Rabu, 22 Mei 2013

Pilpres 2014, Momen Kebangkitan


Pilpres 2014, Momen Kebangkitan
Sehabudin el-Bugury ;  Mahasiswa S-1 Perbandingan Mazhab dan Hukum,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
SUARA KARYA, 21 Mei 2013


Menjelang dua priode kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY-JK dan SBY-Boediono) belum jelas ke mana arah bangsa ini bergerak. Terpilihnya SBY- Boediono pada pemilihan presiden (pilpres) 2009, yang awalnya akan dijadikan momen kebangkitan bangsa, ternyata hanya menyisakan waktu transisi yang membosankan. Bangsa ini tak juga bangkit. Keterpurukan sistem hukum, merebaknya praktik korupsi di lembaga pemerintahan di pusat hingga daerah, intoleransi beragama, maupun krisis kepercayaan terhadap lembaga negara menghiasi kehidupan rakyat bangsa ini.

Sederet fenomena di atas membawa pengaruh pada kalangan masyarakat bawah (grass root). Banyak masyarakat kemudian mulai pesimis, akankah bangsa ini dapat bangkit dari keterpurukannya atau harus menunggu siklus kebangkitan.

Dalam pada itu, antara percaya dan tidak, kadang kita harus menelan pil pahit, bahwa sebagian masyarakat kita memang malas untuk bangkit. Barangkali tak jauh dari kenyataan, hal itu akibat dari para politisi negeri yang bermental busuk dan apatis, yang hanya mengantongi uang rakyat (korupsi). Akhirnya antara kalangan para penguasa (mainstream) dan rakyat berkutat dengan menunggu datangnya kebangkitan.

Padahal kalau kita melihat sejarah bangsa, kebangkitan bangsa bukan lahir dari sikap menunggu. Ambillah contoh momentum historis kelahiran Budi Utomo 1908 dan Sumpah Pemuda 1928. Dari lahirnya pergerakan politik itu berimplikasi pada rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Akhirnya, perjuangan yang tiada henti dan upaya keras untuk keluar dari genggaman kolonial berbuah manis dan bermuara pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Orang percaya, momen kebangkitan bukanlah sesuatu yang harus ditunggu. Momen diciptakan dan direkayasa oleh keyakinan dan optimisme. Sebenarnya, Indonesia berpotensi untuk bangkit. Kemerdekaan dan proses reformasi merupakan dua momen penting kebangkitan bangsa ini.

Ironisnya, banyak masyarakat sering melupakan perjalanan sejarah bangsa: perjalanan kebangkitan nasional, perjuangan kemerdekaan, dan reformasi. Dalam tataran tertentu, masyarakat sering kali mengalami "amnesia sejarah". Momen kebangkitan nasional dan reformasi sangat mudah dibalikkan menjadi momen seremonial belaka.

Satu momen penting dari gerakan reformasi dan demokratisasi saat ini adalah dengan adanya pemilihan umum secara langsung. Setelah pemilihan langsung anggota legislatif dan presiden 2004 dan 2009, yang berakhir pada terpilihnya Presiden SBY secara berturut-turut, maka kini saatnya menjelang pemilu 2014, demokrasi negeri ini akan diuji kembali. Masyarakat tentu akan bertanya dan berharap, akankah pemilihan presiden 2014 akan membawa kebangkitan bangsa, atau masyarakat kembali menunggu seraya dijejali kasus-kasus korupsi?

Bak menunggu bayi yang dilahirkan, presiden 2014-2019 akan lahir dari rahim demokrasi yang benar-benar pilihan rakyat. Menunggu kelahiran presiden dan wakilnya kali ini akan sangat berbeda dan mencemaskan. Berbeda karena media massa mewartakan beberapa aktor ikut andil dalam pemilu 2014, seperti si raja dangdut Rhoma Irama, akan memeriahkan pesta demokrasi lima tahunan itu. Tentu, masyarakat bertanya-tanya, akankah "bayi demokrasi" itu akan lahir normal, atau memiliki cacat bawaan.

Dalam pada itu, rakyat memiliki momentum berharga dan memiliki hak untuk mengubah bangsa. Oleh karena itu, pilihan yang benar akan menentukan nasib bangsa dan kebangkitan bangsa.

Indonesia tak diragukan lagi, sebuah bangsa besar, memiliki potensi alam yang luar biasa, tak terkalahkan oleh bangsa manapun. Indonesia memiliki budaya yang kuat dan unik, keragaman dan sekaligus perekat: bahasa, bangsa, dan tanah air. Indonesia juga memiliki potensi SDM yang melimpah ruah. Hal ini sangat berpotensi dalam memajukan Indonesia.

Namun, satu permasalahan yang belum dimiliki bangsa ini, pemimpin yang mampu membangkitkan potensi itu menjadi suatu kesatuan yang utuh. Memang Indonesia perlu pemimpin yang dapat menyatukan semua potensi itu untuk kepentingan bangsa, bukan untuk kepentingan pribadinya.

Untuk mengarungi masa depan, bangsa Indonesia memang membutuhkan pemimpin-pemimpin yang berbobot. Pemimpin yang di dalam dadanya selalu menyala api idealisme yang tinggi, yang siap berjuang dan berkorban bagi kepentingan seluruh bangsanya, dan bukan hanya mementingkan diri sendiri atau kelompoknya.

Juga, pemimpin yang dibutuhkan bangsa kita saat ini adalah pemimpin yang karena sikap dan kejujurannya mampu menjadi tokoh yang diteladani, terutama oleh generasi muda, jujur, terbuka, tegas, percaya diri, dan bersedia menerima pendapat orang lain dengan kebesaran jiwa, serta mampu merasakan getaran sukma rakyat yang masih menghadapi persoalan-persoalan kemiskinan, kebodohan, dan yang senantiasa mendambakan keadilan dalam hidupnya.

Akhirnya, kita berharap, pemilihan presiden 2014 nanti akan benar-benar dapat menjadi momen kebangkitan bagi bangsa ini. Kendati bibit-bibit perselisihan dan perpecahan tampak menjelang pemilu, namun itu diharapkan tidak berkembang jauh. Yang lebih utama dari pemilu nanti adalah kemenangan, siapa pun pemenangnya, bayi demokrasi yang normal dan melayani rakyat. Oleh sebab itu, momen pemilu 2014, sebenarnya merupakan momen kebangkitan bangsa, jika rakyat dan pemimpin negeri ini menyadari bahwa kepentingan bangsa di atas segalanya.

Jika tidak, rakyat terpaksa harus puas berada pada masa transisi, yang entah sampai kapan. Sehingga, kbangkitan hanya menjadi sebuah harapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar