Rabu, 22 Mei 2013

Reformasi Masih Sebatas Impian


Reformasi Masih Sebatas Impian
Singgih B Setiawan ;  Reporter Senior II Harian Umum Suara Karya
SUARA KARYA, 21 Mei 2013

Tanggal 21 Mei 2013 ini, tepat 15 tahun Presiden ke-2 RI Soeharto mengundurkan diri menyusul terjadinya Kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Soeharto yang telah menjabat selama 32 tahun digantikan oleh BJ Habibie.

Hanya berselang 70 hari setelah diangkat kembali menjadi presiden untuk periode yang ketujuh kalinya, Soeharto terpaksa mundur dari jabatannya sebagai presiden. Media massa cetak maupun layar kaca saat itu menyiarkan secara langsung detik per detik proses pengunduran diri Soeharto.

Kalau kita kembali ke masa 15 tahun yang lalu, selama Mei 1998, Jakarta seolah dilanda angkara murka. Kerusuhan terjadi di mana-mana dan berdarah-darah. Tim Gabungan Pencari Fakta mencatat setidaknya 288 korban meninggal dan ribuan rumah serta toko rusak terbakar. Mei 1998 benar-benar menjadi sejarah kelam bangsa ini.

Tanggal 12-20 Mei 1998 menjadi detik-detik yang menentukan masa jabatan Soeharto. Bagaimanapun, masa-masa itu kekuasaannya semakin tergerus oleh berbagai aksi demo mahasiswa. Aksi mahasiswa menyebar ke seantero negeri.

Ribuan mahasiswa menggelar aksi keprihatinan di berbagai tempat. Mahasiswa Universitas Trisaksi, Jakarta mengelar aksi tidak jauh dari kampus mereka. Kemudian, peserta aksi mulai keluar dari halaman kampus dan berniat datang ke Gedung MPR/DPR yang memang sangat stategis. Tanggal 12 Mei 1998 sore, terdengar siaran berita meninggalnya empat mahasiswa Trisakti.

Mereka yang tewas adalah dua mahasiswa angkatan 1995 dan dua mahasiswa angkatan 1996. Angkatan 1995 terdiri dari Hery Hartanto (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin) dan Hafidhin Alifidin Royan (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin). Sedang, mahasiswa yang tewas angkatan 1996 adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur) dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen).

Tanggal 13 Mei 1998, jenasah keempat mahasiswa yang tewas diberangkatkan ke kediaman masing-masing. Mahasiswa yang hadir menyanyikan lagu Gugur Bunga. Tewasnya para mahasiswa disiarkan secara luas melalui pemberitaan radio, televise, dan surat kabar.

Tewasnya keempat mahasiswa seakan sebagai ledakan suatu peristiwa yang lebih besar. Kamis, 14 Mei 1998, Jakarta dilanda kerusuhan hebat. Tanggal 15 Mei 1998, pesawat yang membawa Presiden Soeharto dan rombongan mendarat menjelang pukul 05.00 WIB pagi di pangkalan udara utama TNI AU Halim Perdanakusuma dari kunjungan ke Kairo, Mesir untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 15 (Group 15/G-15). Tanggal 16 Mei 1998, Presiden mengadakan serangkaian pertemuan termasuk berkonsultasi dengan unsur pimpinan DPR. Tanggal 17 Mei 1998, Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya Abdul Latief mengajukan surat pengunduran diri sebagai menteri. Tanggal 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa mendatangi Gedung MPR/DPR.

Pada 1997, menurut Bank Dunia, 20 sampai 30 persen dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama bertahun-tahun. Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 menerpa juga ke Indonesia. Bahkan, krisis itu menerjang juga sektor krisis ekonomi. Pada 8 Oktober 1997, Presiden meminta bantuan IMF dan Bank Dunia untuk memperkuat sektor keuangan dan menyatakan badai pasti berlalu. Presiden minta seluruh rakyat tetap tabah dalam menghadapi gejolak krisis moneter. Di tengah krisis ekonomi yang parah dan adanya penolakan yang cukup tajam, pada 10 Maret 1998, MPR mengesahkan Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya. Meskipun sebelumnya, Soeharto sempat menyatakan untuk tidak dicalonkan kembali sebagai Presiden pada periode 1998-2003. Kali ini, Prof Ing BJ Habibie sebagai wakil presiden.

Pada 17 Maret 1998, ia menyumbangkan seluruh gaji dan tunjangannya sebagai presiden dan meminta kerelaan para pejabat tinggi lainnya untuk menyerahkan gaji pokoknya selama satu tahun dalam rangka krisis moneter. Di dunia internasional, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer The Smiling General (Sang Jenderal yang Tersenyum) karena raut mukanya yang selalu tersenyum di muka pers dalam setiap acara resmi kenegaraan, saat menghadapi tuntutan untuk mundur, pada 1 Mei 1998, Soeharto menyatakan bahwa reformasi akan dipersiapkan mulai tahun 2003.

Ketika di Mesir pada 13 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan bersedia mundur kalau memang rakyat menghendaki dan tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan kekuatan senjata. Sebelas menteri bidang ekonomi dan industri (ekuin) Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri pada 20 Mei 1998. 

Krisis moneter dan ekonomi benar-benar menggerogoti sistem kepemimpinannya. Dampaknya, Soeharto tidak bisa bertahan di pucuk kepemimpinan negeri. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer, serta berpuncak pada pendudukan gedung DPR/MPR RI oleh ribuan mahasiswa, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden RI BJ Habibie.

15 tahun sudah reformasi bergulir seiring dengan berakhirnya era pemerintahan Soeharto. Namun, kehidupan bangsa tetap kacau balau. Reformasi yang diharapkan akan mengubah negeri ini ke arah yang lebih baik ternyata masih jauh panggang dari api. Masyarakat menilai, belum ada garis batas yang jelas antara kondisi saat ini dengan periode sebelum reformasi.

Banyak hal yang justru melenceng dari agenda reformasi. Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang subur di era orde baru, dan diawal reformasi yang didengung-dengungkan akan diberantas sampai ke akar-akarnya, sebaliknya justru makin menjadi-jadi di tengah genderang perang pemberantasan korupsi di negeri ini. Menyedihkan memang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar