|
SINAR HARAPAN, 30 Mei 2013
Akhir-akhir
ini negara kita disibukkan dengan berbagai analisis tentang masalah subsidi
bahan bakar minyak (BBM). Berulang kali masalah BBM dan energi yang terkait
dengan BBM ini telah menjadi topik yang menarik untuk dianalisis dan
diperdebatkan.
BBM
yang berasal dari energi fosil memerlukan waktu jutaan tahun dalam proses
pembentukannya. Sebagai contoh, dari saat proses fotosintesis oleh pohon di
hutan yang menangkap energi matahari dan menyerap CO2 serta mengubahnya menjadi
senyawa hidrokarbon, untuk akhirnya dipanen sebagai batu bara, memerlukan waktu
yang dikenal sebagai skala waktu geologi.
Saat
ini dikenal pula sumber energi terbarukan seperti etanol, di mana dengan
sengaja jagung, singkong atau tanaman lainnya, hasilnya diproses untuk
digunakan sebagai BBM alternatif.
George
A Olah, penerima hadiah Nobel di bidang kimia, pada 2006 menulis buku Methanol
Economy yang menjelaskan ekonomi masa depan, di mana metanol digunakan sebagai
pengganti bahan bakar fosil.
Dijelaskan
bahwa dengan teknologi masa kini, dari CO2, telah dapat secara langsung
dihasilkan metanol yang dapat digunakan sebagai “energy-carrier” (pembawa energi) untuk kebutuhan energi.
Ini
berarti penyediaan energi konvensional yang mengandalkan energi fosil, yang
memerlukan skala waktu jutaan tahun dalam pembentukannya, kini telah dapat
diperpendek menjadi skala waktu harian. Karena bahan dasar metanol ini adalah
CO2, hal ini juga sekaligus merupakan solusi untuk menurunkan polusi CO2 di
atmosfer.
Kembali
ke permasalahan BBM yang berdampak pada masalah subsidi, yang mengakibatkan
pembebanan pada anggaran negara yang tidak sewajarnya, maka hal ini
mengakibatkan pencarian pada sumber-sumber energi baru yang dapat dimanfaatkan
sebagai BBM alternatif.
Pertanyaan
yang umumnya muncul adalah: “Apakah ada sumber energi alternatif sebagai solusi
pengganti BBM, sehingga subsidi untuk BBM kita dapat dikurangi?”
Jawaban
umum yang muncul adalah: “Ada, yaitu dengan melakukan diversifikasi energi.”
Pertanyaan
berikutnya adalah: "Sumber energi apa saja?"
Jawabannya
antara lain:
1.
Pemanfaatan energi terbarukan seperti energi bio di mana etanol sebagai salah
satu diversifikasi energi yang patut dipertimbangkan. Sayangnya, etanol
harganya lebih mahal daripada BBM konvensional. Timbullah pemikiran bahwa
sudahlah saatnya subsidi untuk BBM dialihkan untuk subsidi etanol. Subsidi
tetaplah ada, namun terjadilah diversifikasi energi. Demikianlah argumen yang
dapat dipakai untuk justifikasi penggunaan etanol sebagai BBM alternatif.
Sementara itu, ada yang mempermasalahkan bahwa di saat masih ada bencana
kelaparan di berbagai negara, apakah pantas untuk memanfaatkan lahan yang
seharusnya digunakan untuk keperluan pangan, digunakan untuk keperluan energi
bagi orang-orang kota?
2.
Pemanfaatan geotermal. Energi yang dihasilkan oleh panas bumi ini selanjutnya
dikonversikan ke dalam bentuk energi listrik. Bagaimana caranya sumber energi
ini dikaitkan dengan usaha untuk mengurangi pemakaian BBM? Solusinya adalah
dengan mengembangkan mobil listrik. Dengan penggunaan mobil listrik ini maka
akan terjadi pengurangan penggunaan BBM, yang berarti juga pengurangan subsidi.
3.
Pemanfaatan gas alam. Dengan menggunakan converter kit, kendaraan bermotor
dapat dialihkan untuk menggunakan Compressed Natural Gas (CNG) sebagai BBM
alternatif. Tampaknya ini merupakan solusi terdekat dari diversifikasi energi.
Hanya saja penggunaan CNG sebagai BBM alternatif masih menyisakan pekerjaan
rumah yang tidak mudah untuk diselesaikan dengan segera dan juga tidak murah.
Penyaluran CNG dari sumber gas alam kepada pengguna membutuhkan infrastruktur
pipa penyaluran dan juga pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG)
yang tidak sedikit jumlahnya.
Ada
suatu ungkapan yang mengatakan: "Sebenarnya alam telah menyediakan kepada
kita jawaban yang benar terhadap masalah-masalah yang kita hadapi, sekarang
tergantung kepada kita, apakah kita sudah mempertanyakannya kepada alam dengan
benar?"
Berkaitan
dengan hal tersebut, tampaknya yang terjadi adalah seperti ungkapan berikut:
"Kita sering terjebak pada situasi untuk mencari jawaban yang benar dari
suatu pertanyaan yang salah." Oleh karena itu, apakah pertanyaan tadi yang
mempertanyakan adakah sumber energi lain sebagai pengganti BBM, adalah
pertanyaan yang tepat atau benar?
Seandainya
saja pertanyaan yang diajukan adalah: "Adakah energy-carrier sebagai pengganti BBM, yang dapat membawa energi
yang berasal dari berbagai jenis sumber energi kepada penggunanya?"
Jawabnya
adalah: "Ada, yaitu metanol."
- Berbagai sumber energi seperti gas alam, batu bara,
biomassa, sampah, kotoran hewan, limbah pabrik kertas, dapat
ditransformasikan menjadi energy-carrier
dalam bentuk metanol sehingga dapat digunakan sebagai BBM alternatif.
- Bahkan, di Reykjavik Islandia, CRI (Carbon Recycling International)
telah memproduksi metanol dengan bahan baku CO2 serta memanfaatkan listrik
yang berasal dari geotermal. Ini juga berarti untuk mengurangi pemakaian
BBM pada kendaraan bermotor, geotermal tidaklah harus dikorelasikan dengan
mobil listrik.
- Di samping itu, jika etanol berharga lebih mahal
daripada BBM, sebaliknya harga metanol lebih murah dari BBM.
- Selain itu, seperti juga etanol maka metanol adalah
bahan bakar yang tidak polutif atau bersih lingkungan.
- Karena bentuk fisiknya yang berupa cairan, untuk
masalah distribusi dan penyalurannya, dengan melakukan modifikasi yang
terbatas, dimungkinkan untuk memanfaatkan infrastruktur dan sistem
distribusi BBM yang tersedia saat ini.
Kembali
seperti yang disebutkan di awal tentang maraknya debat dan analisis sekitar
masalah BBM, saya teringat akan ungkapan Edward de Bono yang mengatakan, “You can analyze the past, but you have to
design the future.” Mudah-mudahan, dengan mengikuti rancangan dari George A
Olah yaitu “Methanol Economy”,
analisis dan debat seputar BBM bermuara pada solusi yang optimal. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar