Gagasan di
Balik Pembentukan BUMN Pupuk Holding
Agus Pakpahan ; Ekonom Institusi dan Sumber Daya Alam,
Deputi
Menteri Negara Bumn Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan,
Dan Penerbitan 2005-2010
|
KORAN
TEMPO, 25 September 2012
C. Peter Timmer dalam "A World without Agriculture? The Historical Paradox of Agricultural
Development", dalam American
Enterprise Institute for Public Policy Research No. 1, Mei 2009, menyatakan
bahwa kekeliruan dari negara-negara berkembang adalah ingin melompat dari
negara agraris ke negara tanpa pertanian (a
world without agriculture), ingin mengambil jalan pintas tanpa mengikuti
perjalanan sejarah proses perkembangan negara maju yang sudah sampai pada
posisi akhir transformasi ekonominya. Bahkan negara berkembang, menurut Timmer,
sering mengabaikan dan memajak pertanian untuk membiayai industrialisasinya.
Negara miskin semestinya menanamkan modalnya untuk meningkatkan produktivitas
pertaniannya dan mengurangi kemiskinan di pedesaan sebelum transformasi ekonomi
dilakukan secara berkelanjutan.
Dewasa ini dunia menghadapi
berbagai tantangan berat yang berkaitan dengan pertanian, khususnya pangan. Di
satu pihak, dunia harus sanggup meningkatkan 70 persen produksi pangannya untuk
bisa memberi makan bagi pertambahan kurang-lebih 3 miliar jiwa, dengan
menggunakan sumber utama pertumbuhannya dari peningkatan produktivitas-bukan
pertambahan area. Pada masa 1950-2000, penduduk dunia juga telah bertambah
sekitar 4 miliar jiwa. Tetapi pada saat itu masih cukup area dan masih memiliki
banyak dukungan sumber daya alam, khususnya air irigasi.
Khusus untuk Indonesia, dalam
menghadapi kebutuhan pangan akibat pertambahan penduduk dari saat sekarang
hingga 2050, yang akan mencapai sekitar 70 juta jiwa, di mana jumlah ini sama
dengan sekitar jumlah penduduk Thailand sekarang, Indonesia dihadapkan pada
berbagai kelangkaan, khususnya gas alam. Kelangkaan gas alam ini telah
menyebabkan ditutupnya pabrik urea PT ASEAN Aceh Fertilizer (AAF) dan
berkurangnya pasokan gas untuk pabrik pupuk urea PT Pupuk Iskandar Muda,
keduanya di Aceh.
Gas alam juga diperlukan untuk
dipergunakan di sektor lain. Selain itu, dari US$ 60 miliar nilai pasar
penggunaan pupuk urea per tahun dunia, kurang dari 50 persen nitrogen yang
disebar kemudian digunakan oleh tanaman. Nitrogen yang tidak termanfaatkan
tersebut kemudian mencemari sungai-sungai, dam, dan sumber daya air lainnya,
menyebabkan eutrofikasi yang akhirnya menyebabkan daerah-daerah tersebut
menjadi zona mati. Sebagian lain dari nitrogen yang dilepas ke udara memberi
kontribusi per unitnya terhadap perubahan iklim global yang jauh lebih besar
daripada emisi karbon. Kontribusi pertanian ini terhadap perubahan iklim global
menempati posisi kedua (Arcadia, 2011).
Tercemarnya sumber daya air
menyebabkan sumber daya air yang posisinya sudah langka akan semakin langka
lagi mengingat kualitasnya menurun akibat pencemaran tadi. Pertanian pangan
berstruktur persawahan dengan dukungan sistem irigasi sebagaimana yang berlaku
sekarang bukan hanya boros, tetapi juga tidak akan lagi dapat didukung oleh
ketersediaan air yang ada-karena besarnya suplai air yang dibutuhkan. Secara
ekonomi, kelangkaan air tersebut tecermin dari harganya yang sangat mahal
relatif terhadap harga beras. Banyak provinsi di Indonesia, khususnya di Jawa,
berada pada posisi ketersediaan air yang berstatus defisit air.
Atas dasar pemikiran di atas dan
latar belakang lainnya yang tak dapat diuraikan di sini mengingat ruang yang
terbatas, lahirlah gagasan untuk merestrukturisasi perusahaan BUMN pupuk
holding yang berkembang dari jenis holding operasional (PT Pusri Holding) ke
holding investasi dan strategis. Nama yang sempat diajukan pada saat itu adalah
PT Agro Kimia Indonesia (Holding).
Pertanyaan pertama yang kami
ajukan pada saat itu adalah apa yang perlu kita kerjakan apabila kita belum
mengetahui apa yang harus kita lakukan agar kita selamat pada 2050? Jawabnya
bukanlah menambah pabrik pupuk baru dengan spesifikasi teknik yang sama,
melainkan melakukan investasi pemikiran. Jadi, tugas perusahaan Induk Holding
hanya satu, yaitu melakukan investasi pikiran untuk mencari jalan supaya
Indonesia ini selamat dalam hal ketahanan pangannya hingga 2050. Untuk
memikirkan penambahan pabrik baru dengan penggunaan teknologi lama cukup
dipikirkan oleh anak-anak perusahaan.
Pertanyaan yang kedua adalah apa
yang telah terjadi di sekitar lingkungan kita, khususnya di negara-negara maju,
yang akan mempengaruhi langkah-langkah kita ke depan dalam bidang pertanian?
Jawabnya, antara lain, adalah berkembangnya teknologi yang diarahkan untuk
mengurangi penggunaan pupuk anorganik, khususnya urea; mengembangkan teknologi
yang mengurangi penggunaan pestisida; mengembangkan produk-produk organik
seperti enzim; serta mengembangkan benih-benih hasil bioteknologi yang memiliki
sifat, misalnya, tahan kekeringan, tahan keasaman yang tinggi, tahan garam, dan
memiliki nilai kesehatan yang lebih baik.
Perubahan tersebut mengarah pada
zaman pertanian baru, yaitu zaman pertanian intensif ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sering dinamakan precise agriculture. Perubahan tersebut
memiliki implikasi yang sangat besar, luas, dan kompleks, khususnya bagi
Indonesia. Hasil perjalanan kami ke beberapa industri agro di negara maju
menunjukkan bahwa investasi yang diperlukan besar bukan hanya dalam hal
investasi modal fisik, tetapi juga lebih besar lagi dalam hal investasi modal
manusia. Misalnya, Monsanto memiliki 1.500 tenaga peneliti. Dari jumlah
tersebut, 500 orang adalah peneliti dengan kapasitas Ph.D dalam bidang biologi
molekuler. Malaysia juga merupakan negara di kawasan tropis yang melakukan
investasi dalam sumber daya manusia dan riset yang cukup tinggi. Pada 1985 anggaran
dana riset untuk pertanian per kapita Malaysia melebihi anggaran riset
pertanian per kapita Amerika Serikat. Hasilnya, Malaysia tidak hanya bisa
selamat dalam hal karet dan kelapa sawitnya, tetapi juga menjadi pemimpin dalam
hal komoditas tersebut.
Dengan berkonsentrasi pada
pemikiran untuk menghadapi masa depan, untuk menemukan teknologi yang sesuai
dengan kondisi lahan dan iklim Indonesia, dan dengan nama yang lebih sesuai
dengan tantangan zamannya, BUMN Pupuk memiliki kesempatan untuk bertransformasi
menjadi BUMN Agro Kimia, sebagaimana perusahaan-perusahaan multinasional di
bidang agro yang juga sudah melakukan transformasi sekitar 30-40 tahun yang
lalu. Jangan sampai suatu saat nanti Indonesia menghadapi tekanan dunia karena
kontribusi pertaniannya terhadap perubahan iklim global, atau merugi karena
pupuk urea tinggal sedikit saja yang digunakan. Itulah gagasan di balik proses
pembentukan perusahaan holding BUMN Pupuk yang baru, semasa kami menyiapkannya,
untuk menjadi BUMN Agro Kimia, menyiapkan Indonesia 2050. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar