|
SUARA
KARYA, 21 Mei 2013
Tanggal 21 Mei 2013 ini, tepat 15
tahun Presiden ke-2 RI Soeharto mengundurkan diri menyusul terjadinya Kerusuhan
Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Soeharto yang
telah menjabat selama 32 tahun digantikan oleh BJ Habibie.
Hanya berselang 70 hari setelah diangkat
kembali menjadi presiden untuk periode yang ketujuh kalinya, Soeharto terpaksa
mundur dari jabatannya sebagai presiden. Media massa cetak maupun layar kaca
saat itu menyiarkan secara langsung detik per detik proses pengunduran diri
Soeharto.
Kalau kita kembali ke masa 15
tahun yang lalu, selama Mei 1998, Jakarta seolah dilanda angkara murka.
Kerusuhan terjadi di mana-mana dan berdarah-darah. Tim Gabungan Pencari Fakta
mencatat setidaknya 288 korban meninggal dan ribuan rumah serta toko rusak terbakar.
Mei 1998 benar-benar menjadi sejarah kelam bangsa ini.
Tanggal 12-20 Mei 1998 menjadi
detik-detik yang menentukan masa jabatan Soeharto. Bagaimanapun, masa-masa itu
kekuasaannya semakin tergerus oleh berbagai aksi demo mahasiswa. Aksi mahasiswa
menyebar ke seantero negeri.
Ribuan mahasiswa menggelar aksi
keprihatinan di berbagai tempat. Mahasiswa Universitas Trisaksi, Jakarta
mengelar aksi tidak jauh dari kampus mereka. Kemudian, peserta aksi mulai
keluar dari halaman kampus dan berniat datang ke Gedung MPR/DPR yang memang
sangat stategis. Tanggal 12 Mei 1998 sore, terdengar siaran berita meninggalnya
empat mahasiswa Trisakti.
Mereka yang tewas adalah dua
mahasiswa angkatan 1995 dan dua mahasiswa angkatan 1996. Angkatan 1995 terdiri
dari Hery Hartanto (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin) dan Hafidhin
Alifidin Royan (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin). Sedang, mahasiswa yang
tewas angkatan 1996 adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Jurusan Arsitektur) dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi Jurusan
Manajemen).
Tanggal 13 Mei 1998, jenasah
keempat mahasiswa yang tewas diberangkatkan ke kediaman masing-masing.
Mahasiswa yang hadir menyanyikan lagu Gugur Bunga. Tewasnya para mahasiswa
disiarkan secara luas melalui pemberitaan radio, televise, dan surat kabar.
Tewasnya keempat mahasiswa seakan
sebagai ledakan suatu peristiwa yang lebih besar. Kamis, 14 Mei 1998, Jakarta
dilanda kerusuhan hebat. Tanggal 15 Mei 1998, pesawat yang membawa Presiden
Soeharto dan rombongan mendarat menjelang pukul 05.00 WIB pagi di pangkalan
udara utama TNI AU Halim Perdanakusuma dari kunjungan ke Kairo, Mesir untuk
mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 15 (Group 15/G-15). Tanggal
16 Mei 1998, Presiden mengadakan serangkaian pertemuan termasuk berkonsultasi
dengan unsur pimpinan DPR. Tanggal 17 Mei 1998, Menteri Pariwisata, Seni, dan
Budaya Abdul Latief mengajukan surat pengunduran diri sebagai menteri. Tanggal
18 Mei 1998, ribuan mahasiswa mendatangi Gedung MPR/DPR.
Pada 1997, menurut Bank Dunia, 20
sampai 30 persen dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama
bertahun-tahun. Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 menerpa juga
ke Indonesia. Bahkan, krisis itu menerjang juga sektor krisis ekonomi. Pada 8
Oktober 1997, Presiden meminta bantuan IMF dan Bank Dunia untuk memperkuat
sektor keuangan dan menyatakan badai pasti berlalu. Presiden minta seluruh
rakyat tetap tabah dalam menghadapi gejolak krisis moneter. Di tengah krisis
ekonomi yang parah dan adanya penolakan yang cukup tajam, pada 10 Maret 1998,
MPR mengesahkan Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya. Meskipun
sebelumnya, Soeharto sempat menyatakan untuk tidak dicalonkan kembali sebagai
Presiden pada periode 1998-2003. Kali ini, Prof Ing BJ Habibie sebagai wakil
presiden.
Pada 17 Maret 1998, ia
menyumbangkan seluruh gaji dan tunjangannya sebagai presiden dan meminta
kerelaan para pejabat tinggi lainnya untuk menyerahkan gaji pokoknya selama
satu tahun dalam rangka krisis moneter. Di dunia internasional, Soeharto sering
dirujuk dengan sebutan populer The Smiling General (Sang Jenderal yang
Tersenyum) karena raut mukanya yang selalu tersenyum di muka pers dalam setiap
acara resmi kenegaraan, saat menghadapi tuntutan untuk mundur, pada 1 Mei 1998,
Soeharto menyatakan bahwa reformasi akan dipersiapkan mulai tahun 2003.
Ketika di Mesir pada 13 Mei 1998,
Presiden Soeharto menyatakan bersedia mundur kalau memang rakyat menghendaki
dan tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan kekuatan senjata. Sebelas
menteri bidang ekonomi dan industri (ekuin) Kabinet Pembangunan VII
mengundurkan diri pada 20 Mei 1998.
Krisis moneter dan ekonomi benar-benar
menggerogoti sistem kepemimpinannya. Dampaknya, Soeharto tidak bisa bertahan di
pucuk kepemimpinan negeri. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan
politik dan militer, serta berpuncak pada pendudukan gedung DPR/MPR RI oleh
ribuan mahasiswa, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk
menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia.
Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden RI BJ Habibie.
15 tahun sudah reformasi bergulir
seiring dengan berakhirnya era pemerintahan Soeharto. Namun, kehidupan bangsa
tetap kacau balau. Reformasi yang diharapkan akan mengubah negeri ini ke arah
yang lebih baik ternyata masih jauh panggang dari api. Masyarakat menilai,
belum ada garis batas yang jelas antara kondisi saat ini dengan periode sebelum
reformasi.
Banyak hal yang justru melenceng
dari agenda reformasi. Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang subur di era
orde baru, dan diawal reformasi yang didengung-dengungkan akan diberantas
sampai ke akar-akarnya, sebaliknya justru makin menjadi-jadi di tengah
genderang perang pemberantasan korupsi di negeri ini. Menyedihkan memang! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar