Kamis, 06 September 2012

Strategi Pembangunan Indonesia


Strategi Pembangunan Indonesia
Fithra Faisal Hastiadi ;  Peneliti dan Pengajar pada Fakultas Ekonomi UI
REPUBLIKA, 04 September 2012


Krisis ekonomi yang menjangkiti dunia telah menjadi diskursus menarik. Pilihan kebijakan yang efektif menjadi tema yang tak hentihen tinya dibicarakan. Krisis kali ini merupakan hal yang tidak biasa, efeknya hanya bisa ditandingi oleh Great Depression berpuluh tahun lampau. Daya jangkit krisis sedemikian besarnya sehingga mampu mengontrasi pertumbuhan ekonomi global tak terkecuali Indonesia.

Meski demikian, kita patut bersyukur bahwa di tengah krisis yang sedemikian hebat masih ada triliunan euro yang berputar di dunia dalam bentuk aliran investasi asing langsung (FDI). Berbeda dengan aliran investasi di pasar finansial, FDI memiliki peranan yang cukup fundamental bagi perekonomian suatu negara. Hanya saja, untuk dapat dialiri FDI dibutuhkan trik bersolek kelas atas.

Dalam sebuah penelitian yang penulis lakukan pada 2011, didapati beberapa faktor yang dapat memengaruhi aliran investasi asing di Indonesia. Faktor-faktor tersebut, di antaranya, adalah performa ekonomi dalam bentuk pertumbuhan produk domestik bruto, nilai tukar, ketersediaan infrastruktur, tenaga kerja yang melimpah, terpenuhinya pendidikan dasar, suku bunga yang kompetitif, demokrasi, dan integrasi perdagangan regional.

Dalam perkembangannya, factor-faktor tersebut dilengkapi dengan beberapa indikator tata kelola pemerintah yang dipelopori oleh Bank Dunia melalui Daniel Kaufmann. Indikator-indikator itu meliputi akuntabilitas, kontrol terhadap korupsi, kualitas regulasi, dan kestabilan politik yang dirangkum di dalam World Governance Index.

Di antara sebundel faktor penentu investasi tersebut, tentunya menarik un tuk ditelusuri faktor-faktor yang menjadi prioritas sehingga dapat menjaring investasi dalam jumlah besar. Dalam simulasi yang dilakukan penulis, ditemukan fakta bahwa ketersediaan infrastruktur, nilai tukar yang stabil, kestabilan politik dan kontrol terhadap korupsi menempati ranking teratas mengalahkan beberapa faktor tradisional semisal demokrasi dan pertumbuhan PDB. Hal ini tentu menyiratkan sebuah kecenderungan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan demokrasi yang mumpuni tidak berperan utama dalam hal menarik aliran investasi asing.

Fakta ini setidaknya bisa menyadarkan kita bahwa pemilu demokratis yang telah kita lalui serta kegemilangan dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang moderat di tengah krisis tidak lantas menyelamatkan kita dari terjangan krisis di masa mendatang.

Pertumbuhan Ekonomi

Amartya sen, dalam bukunya yang berjudul Development as Freedom, dari jauh hari telah mengingatkan para penguasa bahwa pertumbuhan ekonomi tidak bisa semata-mata ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Lebih lanjut, Sen memberi saran untuk menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah jalan bagi pemerintah dalam meningkatkan fungsi pelayanan sosial kepada masyarakat.

Subsidi pendidikan, kesehatan, dan jaring pengaman sosial sudah semestinya mendapat porsi utama dalam rencana jangka panjang pemerintah sebab dengan fungsi-fungsi inilah pembangunan ekonomi yang sehat dan berkelanjutan dapat dicapai. Visi jangka panjang dari pembangunan ekonomi Indonesia sudah semestinya berfokus pada perluasan akses dan kesempatan masyarakat terhadap pelbagai fasilitas ekonomi.

Tujuan-tujuan ini sebenarnya telah terangkum dalam Konsensus Washington melalui beberapa poinnya. Poin pertama adalah melalui disiplin fiskal di mana hal ini merupakan syarat utama dari sustainabilitas Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).

Sudah merupakan rahasia umum bahwa APBN merupakan alat diskresi pemerintah yang paling ampuh, oleh karenanya dengan sistem money follow function, APBN dapat menopang laju pertumbuhan ekonomi. Celakanya, semangat dari masing-masing departemen adalah menaikkan rencana anggaran pada setiap tahun fiskal, hal ini pada gilirannya membuat APBN tidak prudent dan rentan terhadap shock eksternal.

Asumsi disiplin fiskal juga merupakan fondasi demi menjalankan poin kedua dalam Konsensus Washington, yaitu memfokuskan belanja pemerintah terhadap sektor-sektor yang dapat meratakan distribusi pendapatan masyarakat seperti penyediaan infrastruktur publik, subsidi kesehatan dan pendidikan. Pemenuhan akses publik ini tentunya dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat secara umum.

Beberapa poin penting lainnya adalah mengenai liberalisasi dan privatisasi. Liberalisasi yang dimaksud mencakup perdagangan, suku bunga, dan investasi asing. Dalam formulasi pertumbuhan ekonomi, perdagangan memegang peran an utama. Ekspor dalam hal ini merupakan mesin dari pertumbuhan ekonomi. Ekspor yang berkesinambungan lajunya ternyata tak lepas pula dari sokongan investasi asing. Investasi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional merupakan salah satu faktor penggerak ekspor Indonesia (Urata, 2009).

Lebih lanjut, kepemilikan asing melalui jalan privatisasi telah mengenyahkan ketidakefisienan kerja dalam perusahaan bentukan pemerintah. Maraknya kepemilikan asing dewasa ini merupakan suatu hal yang tidak perlu ditakutkan, karena kepemilikan asing bukan berarti asing memiliki 100 persen dari badanbadan usaha milik pemerintah, mayoritas kepemilikan tetap berada di tangan pemerintah. Berkaitan dengan hal ini, UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) telah menjadi payung hukum yang memadai.

Tujuan penanaman modal, seperti yang disebutkan dalam Pasal 3 ayat 2 UU PM, adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkat kan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.

Dalam hal mencapai tujuan-tujuan tersebut, UU PM didukung beberapa pasal seperti pada Pasal 10 ayat 1 yang mewajibkan para perusahaan penanam modal untuk mengutamakan tenaga kerja Indonesia atau pada Pasal 13 ayat 1 dan 2 mengenai pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang merupakan penyokong utama bagi penciptaan kesejahteraan rakyat serta penopang pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar