|
TEMPO.CO, 30 Mei 2013
Hasil ujian nasional tingkat SMA/K
dan sederajat telah diumumkan. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
persentase kelulusan ujian nasional SMA dan sederajat tahun ini mencapai 99,4
persen. Ini berarti hanya 0,52 siswa peserta UN yang tidak lulus. Namun juga ada
suatu hal yang mencengangkan, yaitu ada 24 SMA dan sederajat dengan tingkat
kelulusan nol persen.
Pun ada yang lebih menarik lagi
dari hasil UN kali ini, yakni mengenai nilai bahasa Indonesia. Nilai UN mata
pelajaran bahasa Indonesia pada siswa jurusan bahasa tingkat SMA lebih rendah
daripada nilai UN siswa jurusan IPA dan IPS. Hal ini tentunya menjadi sebuah
ironi dan menjadi tanda tanya besar.
Berdasarkan logika dan bidang yang
ditekuni, nilai bahasa Indonesia siswa jurusan bahasa semestinya lebih tinggi
daripada nilai siswa jurusan IPS dan IPA. Pernyataan ini didasari fokus
keilmuan yang ditekuni oleh siswa yang bersangkutan. Namun kenyataannya
tidaklah begitu.
Rendahnya nilai UN bahasa Indonesia
ini patut menjadi catatan bagi Kemdikbud dan para guru yang mengampu mata
pelajaran bahasa Indonesia. Guru bahasa Indonesia harus mau mengevaluasi dan
mengoreksi diri agar tahun depan nilai bahasa Indonesia bisa ditingkatkan.
Nilai UN bahasa Indonesia yang
rendah bukan hanya kali ini terjadi. Hasil UN pada 2012 juga menunjukkan
bahwa 25 persen siswa jurusan bahasa tidak lulus mata pelajaran bahasa
Indonesia. Sedangkan siswa jurusan IPS yang tidak lulus mata pelajaran ini
hanya 19 persen, dan siswa IPA hanya 12 persen.
Lalu, apa penyebab rendahnya nilai
UN bahasa Indonesia ini? Ada beberapa penyebab. Di antaranya, pertama, adanya
pandangan dari para siswa bahwa bahasa Indonesia kalah pamor atau kalah kelas
dibanding mata pelajaran lain. Dengan adanya pandangan seperti itu, minat dan
keinginan siswa untuk mempelajari bahasa Indonesia menurun. Rendahnya minat dan
keinginan siswa berakibat pada keseriusan mereka dalam belajar bahasa
Indonesia.
Kedua, rendahnya kemampuan membaca
di kalangan siswa juga ikut mempengaruhi rendahnya nilai bahasa Indonesia,
karena soal UN bahasa Indonesia banyak dalam bentuk teks bacaan yang sifatnya
analisis dan pemahaman. Ini menuntut kecakapan siswa dalam membaca dan
bernalar. Namun kemampuan membaca itulah yang kurang dimiliki para siswa kita.
Survei Progress in International
Reading and Literacy Study (PIRLS) telah dilakukan oleh International Study
Center-Boston College USA, yang bertujuan mengukur mutu pendidikan suatu
negara, khususnya dalam kemampuan membaca. Dari studi tersebut, rata-rata nilai
anak Indonesia untuk kemampuan membaca pada 2011 masih jauh di bawah rata-rata
dunia, yaitu pada angka 33, sedangkan rata-rata dunia adalah 55. Jadi, tidak
perlu heran jika nilai bahasa Indonesia rendah. Sebab, kemampuan anak-anak kita
dalam membaca juga masih rendah.
Ketiga, guru yang mengajarkan
bahasa Indonesia merangkap mengajar untuk seluruh pengajaran bidang bahasa.
Misalnya, guru bahasa Indonesia harus mengajarkan puisi dan berbagai hal
lainnya yang masuk dalam pelajaran bahasa Indonesia. Padahal bahasa Indonesia
sebagai alat komunikasi sangat berbeda dengan bahasa Indonesia sebagai sebuah
ilmu pengetahuan. Dengan adanya guru yang mengajarkan seluruh aspek mata
pelajaran bahasa Indonesia, dengan sendirinya bahasa Indonesia yang diajarkan
tidak mendalam.
Menurut guru besar Suhardi, adanya
guru bahasa Indonesia yang merangkap mengajar puisi, sastra, jurnalistik, dan
lainnya berakibat pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu pengetahuan
tidak utuh. Yang dibahas hanya sebatas elementer atau hanya sebatas pengetahuan
informatif.
Keempat,
penguasaan bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu pengetahuan oleh guru masih
rendah. Dengan demikian, dalam proses transfer pengetahuan, yang terjadi masih
sebatas hal teoretis. Guru belum memiliki keterampilan dan kemampuan dalam
mengaplikasikan ilmu bahasa dalam kegiatan pembelajaran.
Melihat beberapa penyebab rendahnya nilai bahasa Indonesia setiap tahun, berbagai pihak harus terus berupaya meningkatkan kemampuan guru bahasa Indonesia. Pelatihan dan pengembangan ilmu pengetahuan guru bahasa Indonesia harus terus digenjot agar kasus rendahnya nilai bahasa Indonesia tidak terus berulang setiap tahun.
Selanjutnya, rendahnya nilai UN bahasa Indonesia ini juga harus menjadi renungan kita semua, bukan hanya membebankan pada tanggung jawab guru bahasa Indonesia semata. Bahasa Indonesia harus dipakai oleh setiap orang. Kata lainnya, bahasa Indonesia harus dimartabatkan dan digunakan secara benar oleh semua pihak dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan semua pihak ikut bertanggung
jawab dalam mencintai bahasa Indonesia, diharapkan siswa pun ikut mencontoh,
yang pada akhirnya akan menumbuhkan minat di kalangan siswa untuk mempelajari
bahasa Indonesia lebih serius. Keterampilan dan kemampuan siswa akan terlahir
jika mereka telah jatuh hati pada pelajaran bahasa Indonesia.
Siswa juga harus digalakkan untuk
gemar membaca. Dengan adanya kegemaran membaca, diharapkan kemampuan mereka dalam membaca akan meningkat. Dengan
adanya kemauan membaca yang tumbuh dari dalam diri siswa, hal itu akan mengasah
cara berpikir mereka. Dengan demikian, ketika dihadapkan pada soal teks bacaan,
mereka tidak akan menemui hambatan. Sebagai penutup, bukankah bahasa Indonesia
merupakan identitas bangsa Indonesia. Karena itu, jangan biarkan identitas itu
lekang oleh arus zaman. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar