Newmont dan
Persetujuan Wajib DPR
Miko Kamal ; Advokat dan Pengajar
Magister Hukum
Universitas Bung
Hatta Padang
|
REPUBLIKA,
05 September 2012
Mahkamah Konstitusi(MK) pada Selasa 31 Juli 2012, telah memutuskan
Sengketa Kewenangan Lemba ga Negara (SKLN) antara Presiden Republik Indonesia
dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam
putusannya, MK menyatakan bahwa pembelian sisa saham divestasi tujuh persen PT
Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) berdasarkan Kontrak Karya (KK) 1986 harus dengan
persetujuan DPR.
Meskipun tidak bulat, putusan itu tentu harus dipatuhi oleh Pemerintah.
Dengan keluarnya putusan MK, bukan berarti pemerintah tidak berhak
membeli saham divestasi tujuh persen PT NNT itu. Sebagaimana yang dikatakan
Hakim Achmad Sodiki (salah seorang hakim yang berbeda pendapat), pembelian
saham itu adalah hak konstitusional pemerintah. Sodiki berpendapat, hak
konstitusional itu termaktub di Pasal 33 UUD 1945.
Hak konstitusional pemerintah ini terserap baik di Pasal 24 ayat
(3) KK 1986: “the company shall ensure
that its shares owned by the foreign investor(s) are offered either for sale or
issue firstly to the government, and secondly (if the government does not
accept this offer within thirty (30) days of the date of the offer) to
Indonesian nationals or Indonesian companies controlled by Indonesian nationals“.
Melalui Pasal ini, pemerintah ditegaskan sebagai pihak yang paling berhak
membeli sisa saham divestasi PT NNT, kecuali pemerintah tak menerima tawaran
itu dalam 30 hari.
Komposisi kepemilikan PT NNT adalah pemegang 56 persen saham
Newmont saat ini. Pemegang saham sisa adalah PT Pukuafu Indah (PT Pukuafu)
sebesar 20 persen dan PT Multi Daerah Bersaing (PT MDB) sebesar 24 persen.
Perusahaan yang disebutkan terakhir adalah perusahaan patungan antara
perusahaan nasional milik Group Bakrie PT Multi Capital (PT MC) dan PT Daerah
Maju Bersaing (PT DMB), sebuah Badan Usaha Milik Daerah yang didirikan melalui
Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 4 Tahun 2010 tentang
Perseroan Terbatas Daerah Maju Bersaing. Pemilik saham PT DMB adalah Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dan
Pemerintah Kabupaten Sumbawa. Perbandingan kepemilikan saham PT MDB adalah 75
persen dan 25 persen. Angka 75 persen untuk PT MC dan 25 persen adalah milik PT
DMB.
Mengacu ke persentase kepemilikan saham tersebut, maka struktur
kepemilikan saham Newmont sebenarnya dapat diurai lebih rinci, yaitu PT NNT
sebesar 56 persen, PT Pukuafu sebesar 20 persen, PT MC sebesar 18 persen, dan
PT DMB sebesar enam persen. Berdasarkan rincian ini, kita pantas galau kalau
kesempatan pemerintah pusat untuk memiliki saham sisa tujuh persen itu ditutup
rapat. Misalnya, kesempatan itu ditutup dengan jalan mendorong Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, dan
Pemerintah Kabupaten Sumbawa (baca Pemerintah Daerah) melalui PT MDB membeli
tujuh persen saham itu.
Skema pembelian saham Newmont oleh pemerintah daerah hanya akan
menggendutkan pundi-pundi pemilik swasta nasional PT MC. Dengan fakta struktur
kepemilikan saham 75:25 persen antara PT MC dan PT DMB di PT MDB, pemerintah
daerah kelak hanya akan menguasai saham tambahan 1,75 persen (total setelah
divestasi akan menjadi 7,75 persen) saja di Newmont.
Sebaliknya, dengan skema itu, PT MC akan mendapatkan tambahan sebesar 5,25
persen atau membengkak menjadi 23,25 persen.
Bandingkan kalau kesempatan pembelian saham itu diberikan kepada
pe merintah pusat. Total kepemilikan saham pemerintah di Newmont akan men jadi
13 persen. Poin saya adalah, kalau, opsi
pembelian saham oleh pemerintah daerah melalui PT MDB yang dituruti, maka
maksud para perumus Pasal 33 UUD 1945 dan Pasal 23 ayat (4) KK 1986 s agar
publik dapat menikmati hasil dari “cabang-cabang produksi yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara“ tidak akan terpenuhi.
Persetujuan Wajib DPR
Hambatan waktu mungkin menjadi isu krusial yang menghalangi
pemerintah merealisasikan pembelian saham divestasi tujuh persen Newmont dalam
waktu dekat. Perjanjian jual-beli saham antara pemerintah dan pihak Newmont berakhir
Agustus 2012. Padahal, putusan , MK memerintahkan pemerintah untuk
menganggarkan pembelian itu melalui mekanisme Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) tahun depan yang menurut jadwal kenegaraan baru akan disahkan
pada akhir Oktober 2012.
Terlepas dari isu hambatan waktu itu, berdasar putusan MK, hal
penting yang mesti dilakukan pemerintah adalah menyiapkan teknis formal
permintaan persetujuan DPR. Secara hukum, DPR tak berhak dan/atau tidak punya
kuasa untuk menolak usulan pembelian saham yang t kelak diajukan Pemerintah.
Persetujuan DPR adalah persetujuan wajib.
Oleh karena itu, ke-ngotot-an
sebagian anggota DPR agar Pemerintah menyerahkan pembelian sisa divestasi tujuh
persen saham Newmont kepada pemerintah daerah melalui PT MDB yang mayoritas (75
persen) sahamnya dimiliki oleh PT MC patut dicurigai sebagai permainan bisnis
tak baik pihak tertentu. Kalau sebagian
anggota DPR tetap ngotot dan sukses pula memengaruhi DPR secara kelembagaan
untuk tidak menyetujui pembelian saham itu, pelanggaran terhadap Pasal 33 UUD
1945 serta Pasal 24 ayat (3) KK 1986 akan terjadi. ●
kerjasama hati nurani
BalasHapus