Masalah
Ekonomi Desa
Yuli Afriyandi ; Mahasiswa Pascasarjana
Ekonomi Islam, UII Yogyakarta |
SUARA
KARYA, 25 September 2012
Fenomena meningkatnya arus urbanisasi, sedikit banyak akan
berdampak negatif terhadap ekonomi di desa jika tidak ditemukan langkah
kebijakan yang bersifat solutif ke akar permasalahannya. Operasi yustisi
kependudukan (OYK) yang biasa digelar merupakan langkah kebijakan yang bersifat
sementara. Sehingga masih diharapkan suatu kebijakan yang mampu mengatasi
fenomena tahunan menyangkut permasalahan urbanisasi di negeri ini.
Seperti diketahui, meningkatnya arus urbanisasi
pasca lebaran seakan sudah membudaya di tengah masyarakat kita. Kota besar
seperti Jakarta masih menjadi kota tujuan utama untuk mewujudkan impian mencari
penghidupan yang lebih baik dibandingkan dengan kehidupan di desa. Terbukti,
pendatang baru di Jakarta pasca lebaran mencapai 47.832 orang yang berasal dari
berbagai daerah.
Salah satu alasan klasik minat pendatang baru
untuk menyambangi kota besar seperti Jakarta adalah permasalahan ekonomi.
Diasumsikan kota masih menjadi lumbung rejeki yang dapat menyajikan kemapanan.
Karena, 20 persen kegiatan ekonomi nasional terpusat di Jakarta, sehingga celah
untuk mencari pekerjaan yang diinginkan masih terbuka lebar.
Selain itu, permasalahan lainnya yakni
program-program strategis seperti penanganan masalah kemiskinan masih terpusat
pada kota-kota besar, belum maksimal menyebar ke daerah-daerah, apalagi pedesaan.
Kenyataan ini telah dibuktikan dengan tingkat keberhasilan program pengentasan
kemiskinan. Bukti tersebut dapat kita lihat pada indeks penurunan kemiskinan
penduduk perkotaan yang lebih tinggi dari pada penduduk pedesaan yakni 0,09
juta orang bagi penduduk miskin perkotaan, dan 0,04 juta orang bagi penduduk
pedesaan. (Sumber BPS periode Maret -
September 2011).
Ini, artinya keseriusan pemerintah dalam
pengentasan kemiskinan hingga pelosok pedesaan masih dipertanyakan di samping
menjadi salah satu bukti bahwa instabilitas ekonomi desa masih menjadi salah
satu akar permasalahan dari tingginya angka urbanisasi setiap tahun.
Faktor tingginya angka urbanisasi salah satunya
adalah instabilitas ekonomi di desa. Desa masih menjadi daerah "anak
tiri" dalam kerangka program pembangunan nasional. Minimnya fasilitas dan
infrastruktur dalam berbagai aspek menjadi potret yang hingga saat ini masih
saja belum menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Jika dicermati, dana APBN yang dikirim ke daerah setiap tahun terus meningkat.
Seperti pada 2012, dalam APBNP tercatat Rp 478,8 triliun dana yang ditransfer
ke daerah dan meningkat dalam RAPBN 2013 mencapai Rp 518,9 triliun.
Tentu dipertanyakan, dengan anggaran begitu
banyak namun di sisi lain belum menunjukkan perubahan yang berarti bagi
penanganan instabilitas ekonomi di daerah khususnya desa. Salah satu faktornya,
adalah masih adanya program yang sifatnya permukaan (kulit luar) dan bisa
diistilahkan sebagai melempar ikan bukan melempar kail. Dibutuhkan program yang
sifatnya memberdayakan bukan program yang bakal menjerumuskan masyarakat pada
perilaku konsumtif.
Tetapi, upaya pemerintah dalam mewujudkan
stabilitas ekonomi di desa patut diapresiasi. Program teranyar pemerintah yang
di rilis Mei 2011, yaitu program Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), di gadang-gadang mampu menciptakan
stabilitas ekonomi. Optimisme yang dibangun dari program ini adalah percepatan
pembangunan di wilayah daerah dengan mengerahkan kekuatan pusat dan daerah
untuk saling bahu-membahu dalam mendorong kemajuan suatu daerah dan pemerataan
ekonomi.
Namun, satu tahun berjalan program ini belum
menunjukkan hasil yang signifikan. Selain itu ada kelemahan dalam program MP3EI
menurut Djasarmen Purba, seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah, daerah
pemilihan Kepulauan Riau (dalam harian Sinar Harapan, Jumat/24/8/ 2012)
mengatakan bahwa program MP3EI tidak terintegrasi dengan program Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional dan Daerah. Sehingga program
tersebut masih membutuhkan kajian lebih lanjut untuk mencapai hasil yang
maksimal agar cita-cita desa sebagai kekuatan ekonomi bisa diwujudkan.
Kekuatan Ekonomi
Iwan Fals dalam sebuah syair lagunya yang
berjudul "Desa" dalam album manusia setengah dewa menyebutkan,
"Desa harus jadi kekuatan ekonomi, desa adalah kekuatan sejati, desa
adalah kenyataan, desa dan kota tak terpisahkan, tapi desa harus
diutamakan".
Syair lagu Desa tersebut mungkin merupakan
sebuah kebenaran yang harus diwujudkan. Karena mayoritas penduduk desa bermata
pencaharian petani, sehingga langkah untuk membangun kekuatan ekonomi desa
seyogyanya harus difokuskan pada sektor pertanian.
Sejalan dengan hal ini, dalam menjadikan sektor
pertanian sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi maka komitmen untuk
memperluas dan meningkatkan swasembada pangan harus terus diasah. Jika hal ini
telah menjadi prioritas utama, maka tentunya untuk mewujudkan desa sebagai
basis kekuatan ekonomi akan mendekati kenyataan. Sehingga pertumbuhan ekonomi
yang diharapkan melalui sektor pertanian inipun dapat dicapai.
Tidak kalah pentingnya
adalah potret desa sebagai simbol keterbelakangan dan ketidakberdayaan dapat
terkikis, serta terwujudnya stabilitas ekonomi di desa. Semoga. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar