Jumat, 17 Mei 2013

Zikir di Jalan Macet


Zikir di Jalan Macet
Setiyo Purwanto  ;  Pengajar Psikologi Islam di Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta 
REPUBLIKA, 16 Mei 2013

Problematika kemacetan yang pelik di Ibu Kota dan kota-kota besar di Tanah Air rupanya berdampak dan menyentuh hingga ranah spiritual. Tidak sekadar menyulut emosi negatif dalam bentuk stres, amarah, egoisme, atau amuk, kemacetan lalu lintas berpotensi mengarah pada degradasi spiritualitas bagi kalangan Muslim. Setidaknya, inilah isu yang diturunkan dalam pemberitaan oleh Harian Republika, edisi Kamis, 2 April 2013. Mental dan spiritual masyarakat Muslim terancam terkikis oleh kemacetan akut yang menghiasi hampir seluruh hari-hari warga Ibu Kota.

Dalam tulisan ini, saya hendak menyodorkan suatu solusi berupa metode praktis yang diharapkan bisa membalik realita. Dari solusi ini diharapkan mampu mengubah situasi macet menjadi momen yang justru konstruktif untuk membangkitkan spiritualitas seorang Muslim. 

Bahagia di jalan

Apakah yang terjadi pada pengendara yang sedang terjebak dalam macet? Dalam jebakan kemacetan, para pengendara atau pemakai jalan secara fisik hanya berdiam di belakang kemudi mobil. Postur tubuh duduk di atas jok. Kedua tangan memegangi setir. Kedua mata dengan kewaspadaan tinggi mengawasi situasi. Sisi luaran fisik dan ekspresi verbal memperlihatkan isi kepala dan hati para pengendara yang sedang terjebak macet ini. 

Bila ada rasa marah disertai dengan umpatan-umpatan, maka itulah respons dan reaksi pikiran serta hati terkait tekanan kemacetan. Pikiran dan hati para pengemudi berada dalam emosi yang negatif. Amarah, geram, stres, sikap mau menang sendiri, antipati, atau bahkan mengamuk adalah tanda psikofisiologis yang menunjukkan para pengguna jalan berada dalam keadaan emosi negatif yang sangat dalam. Respons ini barang kali bisa dimaklumi. Karena, boleh jadi inilah yang lazim terjadi pada nyaris semua pengendara. 
Namun, tentu saja ada respons lain yang juga bisa diwujudkan. Manusia memiliki perangkat yang sama, baik untuk `menjadi marah' ataupun `menjadi bahagia’, yakni pikiran dan hati. Hati dan pikiran bisa dibuat negatif, bisa pula dibuat positif.

Untuk itu, sebenarnya ada pilihan lain yang jarang diambil oleh para pengendara, yakni praktik berzikir, terkhusus zikir napas. Memilih berzikir napas di atas kendaraan dengan berbekal hati, jiwa, dan pikiran akan membangun kebahagiaan di jalanan. Kaum Muslim banyak menerima anjuran tentang zikir dalam dogma ajaran Islam. Salah satu anjuran itu ada pada ungkapan zikran katsir yang bermakna `perbanyaklah zikir'. Zikir pun bisa dilakukan dalam semua aktivitas manusia, dari sambil menonton televisi, menyetir mobil, membaca buku, makan, minum, bahkan tidur sekalipun.

Secara umum, dipahami bahwa ritual zikir adalah tipe aktivitas atau format ibadah yang tidak dibatasi oleh persyaratan-persyaratan rumit. Mengingat atau menyadari Allah sebagai penerapan praktis zikir bisa dilakukan kapan dan di manapun, dan dalam keadaan apa pun. Zikir sejatinya pun bukanlah bermakna sekadar mengingat Allah. Ini terlalu sempit maknanya. Karena pikiran manusia tidak akan mampu mengingat Allah. Zikir adalah menyadari Allah, yaitu Allah yang dekat, Allah yang Maha Meliputi Segala Sesuatu. Zikir yang benar adalah zikir dengan kesadaran, bukan zikir dengan pikiran. 

Kesadaran akan Allah bisa dilakukan dan terus-menerus dilatih dan ditempa di manapun, kapan pun, dan dalam situasi apa pun. Karena itu pula, zikir adalah suatu aktivitas yang dawam (tidak terputus). Zikir yang dawam mempertebal keimanan. Zikir sejenis ini bisa dilakukan de- ngan memanfaatkan embusan dan tarikan napas. Karena itu, istilah untuk zikir ini adalah zikir napas. Sebagai sebuah metode, tipe zikir napas sudah banyak terbukti efektif dalam membangun kesadaran, ketenangan, dan kebahagiaan. 

Metode zikir napas dilakukan de ngan mengikuti irama keluar-masuknya napas melalui rongga hidung sampai ke paru-paru, dan kemudian diembuskan melalui rongga hidung lagi. Cara mempraktikkannya juga sangat simpel, yakni ketika menghirup udara, hati berzikir Huu (yang artinya Dia, Allah), dan ketika mengeluarkan napas, hati berzikir `Allah'.

Praktik ini sangat konstruktif dan positif untuk dipraktikkan bagi para pengendara atau pengguna jalan dalam keterjebakan macet. Semua kondisi fisiologis yang ada pada para pengendara ketika terjebak kemacetan sangat kondusif untuk mempraktikkan metode zikir napas. 

Praktik zikir napas memberi sensasi ketenangan, kebahagiaan, dan kepuasan spiritual. Bila para pengendara mempraktikkannya, semua emosi akan beralih positif. Derajat spiritualitas akan meningkat tajam. Sebagaimana dalam makna asalnya, jenis ibadah zikir selalu berorientasi pada Allah, sumber dari segala Sumber Kebahagiaan dan Keberadaan. 

Umat Islam terutama yang hidup di kota-kota besar perlu menjadikan ini sebagai solusi praktis dan mudah. Meningkatkan spiritualitas bisa dijalani sambil duduk di tengah kemacetan Ibu Kota, karena seperti pesan yang termaktub dalam Alquran (Surah Ali Imran: 191): "Orang-orang yang menyadari Allah bisa dilakukan dalam semua kondisi dan postur tubuh: sambil duduk, berdiri, atau berbaring." Berzikir napas di tengah keramaian kemacetan lalu lintas adalah habit spiritual baru yang layak untuk dipraktikkan oleh semua masyarakat urban Muslim di manapun berada. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar