkin
PDB tidak benar-benar menangkap adanya peningkatan dalam taraf hidup yang
dibawakan inovasi era komputer. Atau mungkin inovasi itu tidak begitu
signifikan seperti yang diyakini mereka yang antusias mengelu-elukannya.
Ternyata, sedikit-banyaknya ada kebenaran pada kedua perspektif ini.
Ingat
bagaimana beberapa tahun yang lalu, sesaat sebelum ambruknya Lehman Brothers, sektor finansial yang
membanggakan inovasi yang mereka bawakan. Mengingat lembaga-lembaga keuangan
telah menarik minat tenaga-tenaga terbaik dan tercemerlang dari seantero
dunia, orang pasti mengharap banyak.
Tapi, setelah dicermati lebih dekat, ternyata sebagian besar dari
inovasi yang mereka bawakan tidak lebih daripada merancang cara-cara yang
lebih baik untuk menipu, memanipulasi pasar tanpa tertangkap
(setidak-tidaknya sekian lama), dan mengeksploitasi kekuatan pasar.
Pada
periode ini, ketika banyak sumber daya mengalir ke sektor "inovasi"
ini, pertumbuhan PDB merosot lebih tajam daripada sebelumnya. Bahkan, di
saat-saat terbaik, ia tidak berujung pada peningkatan taraf hidup (kecuali
bagi para bankir), dan ia pada akhirnya berujung pada krisis yang baru
sekarang kita melepaskan diri dari lilitannya. Kontribusi sosial neto semua "inovasi"
ini negatif.
Begitu
juga gelembung dot-com yang mendahului periode ini ditandai oleh
inovasi--situs-situs web yang memungkinkan orang bisa memesan makanan dan
minuman online. Paling tidak era ini mewariskan search engines yang efisien
dan infrastruktur optik serat.
Dua hal
jelas adanya. Pertama, profitabilitas dari suatu inovasi mungkin bukan ukuran
yang bagus untuk menilai kontribusi netonya pada taraf hidup kita. Dalam
ekonomi di mana pemenang memperoleh segala-galanya, seorang inovator yang
mengembangkan situs web yang lebih baik dalam penjualan makanan, hewan
piaraan, termasuk delivery langsung
ke tempat pemesan, mungkin menarik setiap orang di dunia yang menggunakan
Internet untuk memesan makanan demikian. Sang inovator, dengan begitu, bisa
meraup laba yang cukup besar. Tapi, tanpa layanan delivery itu, sebagian dari
laba itu bakal jatuh ke tangan orang lain. Kontribusi neto situs web ini pada
pertumbuhan ekonomi sebenarnya relatif kecil.
Lagi
pula, jika inovasi, seperti ATM dalam perbankan, berujung pada meningkatnya
PHK, tidak satu pun dari ongkos sosial--tidak juga penderitaan mereka yang
di-PHK atau meningkatnya biaya fiskal untuk membayar pesangon mereka yang
di-PHK--tecermin dalam profitabilitas perusahaan.
Begitu
juga metrik PDB kita tidak mencerminkan ongkos meningkatnya ketidakamanan
yang mungkin dirasakan individu-individu dengan meningkatnya risiko
kehilangan pekerjaan. Tidak kurang
pentingnya, ia sering tidak mencerminkan dengan akurat peningkatan
kesejahteraan masyarakat yang dibawakan inovasi.
Bagaimanapun,
kita tidak bisa menghindari kegelisahan bahwa, pada akhirnya, kontribusi
inovasi akhir-akhir ini pada pertumbuhan taraf hidup mungkin jauh lebih
rendah daripada yang diklaim mereka yang antusias itu. Banyak upaya
intelektual telah dicurahkan untuk merancang cara-cara yang lebih baik untuk
memaksimalkan anggaran iklan dan pemasaran--dengan target konsumen terutama
mereka yang berada, yang mungkin membeli produksi bersangkutan. Tapi taraf
hidup mungkin meningkat lebih tinggi jika semua bakat yang inovatif itu
dialokasikan pada penelitian yang lebih mendasar, atau bahkan pada penelitian
terapan yang bisa menghasilkan produk-produk baru.
Ya,
adanya hubungan satu sama lain dengan lebih baik melalui Facebook atau
Twitter sangat berharga. Tapi bagaimana bisa kita membandingkan
inovasi-inovasi ini dengan inovasi-inovasi seperti laser, transistor, mesin
Turing, dan pemetaan genom manusia, yang masing-masing telah menyebabkan
banjir produk-produk transformatif?
Sudah
tentu ada alasan untuk merasa lega. Walaupun kita tidak tahu seberapa besar
inovasi-inovasi akhir-akhir ini memberikan kontribusi pada kesejahteraan
kita, setidak-tidaknya kita tahu bahwa tidak seperti gelombang inovasi
finansial yang menandai ekonomi global pra-krisis, efeknya positif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar