|
SINAR
HARAPAN, 16 Mei 2013
Dalam
sebuah forum kuliah umum Soegeng Sarjadi
Syndicate bertajuk "Mendengar Suara Rakyat: Menuju 2014”, Senin
(29/4) lalu, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) dengan penuh
rasa percaya diri mengatakan kasus lumpur Lapindo tidak
memiliki dampak besar terhadap elektabilitas dirinya sebagai calon
presiden (capres).
Lebih
lanjut, Ical mengatakan jika gangguan penayangan Indonesia Super League (ISL)
di TV One dan ANTV –dua stasiun televisi milik kelompok usaha Bakrie– jauh
lebih membawa dampak besar terhadap elektabilitas dirinya ketimbang kasus
Lapindo.
Ical
mengklaim saat urusan ISL dapat diselesaikan begitu banyak orang yang
mengucapkan terima kasih dibandingkan jika dirinya menyelesaikan kasus lumpur
Lapindo.
Sekilas
pernyataan itu terdengar biasa saja. Akan tetapi, jika kita telaah lebih jauh
pernyataan itu mengandung arogansi politik tersendiri.
Dengan
mengatakan kasus lumpur Lapindo tidak memiliki dampak besar
terhadap elektabilitas dirinya sebagai calon presiden ketimbang gangguan
penayangan ISL di TV One dan ANTV, Ical seakan hendak menunjukkan kepada publik
kasus lumpur Lapindo bukanlah masalah besar dan penting untuk segera
diselesaikan.
Lebih
dari itu, Ical juga hendak mengirimkan pesan politik jika pencalonan dirinya
dalam pemilihan presiden mendatang tidak menghadapi tantangan berarti. Namun, benarkah
demikian?
Jika
kita amati secara saksama dinamika internal Partai Golkar selama satu
tahun terakhir ini sesungguhnya telah muncul benih-benih perlawanan terhadap
pencalonan Ical. Benih-benih perlawanan itu terutama disemai Akbar
Tandjung selaku ketua dewan pembina partai. Dalam sejumlah kesempatan
Akbar Tandjung meminta Partai Golkar melakukan evaluasi terhadap pencalonan
Ical.
Permintaan
itu didasarkan pertimbangan tingkat popularitas Ical yang tidak kunjung
mengalami kenaikan signifikan. Bahkan, Ical tidak masuk dalam jajaran
capres dengan peringkat terbaik hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia
(LSI) mengenai kualitas personal capres.
Sebagaimana
diketahui bersama LSI telah merilis hasil survei mengenai kualitas personal
capres. Survei itu menggunakan 223 (pengemuka pendapat) opinion
leader sebagai responden. Mereka diminta menilai kualitas personal tokoh-tokoh
yang diperkirakan maju dalam kontestasi pemilihan presiden tahun 2014.
Lima
tolok ukur penilaian itu adalah: (1) Kemampuan memimpin negara dan
pemerintahan; (2) Tidak melakukan atau diopinikan melakukan korupsi kolusi
nepotisme; (3) Tidak melakukan atau diopinikan melakukan pelanggaran hak asasi
manusia; (4) Jujur, amanah, dan dapat dipercaya, dan (5) Mampu berdiri di atas
semua kelompok atau golongan.
Permintaan
Akbar Tandjung agar Partai Golkar melakukan evaluasi terhadap pencalonan Ical
tentu tidak dapat dipandang sebelah mata mengingat rekam jejaknya sebagai
politikus senior dan mantan ketua umum Partai Golkar di masa-masa awal reformasi
yang penuh turbulensi politik. Dapat dipastikan mantan ketua umum PB HMI itu
masih memiliki basis massa dan pendukung loyal di tingkat akar rumput partai.
Resistensi
Eksternal
Selain
menghadapi adangan dari lingkungan internal partai, Ical juga dihadapkan pada
resistensi eksternal. Kasus utama dari sebab munculnya
resistensi eksternaltersebut adalah kasus lumpur Lapindo di Kabupaten
Sidoarjo, Jawa Timur.
Kasus
lumpur Lapindo bermula pada 29 Mei 2006 akibat kesalahan pengeboran
yang dilakukan PT Lapindo Brantas milik kelompok usaha Bakrie.
Kasus lumpur
Lapindo telah menyebabkan lebih dari ratusan hektare wilayah permukiman
tenggelam. Sudah tak terhitung lagi kerugian materi maupun nonmateri yang
timbul akibat bencana tersebut. Meskipun sudah tujuh tahun
berlalu proses ganti rugi seakan berjalan di tempat tanpa kemajuan signifikan.
Dengan
segala kontroversi yang melekat pada dirinya, popularitas Ical memang terasa
cukup sulit untuk dikerek dengan cepat dalam jangka waktu dua tahun. Ical
memang memiliki modal mumpuni berupa kendaraan politik sekelas Partai Golkar.
Namun,
modal kendaraan politik saja tidak cukup untuk memenangi kontestasi pemilihan
presiden tahun 2014. Apalagi saat ini Ical sedang menghadapi adangan serius
dari lingkungan internal Partai Golkar.
Patut
diingat bahwa di era pemilihan presiden secara langsung seperti saat ini
tingkat popularitas seorang kandidat juga memainkan peran penting dalam
menentukan hasil akhir dari sebuah kontestasi pemilihan presiden secara
langsung. Jika seorang kandidat memiliki tingkat popularitas yang tinggi di
mata publik, hampir dapat dipastikan ia memiliki tingkat keterpilihan yang
tinggi pula.
Fenomena
kemunculan Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi bukti
konkret hal itu. Pada Pemilu 2004, Partai Demokrat selaku pendukung utama SBY
hanya memperoleh suara sebesar 7,45 persen sehingga secara matematis peluang
SBY untuk menduduki kursi kepresidenan pun kecil.
Namun, realitas politik
berbicara lain. Pada pilpres putaran kedua SBY berhasil meraup suara 60,62
persen.
Hal
serupa kembali terjadi lima tahun kemudian. SBY berhasil tampil sebagai
pemenang pilpres hanya dalam satu putaran dengan perolehan suara 60,80 persen,
jauh melampaui perolehan suara Partai Demokrat sebesar 20,85 persen.
Selain
soal popularitas seorang calon presiden, mutlak juga harus disukai para calon
pemilih. Mungkin saja sebagian besar masyarakat mengenal nama Ical, tetapi yang
menjadi pertanyaan kemudian apakah pengenalan publik terhadap Ical berada dalam
konteks citra positif atau citra negatif? Di tingkat ini Ical akan menghadapi
hambatan serius.
Satu
pelajaran penting bagi para tokoh yang ingin ambil bagian dalam kontestasi
pemilihan presiden 2014 adalah keharusan memperhatikan penilaian publik
terhadap diri mereka. Tingkat popularitas dan kesukaan inilah yang kelak akan
memengaruhi tingkat elektabilitas seorang kandidat.
Logikanya,
jika seorang kandidat pada tingkat popularitas saja sudah
anjlok tentu akan sangat sulit untuk mendongkrak tingkat
elektabilitas. Dukungan politik yang mumpuni dari partai politik tidak lagi
menjadi faktor penentu bagi kemenangan seorang kandidat dalam era pemilihan
langsung seperti saat ini. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar