|
REPUBLIKA,
16 Mei 2013
Problematika kemacetan yang pelik
di Ibu Kota dan kota-kota besar di Tanah Air rupanya berdampak dan menyentuh
hingga ranah spiritual. Tidak sekadar menyulut emosi negatif dalam bentuk
stres, amarah, egoisme, atau amuk, kemacetan lalu lintas berpotensi mengarah
pada degradasi spiritualitas bagi kalangan Muslim. Setidaknya, inilah isu
yang diturunkan dalam pemberitaan oleh Harian Republika, edisi Kamis, 2 April
2013. Mental dan spiritual masyarakat Muslim terancam terkikis oleh kemacetan
akut yang menghiasi hampir seluruh hari-hari warga Ibu Kota.
Dalam tulisan ini, saya hendak menyodorkan
suatu solusi berupa metode praktis yang diharapkan bisa membalik realita. Dari
solusi ini diharapkan mampu mengubah situasi macet menjadi momen yang justru
konstruktif untuk membangkitkan spiritualitas seorang Muslim.
Bahagia di jalan
Apakah yang terjadi pada pengendara
yang sedang terjebak dalam macet? Dalam jebakan kemacetan, para pengendara atau
pemakai jalan secara fisik hanya berdiam di belakang kemudi mobil. Postur tubuh
duduk di atas jok. Kedua tangan memegangi setir. Kedua mata dengan kewaspadaan
tinggi mengawasi situasi. Sisi luaran fisik dan ekspresi verbal memperlihatkan
isi kepala dan hati para pengendara yang sedang terjebak macet ini.
Bila ada rasa marah disertai dengan
umpatan-umpatan, maka itulah respons dan reaksi pikiran serta hati terkait
tekanan kemacetan. Pikiran dan hati para pengemudi berada dalam emosi yang
negatif. Amarah, geram, stres, sikap mau menang sendiri, antipati, atau bahkan
mengamuk adalah tanda psikofisiologis yang menunjukkan para pengguna jalan
berada dalam keadaan emosi negatif yang sangat dalam. Respons ini barang
kali bisa dimaklumi. Karena, boleh jadi inilah yang lazim terjadi pada nyaris
semua pengendara.
Namun, tentu saja ada respons lain yang juga bisa
diwujudkan. Manusia memiliki perangkat yang sama, baik untuk `menjadi marah'
ataupun `menjadi bahagia’, yakni pikiran dan hati. Hati dan pikiran bisa dibuat
negatif, bisa pula dibuat positif.
Untuk itu, sebenarnya ada pilihan
lain yang jarang diambil oleh para pengendara, yakni praktik berzikir, terkhusus
zikir napas. Memilih berzikir napas di atas kendaraan dengan berbekal hati,
jiwa, dan pikiran akan membangun kebahagiaan di jalanan. Kaum Muslim
banyak menerima anjuran tentang zikir dalam dogma ajaran Islam. Salah satu
anjuran itu ada pada ungkapan zikran
katsir yang bermakna `perbanyaklah
zikir'. Zikir pun bisa dilakukan dalam semua aktivitas manusia, dari sambil
menonton televisi, menyetir mobil, membaca buku, makan, minum, bahkan tidur
sekalipun.
Secara umum, dipahami bahwa ritual
zikir adalah tipe aktivitas atau format ibadah yang tidak dibatasi oleh persyaratan-persyaratan
rumit. Mengingat atau menyadari Allah sebagai penerapan praktis zikir bisa
dilakukan kapan dan di manapun, dan dalam keadaan apa pun. Zikir sejatinya
pun bukanlah bermakna sekadar mengingat Allah. Ini terlalu sempit maknanya.
Karena pikiran manusia tidak akan mampu mengingat Allah. Zikir adalah menyadari
Allah, yaitu Allah yang dekat, Allah yang Maha Meliputi Segala Sesuatu. Zikir
yang benar adalah zikir dengan kesadaran, bukan zikir dengan pikiran.
Kesadaran akan Allah bisa dilakukan
dan terus-menerus dilatih dan ditempa di manapun, kapan pun, dan dalam situasi
apa pun. Karena itu pula, zikir adalah suatu aktivitas yang dawam (tidak terputus). Zikir yang dawam mempertebal keimanan. Zikir
sejenis ini bisa dilakukan de- ngan memanfaatkan embusan dan tarikan napas.
Karena itu, istilah untuk zikir ini adalah zikir napas. Sebagai sebuah metode,
tipe zikir napas sudah banyak terbukti efektif dalam membangun kesadaran,
ketenangan, dan kebahagiaan.
Metode zikir napas dilakukan de
ngan mengikuti irama keluar-masuknya napas melalui rongga hidung sampai ke
paru-paru, dan kemudian diembuskan melalui rongga hidung lagi. Cara mempraktikkannya
juga sangat simpel, yakni ketika menghirup udara, hati berzikir Huu (yang
artinya Dia, Allah), dan ketika mengeluarkan napas, hati berzikir `Allah'.
Praktik ini sangat konstruktif dan
positif untuk dipraktikkan bagi para pengendara atau pengguna jalan dalam keterjebakan
macet. Semua kondisi fisiologis yang ada pada para pengendara ketika terjebak
kemacetan sangat kondusif untuk mempraktikkan metode zikir napas.
Praktik zikir napas memberi sensasi
ketenangan, kebahagiaan, dan kepuasan spiritual. Bila para pengendara mempraktikkannya,
semua emosi akan beralih positif. Derajat spiritualitas akan meningkat tajam.
Sebagaimana dalam makna asalnya, jenis ibadah zikir selalu berorientasi pada
Allah, sumber dari segala Sumber Kebahagiaan dan Keberadaan.
Umat Islam terutama yang hidup di
kota-kota besar perlu menjadikan ini sebagai solusi praktis dan mudah. Meningkatkan
spiritualitas bisa dijalani sambil duduk di tengah kemacetan Ibu Kota, karena
seperti pesan yang termaktub dalam Alquran (Surah Ali Imran: 191): "Orang-orang yang menyadari Allah bisa
dilakukan dalam semua kondisi dan postur tubuh: sambil duduk, berdiri, atau
berbaring." Berzikir napas di tengah keramaian kemacetan lalu lintas
adalah habit spiritual baru yang layak untuk dipraktikkan oleh semua masyarakat
urban Muslim di manapun berada. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar