Pegawai Bank
(Tidak) Perlu Jadi Saksi
Zulkarnaen Sitompul ; Dosen Hukum Perbankan Pascasarjana
Fakultas
Hukum Universitas Indonesia
|
KORAN
TEMPO, 24 September 2012
Dalam beberapa kasus korupsi yang
ditangani KPK, karyawan bank dihadirkan sebagai saksi untuk menjelaskan aliran
dana tersangka atau terdakwa. Dalam perkara korupsi pengadaan Al-Quran,
misalnya, karyawan salah satu bank swasta dipanggil KPK untuk memberikan
keterangan ihwal aliran dana tersangka. Sedangkan dalam perkara suap Dana
Penyesuaian Infrastruktur Daerah, pegawai bank malah dihadirkan sebagai saksi
di sidang pengadilan. Pemberian keterangan oleh karyawan bank tersebut
diberitakan di banyak media masa. Keterangan atau penjelasan yang ingin
diperoleh dari karyawan bank adalah tentang transaksi keuangan dan atau aliran
dana tersangka atau terdakwa. Permintaan keterangan ataupun penjelasan dari
karyawan bank dalam perkara korupsi menimbulkan pertanyaan, seberapa dalam
keterlibatan bank dalam membantu pemberantasan korupsi?
Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, perlu dicermati peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya
peraturan yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang. UU Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ( UU TPPU)
dengan jelas telah mengatur tentang peranan bank dalam mencegah dan memberantas
tindak pidana pencucian uang. Bank diwajibkan oleh undang-undang menegakkan
prinsip mengenal nasabah. Untuk menjalankan prinsip mengenal nasabah tersebut,
bank melakukan customer due diligence, yaitu dengan melakukan identifikasi,
verifikasi, dan pemantauan transaksi nasabah. Sebaliknya, nasabah wajib
memberikan identitas dan informasi yang benar yang dibutuhkan bank
sekurang-kurangnya memuat identitas diri, sumber dana, dan tujuan transaksi.
Kealpaan menerapkan prinsip mengenal nasabah menyebabkan bank dapat dikenai
sanksi administratif, bahkan sanksi pidana. Sedangkan, apabila calon nasabah
menolak mematuhi prinsip mengenali nasabah atau bank ragu akan kebenaran
informasi yang disampaikan oleh nasabah, bank wajib memutuskan hubungan usaha
dengan nasabah.
Apabila transaksi yang dilakukan
nasabah menyimpang dari profil, karakteristik, ataupun kebiasaan pola transaksi
nasabah yang bersangkutan atau transaksi yang dilakukan patut diduga bertujuan
menghindari pelaporan, bank wajib melaporkan transaksi tersebut kepada Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai transaksi
mencurigakan. Laporan bank tersebut kemudian dianalisis oleh PPATK untuk
menilai apakah transaksi yang dilaporkan tersebut mengandung unsur tindak
pidana. Bila menurut PPATK dalam transaksi terdapat elemen tindak pidana, hasil
analisis PPATK akan dilaporkan kepada aparat penegak hukum, yaitu penyidik
tindak pidana asal, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia, kejaksaan,
Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Direktorat
Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea-Cukai Kementerian Keuangan Republik
Indonesia. Laporan hasil analisis PPATK telah lengkap memuat perincian aliran
dana yang dilakukan oleh pihak terlapor. Karena itu, penjelasan pihak bank
tidak diperlukan lagi karena seluruh informasi yang diketahui bank terdapat
dalam laporan hasil analisis PPATK. Bilamana mana masih diperlukan, KPK dapat
meminta bantuan PPATK atau ahli perbankan memberikan keterangan tambahan.
Di samping itu, perlu juga dikaji
apakah karyawan bank termasuk dalam kualifikasi saksi sebagaimana ditetapkan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan KUHAP, saksi
adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar, lihat,
dan alami sendiri. Dan, keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam
perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa
pidana yang ia dengar, ia lihat, dan alami sendiri, dengan menyebutkan alasan
dari pengetahuannya itu. Berdasarkan definisi KUHAP tersebut, menurut pemahaman
penulis, karyawan bank tidak termasuk dalam kualifikasi saksi, karena mereka
tidak pernah mendengar, melihat, dan alami sendiri suatu tindak pidana korupsi.
Bank hanya melakukan transaksi keuangan dengan nasabahnya.
Alasan lain untuk tidak
menjadikan pegawai bank sebagai saksi adalah ketentuan perlindungan pelapor
yang diatur dalam UU TPPU. Undang-undang menjamin dan mewajibkan semua pihak
dalam penanganan perkara TPPU untuk merahasiakan pihak pelapor. Kewajiban ini
disertai sanksi pidana bagi pelanggar. Pasal 83 UU TPPU menetapkan pejabat dan
pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, ataupun hakim wajib merahasiakan pihak
pelapor dan pelapor. Pelanggaran terhadap ketentuan ini memberi hak kepada
pelapor ataupun ahli warisnya untuk menuntut ganti kerugian melalui pengadilan.
Selanjutnya pasal 84 menetapkan setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan
tindak pidana pencucian uang wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari
kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan atau hartanya, termasuk
keluarganya.
Mengapa UU TPPU sangat melindungi
kepentingan pelapor? Karena perlindungan terhadap pelopor merupakan kunci
keberhasilan rezim anti-pencucian uang. Proteksi ini penting diberikan kepada
bank dalam menjalankan kewajibannya sebagai garda terdepan pencegahan tindak
pidana pencucian uang. Pemeriksaan karyawan bank sebagai saksi tentulah akan
mengungkapkan identitas bank sebagai pelapor. Kehadiran PPATK secara konseptual
adalah untuk memberi ketenteraman bagi bank dalam memainkan perannya dalam
mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. PPATK adalah unit
intelijen keuangan (financial intelligent
unit/FIU) yang didirikan sebagai lembaga perantara antara bank dan lembaga
penegak hukum.
Kehadiran lembaga perantara ini dimaksudkan
untuk menjaga reputasi bank sebagai lembaga kepercayaan. Kepercayaan terhadap
bank dapat terus terjaga karena bank tidak diwajibkan melaporkan transaksi
keuangan mencurigakan langsung kepada lembaga penegak hukum. Bank cukup
melaporkan transaksi-transaksi tersebut kepada FIU, di mana sebagai lembaga
intelijen wajib merahasiakan sumber informasinya. FIU kemudian melakukan
pemeriksaan untuk memastikan laporan yang diterimanya dari bank mengandung
unsur tindak pidana sebelum akhirnya memutuskan melaporkan adanya unsur tindak
pidana tersebut kepada aparat penegak hukum. Dengan pengaturan seperti itu,
bank tidak berinteraksi langsung dengan aparat penegak hukum. Alasan lain
kehadiran FIU adalah mengurangi kemungkinan nasabah bank yang tidak berdosa harus
berhadapan dengan aparat penegak hukum. Singkat kata, bank sebagai garda
terdepan dalam mencegah dan memberantas pencucian uang perlu diberi
perlindungan agar kepercayaan masyarakat terhadap bank tetap terjaga, dan bank
tetap melaksanakan kewajiban melapornya. Tanpa laporan bank, keberadaan PPATK
perlu dipertanyakan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar