Rabu, 26 September 2012

Kado Spesial Hari Tani


Kado Spesial Hari Tani
Tamsil Linrung ;  Ketua Umum Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia
REPUBLIKA, 25 September 2012


Sektor pertanian menjadi ujung tombak kesejahteraan masyarakat Indonesia. Tak hanya sumber daya alam yang dipunyai, serapan tenaga kerjanya pun paling banyak dibandingkan dengan sektor usaha yang lain. Lantas, mengapa masih saja belum memberikan “bekas“ yang nyata bagi kesejahteraan petani itu sendiri?

Pada 2004, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 40,61 juta jiwa atau 43,3 persen dari tenaga kerja di Indonesia. Sementara, pada Februari 2010, jumlah tenaga kerja tersebut meningkat menjadi 42,83 juta jiwa atau 39,88 persen dari tenaga kerja di Indonesia. Perkembangan tersebut menandakan bahwa meski secara nominal masyarakat yang bekerja di sektor pertanian meningkat, perkembangan masyarakat yang bekerja di nonpertanian jauh lebih cepat.

Selain itu, pada 2004, sektor pertanian menyumbang lebih dari Rp 247,1 triliun Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar 14,3 PDB. Sementara, pada 2009, diperkirakan sumbangan sektor pertanian mencapai Rp 296,4 triliun atau sebesar 15,3 persen PDB. Bahkan, triwulan II 2010, sumbangan sektor pertanian mencapai 15,9 persen PDB.

Meski demikian, pertumbuhan PDB sektor pertanian cenderung tetap dan berada pada kisaran tiga sampai empat persen per tahun. Pada 2004, pertumbuhan sektor pertanian mencapai 2,8 persen, sementara pada triwulan II 2010 mencapai 3,1 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2008 sebesar 4,8 persen ketika krisis keuangan global terjadi dan menguatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian.

Sementara itu, dari sisi kesejahteraan petani yang diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami peningkatan yang lamban. Pada 2005, NTP mencapai 100,97, sementara hingga September 2010 NTP mencapai 102,19. Dengan selisih sebesar 2,19 dari batas minimum 100, akan semakin membuat sektor pertanian sulit memberikan pilihan untuk membuat petani lebih sejahtera.

Anggaran Pertanian
Anggaran pertanian dalam arti luas menyebar pada beberapa institusi, yaitu di Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Kelautan Perikanan. Ketiganya masuk dalam fungsi ekonomi.

Dari ketiga kementerian tersebut, Kementerian Pertanian memiliki porsi peningkatan yang cukup signifikan. Pada 2005-2011, anggarannya terus mengalami peningkatan. Pada 2005, anggarannya sebesar Rp 4,3 triliun, sementara 2011 anggarannya naik menjadi Rp 16,8 triliun atau meningkat hampir empat kali lipatnya.

Selain anggaran yang berasal dari ketiga kementerian tersebut, sektor pertanian juga sebenarnya secara langsung mendapatkan dukungan anggaran dari kementerian lainnya, yakni Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya pada subfungsi pengairan dengan anggaran sebesar Rp 12,4 triliun (2011). Contoh programnya terkait dengan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa, dan jaringan pengairan lainnya.

Output yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain, (1) terlaksananya optimasi, konservasi, rehabilitasi, dan reklamasi lahan seluas 67.813 Ha, (2) tersedianya jalan sepanjang 12.500 km untuk JUT dan jalan produksi serta tersedianya data bidang tanah petani yang laik disertifikasi, dan (3) meningkatnya produksi dan produktivitas ternak menjadi 23.760 ekor sapi.

Kado Spesial
Terlintas kalimat “kado spesial untuk Hari Tani Nasional“ yang jatuh 24 September, memberikan pengertian bahwa melalui tulisan ini saya mencoba memberikan gagasan langkah stategis dari sisi kebijakan makroekonomi, dalam hal ini anggaran sektor pertanian. Setidaknya, terdapat empat langkah utama dalam menguatkan anggaran pertanian agar bisa memberikan “bekas“ yang nyata bagi kesejahteraan petani kita.

Pertama, mendorong suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama tiga bulan serendah mungkin. Hal ini akan menyebabkan bunga kredit juga turun dan pada akhirnya akan mengakibatkan iklim investasi dan menarik bagi sektor pertanian. Pekerjaan yang tak kalah pentingnya adalah melakukan pengawasan terhadap perbankan nasional agar menjaga suku bunga kreditnya tidak terlampau jauh dengan suku bunga SBI tersebut.

Kedua, mendorong penerimaan BUMN pertanian, perkebunan, dan kehutanan untuk dapat meningkatkan penerimaan negara. Melalui fungsi pengawasannya, legislatif dapat memberikan dukungan anggaran, termasuk merekomendasikan BUMN yang merugikan keuangan negara untuk segera diprivatisasi. Selain itu, juga mendorong penerimaan beberapa kementerian/lembaga yang memiliki badan layanan umum.

Ketiga, meningkatkan upaya penerimaan dari sisi bagi hasil sumber daya alam, khususnya dari sektor perikanan dan pertanian. Dengan peningkatan tersebut, secara otomatis alokasi untuk daerah juga semakin meningkat. Meski demikian, perlu dilihat alokasi belanja daerah untuk sektor tersebut.

Keempat, memberikan dukungan anggaran bagi terlaksananya public private partnership (PPP), termasuk hibah yang mendukung pembiayaan pembangunan pertanian. Dukungan anggaran diberikan dalam jaminan pengadaan tanah, jaminan pembiayaan infrastruktur, hingga dukungan kelembagaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar