Perilaku Aneh
Pelajar Kita
Nurul Irfan ; Dosen Hukum Pidana
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
|
REPUBLIKA,
29 September 2012
Sejak 17 Juli 2011 hingga 24 September 2012, setidaknya sudah 13
pelajar tewas dalam berbagai kasus tawuran pelajar di Jakarta dan Bogor. Ketiga belas pelajar tewas itu, di antaranya Nur Arifin, SMK Satya
Bahakti, Jakarta Selatan; Aldino Tukul Utama, SMP Negeri 79, Jakarta Pusat;
Intan Pertiwi, SMA Negeri 10, Jakarta Pusat; Rival Adrian, SMK Budi Utomo,
Jakarta Pusat; Ahmad Rois, SMP Negeri 60, Jakarta Pusat; Muhammad Ramdani, SMK
Bina Cipta Insani, Bogor; Bayu Dwi Kurniawan, SMK Ristek Kikin, Jakarta Timur;
Jeremi Hasibuan, SMK Kartika, Jakarta Selatan; Jasuli, SMP Negeri 6, Jakarta
Timur; Rudi Naoval Ashari, SMK Muhammadiyah, Bogor; Ahmad Yani, SMK Negeri 39,
Jakarta Timur; Dedy Triyuda, SMK Baskara, Depok: dan 13) Alawy Yusianto Putra,
SMA Negeri 6, Jakarta Selatan.
Sungguh miris hati ini mendengar pelajar tawuran hingga merenggut
nyawa temannya sendiri. Dalam kurun waktu 14 bulan, telah menewaskan 13
pelajar. Lebih aneh lagi mendengar jawaban pelaku yang mengaku puas setelah
berhasil membunuh. Mendiknas M Nuh mengaku, sangat kaget atas pengakuan AU ini.
Mendengar jawaban itu Mendiknas menegaskan, sekolah perlu dibantu karena
menerima beban luar biasa, bukan hanya mendidik, melainkan berkewajiban
mengubah perilaku sosial siswa yang berat.
Tawuran pelajar SMP dan SMK di berbagai tempat jelas dilakukan
oleh anak-anak remaja yang umurnya 14 tahun hingga 17 tahun. Dalam Islam,
seseorang dinyatakan telah laik dituntut hukuman bila ia telah baligh, ditandai dengan menstruasi pertama pada wanita dan mimpi basah pertama pada
pria. Melihat usia para pelaku tawuran pelajar, tampaknya bisa diperkirakan
bahwa mereka telah memasuki usia baligh dan bisa disebut sebagai seorang mukalaf yang sudah bisa dimintai
pertanggungjawaban pidana.
Oleh sebab itu, pihak berwajib seharusnya tidak perlu ragu untuk
menindak tegas para pelaku tawuran pelajar agar bisa menimbulkan efek jera bagi
yang lain. Sebab, jika tetap dibiarkan dan diperlakukan berbeda dengan orang
dewasa, padahal mereka juga telah dewasa, dipastikan tidak akan membuat kapok
pelajar lain dalam melakukan aksi tawurannya, bahkan dalam menikam temannya
sendiri. Memang, biasanya yang diserang pasti dari sekolah lain, tetapi mereka
lupa bahwa sebetulnya pihak lawan adalah saudara seperjuangan, bahkan bisa jadi
seagama.
Dalam konteks Islam, mereka sedang lupa bahwa sesama Muslim adalah
bersaudara laiknya saudara kandung. Mereka mestinya harus saling melindungi,
menjaga, dan menyayangi.
Mereka perlu diingatkan bahwa jika seorang Muslim berperang lalu
salah seorangnya tewas akibat tusukan benda tajam lawannya, baik yang menusuk
maupun yang tertusuk, keduanya dipastikan masuk neraka. Sungguh, perlu
sosialisasi ajaran agama Islam secara baik kepada anak-anak didik kita. Titip
sebuah nasihat bagi yang merasa puas seusai membunuh.
Pembunuh saudara kandung pertama di dunia ini pun sangat menyesal
dengan perbuatannya. QS 5 : 30-31 mengungkapkan, Qabil, putra Adam AS, sangat
menyesal setelah menghabisi saudara kandungnya Habil hingga ia gendong
berhari-hari karena bingung dan menyesal atas tindakan brutalnya.
Sampai akhirnya, Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali
di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan
mayat saudaranya.
Saat itu Qabil berkata, “Aduhai, celaka Aku. Mengapa aku tidak mampu
berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku
ini?” Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal.
Mengaku puas setelah membunuh pelajar lain, padahal yang
bertanya adalah seorang Mendiknas, sungguh sebagai sebuah penyakit psikologi
aneh yang perlu dikaji oleh para psikolog walau pada akhirnya juga ada kalimat
penyesalan.
Tetapi, perasaan puas kemudian menyesal ini jelas tidak lazim. Sebab, pelaku
bukan sekadar menganiaya, melainkan membunuh.
Perlu diingat nasihat Nabi SAW dalam khotbah wukuf haji wada. Beliau berpesan, “Darah, kehormatan, serta harta
kalian haram untuk saling diganggu, persis seperti haramnya tempat ini, sama
dengan haramnya hari ini, dan haramnya bulan ini.” Demikian yang beliau tegaskan
dalam khotbah yang tidak pernah terulang lagi itu.
Para pelajar perlu ingat posisinya sebagai generasi penerus
bangsa. Merekalah yang akan mewarnai kehidupan bangsa pada masa mendatang.
Mereka juga perlu mengingat jerih payah kedua orang tuanya untuk memenuhi
kebutuhannya, termasuk pendidikan. Secara intensif, para pelajar juga perlu
diluruskan motivasinya berangkat sekolah, yakni untuk mendapatkan ilmu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar