|
KOMPAS, 28 Mei 2013
Jika
pengelolaan anggaran negara tidak terjaga dengan baik, Indonesia bisa
terpeleset kembali ke dalam jurang krisis ekonomi. Karena itu, menteri keuangan
harus bebas dari konflik kepentingan dan afiliasi partai politik.
''Perekonomian
Indonesia saat ini boleh dibilang salah satu yang paling sehat di dunia.
Pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sektor keuangan terjaga baik. Perusahaan
lokal dan asing di berbagai industri terus berekspansi saat dunia lesu.
Kestabilan ekonomi tak lepas dari terjaganya kebijakan terkait pengendalian
uang beredar (moneter) serta anggaran penerimaan dan belanja negara (fiskal).
Dasawarsa terakhir belanja negara tak pernah terlalu jauh melebihi penerimaan
sehingga penambahan utang cukup terjaga relatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tingkat
utang pemerintah pusat menurun terus dibandingkan besarnya perekonomian kita.
Rasio utang terhadap pendapatan nasional kini berada pada tingkat yang cukup
rendah dibandingkan banyak negara lain: sekitar 24 persen. Rendahnya tingkat
utang negara berperan penting memperbaiki kepercayaan dunia investasi pada perekonomian
kita.
Sejak
2010, dana investasi asing mengalir deras ke Indonesia, mulai masuk ke sektor
riil dan instrumen keuangan jangka panjang (sebelumnya lebih pada instrumen
investasi jangka pendek). Ini memungkinkan tercapainya fenomena yang sebelumnya
tak pernah berhasil dicapai di negeri ini: kombinasi antara suku bunga rendah
dan pergerakan nilai tukar rupiah yang terjaga.
Hasil
evolusi perekonomian Indonesia dalam dasawarsa terakhir ini bukan hanya terjadi
di atas kertas yang manfaatnya dinikmati segelintir pemain pasar keuangan.
Masyarakat pun ikut menikmati stabilitas perekonomian yang memungkinkan turunnya
tingkat suku bunga. Cicilan kredit mobil, rumah, dan usaha kecil menjadi lebih
murah. Bahkan, akibat dari tumbuhnya permintaan untuk obligasi tenor panjang di
pasar modal, jangka waktu cicilan untuk KPR kepada masyarakat sekarang bisa
diperpanjang hingga 15-20 tahun. Cicilan rumah yang dulu terasa berat sekarang
lebih terjangkau.
Berkat
menteri keuangan
Melihat
balik 5-10 tahun lalu, kondisi sekarang ini tampak mustahil. Penurunan suku
bunga selalu diikuti pelemahan nilai tukar secara drastis yang berujung krisis
ekonomi (karena investor asing dahulu melihat Indonesia negara berisiko dengan
tingkat utang tinggi sehingga investor yang masuk pemain spekulatif jangka
pendek yang butuh kompensasi suku bunga tinggi pula). Intinya, kita perlu
mencamkan, kestabilan perekonomian saat ini bukan kebetulan. Ia tak mungkin
tercapai tanpa pengawalan konsisten menteri keuangan terhadap kebijakan
anggaran 12 tahun terakhir (Boediono, Sri Mulyani, hingga Agus Martowardojo
yang meninggalkan posisi itu Mei ini).
Dalam
setiap negara demokratis, anggaran negara merupakan kompromi berbagai
kepentingan politik lintas golongan. Setiap entitas politik secara alamiah
berusaha memaksimalkan belanja negara agar menguntungkan konstituennya. Itu
sebabnya, jika anggaran belanja negara diibaratkan mobil yang selalu ingin
melaju lebih cepat, menteri keuangan harus bisa berfungsi sebagai rem pakem. Ia
harus mengerti betul keterkaitan kebijakan anggaran dengan jumlah uang beredar,
suku bunga, nilai tukar, dan stabilitas pasar keuangan.
Kepercayaan
dunia investasi terhadap perekonomian Indonesia harus dijaga baik karena
tantangan yang dihadapi perekonomian ke depan akan meningkat. Contohnya,
cadangan devisa di BI mulai menurun sejak akhir 2012, antara lain akibat impor
BBM yang meningkat relatif terhadap ekspor (buah dari subsidi BBM membengkak).
Kekurangan penerimaan terhadap belanja negara terancam melebihi 3 persen
pendapatan nasional.
Jika
tekanan seperti ini dibiarkan terus mengakumulasi ke depan tanpa kebijakan
korektif, kepercayaan investor internasional bisa berbalik arah. Jika terjadi
pembalikan arus modal ke luar negeri, nilai tukar bisa goyah, suku bunga harus
dinaikkan, dan perekonomian akan kembali goyang seperti episode buruk pada 2005
dan 2008 yang kita alami.
Di
sinilah pentingnya peran nyata menteri keuangan. Ia harus bisa menjaga
kepercayaan serta mendorong dan meyakinkan pemimpin negara akan perlunya
mengambil tindakan tidak populer (menaikkan harga BBM). Visinya juga minimal 10
tahun ke depan, melebihi visi lima tahunan politisi peserta pemilu yang
senantiasa berusaha mendorong anggaran belanja. Jadi, seorang menteri keuangan
harus dari kalangan profesional—praktisi atau akademisi—yang bebas dari
kepentingan dan agenda politik. Jika tidak, anggaran negara bisa diibaratkan
sebagai mobil tanpa rem yang rentan kecelakaan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar