Kado Spesial
Hari Tani
Tamsil Linrung ; Ketua Umum Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia
|
REPUBLIKA,
25 September 2012
Sektor
pertanian menjadi ujung tombak kesejahteraan masyarakat Indonesia. Tak hanya
sumber daya alam yang dipunyai, serapan tenaga kerjanya pun paling banyak
dibandingkan dengan sektor usaha yang lain. Lantas, mengapa masih saja belum
memberikan “bekas“ yang nyata bagi kesejahteraan petani itu sendiri?
Pada
2004, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 40,61 juta jiwa atau 43,3
persen dari tenaga kerja di Indonesia. Sementara, pada Februari 2010, jumlah
tenaga kerja tersebut meningkat menjadi 42,83 juta jiwa atau 39,88 persen dari
tenaga kerja di Indonesia. Perkembangan tersebut menandakan bahwa meski secara
nominal masyarakat yang bekerja di sektor pertanian meningkat, perkembangan
masyarakat yang bekerja di nonpertanian jauh lebih cepat.
Selain
itu, pada 2004, sektor pertanian menyumbang lebih dari Rp 247,1 triliun Produk
Domestik Bruto (PDB) atau sebesar 14,3 PDB. Sementara, pada 2009, diperkirakan
sumbangan sektor pertanian mencapai Rp 296,4 triliun atau sebesar 15,3 persen
PDB. Bahkan, triwulan II 2010, sumbangan sektor pertanian mencapai 15,9 persen
PDB.
Meski
demikian, pertumbuhan PDB sektor pertanian cenderung tetap dan berada pada
kisaran tiga sampai empat persen per tahun. Pada 2004, pertumbuhan sektor
pertanian mencapai 2,8 persen, sementara pada triwulan II 2010 mencapai 3,1
persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2008 sebesar 4,8 persen ketika
krisis keuangan global terjadi dan menguatkan peran sektor pertanian dalam
perekonomian.
Sementara
itu, dari sisi kesejahteraan petani yang diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP)
mengalami peningkatan yang lamban. Pada 2005, NTP mencapai 100,97, sementara
hingga September 2010 NTP mencapai 102,19. Dengan selisih sebesar 2,19 dari
batas minimum 100, akan semakin membuat sektor pertanian sulit memberikan
pilihan untuk membuat petani lebih sejahtera.
Anggaran Pertanian
Anggaran
pertanian dalam arti luas menyebar pada beberapa institusi, yaitu di
Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Kelautan
Perikanan. Ketiganya masuk dalam fungsi ekonomi.
Dari
ketiga kementerian tersebut, Kementerian Pertanian memiliki porsi peningkatan
yang cukup signifikan. Pada 2005-2011, anggarannya terus mengalami peningkatan.
Pada 2005, anggarannya sebesar Rp 4,3 triliun, sementara 2011 anggarannya naik
menjadi Rp 16,8 triliun atau meningkat hampir empat kali lipatnya.
Selain
anggaran yang berasal dari ketiga kementerian tersebut, sektor pertanian juga
sebenarnya secara langsung mendapatkan dukungan anggaran dari kementerian
lainnya, yakni Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya pada subfungsi pengairan
dengan anggaran sebesar Rp 12,4 triliun (2011). Contoh programnya terkait
dengan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa, dan jaringan
pengairan lainnya.
Output
yang diharapkan dari berbagai kegiatan tersebut, antara lain, (1) terlaksananya
optimasi, konservasi, rehabilitasi, dan reklamasi lahan seluas 67.813 Ha, (2)
tersedianya jalan sepanjang 12.500 km untuk JUT dan jalan produksi serta
tersedianya data bidang tanah petani yang laik disertifikasi, dan (3)
meningkatnya produksi dan produktivitas ternak menjadi 23.760 ekor sapi.
Kado Spesial
Terlintas
kalimat “kado spesial untuk Hari Tani Nasional“ yang jatuh 24 September,
memberikan pengertian bahwa melalui tulisan ini saya mencoba memberikan gagasan
langkah stategis dari sisi kebijakan makroekonomi, dalam hal ini anggaran
sektor pertanian. Setidaknya, terdapat empat langkah utama dalam menguatkan
anggaran pertanian agar bisa memberikan “bekas“ yang nyata bagi kesejahteraan
petani kita.
Pertama,
mendorong suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) selama tiga bulan serendah
mungkin. Hal ini akan menyebabkan bunga kredit juga turun dan pada akhirnya
akan mengakibatkan iklim investasi dan menarik bagi sektor pertanian. Pekerjaan
yang tak kalah pentingnya adalah melakukan pengawasan terhadap perbankan nasional
agar menjaga suku bunga kreditnya tidak terlampau jauh dengan suku bunga SBI
tersebut.
Kedua,
mendorong penerimaan BUMN pertanian, perkebunan, dan kehutanan untuk dapat
meningkatkan penerimaan negara. Melalui fungsi pengawasannya, legislatif dapat
memberikan dukungan anggaran, termasuk merekomendasikan BUMN yang merugikan
keuangan negara untuk segera diprivatisasi. Selain itu, juga mendorong
penerimaan beberapa kementerian/lembaga yang memiliki badan layanan umum.
Ketiga,
meningkatkan upaya penerimaan dari sisi bagi hasil sumber daya alam, khususnya
dari sektor perikanan dan pertanian. Dengan peningkatan tersebut, secara
otomatis alokasi untuk daerah juga semakin meningkat. Meski demikian, perlu
dilihat alokasi belanja daerah untuk sektor tersebut.
Keempat, memberikan dukungan anggaran bagi
terlaksananya public private partnership (PPP), termasuk hibah yang mendukung
pembiayaan pembangunan pertanian. Dukungan anggaran diberikan dalam jaminan
pengadaan tanah, jaminan pembiayaan infrastruktur, hingga dukungan kelembagaan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar