Mengatasi
Ketakseimbangan Ekonomi
Umar Juoro ; Ekonom
Senior di CIDES dan the Habibie Center
|
REPUBLIKA,
25 September 2012
Ekonomi
Indonesia masih tumbuh cukup tinggi, 6,4 persen, sekalipun terjadi krisis
Eropa. Namun, terdapat ketidakseimbangan yang sangat mengganggu dan dapat
merusak perekonomian. Ketidakseimbangan pertama adalah defisit neraca berjalan
sebesar 3,1 persen PDB.
Biasanya
angka di atas dua persen sudah dipandang mengkhawatirkan. Ketidakseimbangan
kedua adalah ketimpangan pendapatan di masyarakat yang dalam ukuran Rasio Gini
sudah cukup tinggi, yakni 0,42. Rasio Gini di atas 0,3, dianggap sudah cukup
timpang.
Defisit
Neraca Berjalan terjadi karena ekspor yang melemah sementara impor tetap
tinggi. Pembayaran jasa dan aliran dana ke luar negeri terjadi dalam jumlah
cukup besar. Jika ketidakseimbangan ini tidak diatasi maka nilai rupiah akan
terus melemah dan stabilitas ekonomi terganggu yang berpotensi pada terjadinya
krisis.
Tingginya
Rasio Gini berakibat pada kesenjangan sosial yang membuat perekonomian menjadi
tersegregasi antara mereka yang menikmati sebagian besar dari perkembangan
ekonomi dan mereka yang sedikit saja atau bahkan tidak menikmatinya.
Sekalipun
secara statistik angka pengangguran dan kemiskinan menurun, namun
sebagian
besar pekerja masih bekerja di sektor informal dan banyak masyarakat yang masih
hidup hanya sedikit di atas garis kemiskinan. Apalagi, jika definisi miskin
disesuaikan maka jumlah mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan akan besar
sekali.
Ekonomi
semestinya bekerja dalam keseimbangan. Jika terjadi ketidakseimbang an apakah
karena perubahan teknologi, tidak seimbangnya permintaan dan penawaran, atau
sebab lainnya, maka ekonomi bisa menyeimbangkan dirinya sendiri dalam tahapan
perkembangan yang lebih tinggi, hanya jika tidak ada permasalahan struktural.
Namun, jika ada permasalahan struktural, keseimbangan tidak akan terjadi dengan
sendirinya dan pemerintah harus campur tangan.
Ketidakseimbangan
Neraca Berjalan harus segera diatasi karena ini permasalahan jangka pendek.
Untuk itu, besarnya impor bahan baku yang merupakan bagian terbesar dari impor
harus diatasi antara lain dengan menarik investasi pada industri ini dengan
insentif yang menarik. Impor minyak juga sudah terlalu besar mencapai sekitar
19 miliar dolar AS dalam semester pertama tahun ini.
Impor
minyak akan lebih besar lagi dengan ditambahnya kuota subsidi BBM tiga juta
sampai empat juta kiloliter lagi. Semestinya, harga BBM disesuaikan yang akan
menurunkan konsumsi dan impor BBM.
Aliran
dana keluar dapat diatasi dengan membuat lingkungan investasi lebih menarik.
Hambatan utama investasi di Indonesia adalah banyak berkaitan dengan
pemerintahan, yaitu korupsi, birokrasi, dan infrastruktur. Perbaikan berarti
dalam aspek tersebut akan semakin meningkatkan investasi dan mengurangi aliran
dana keluar. Ketidakseimbangan dalam pendapatan bersifat jangka menengah.
Permasalahan ini tidak dapat diatasi segera, namun harus cepat ditangani supaya
ketimpangan tidak terus memburuk.
Jika
ketimpangan memburuk maka akan menghambat perkembangan ekonomi itu sendiri.
Mereka yang berpendapatan tinggi akan semakin tidak produktif dan yang
berpendapatan rendah akan mengekspresikan kekecewaannya secara destruktif.
Kesempatan
kerja produktif adalah cara efektif mengatasi ketimpangan pendapatan. Karena
itu, sedapat mungkin investasi yang berkembang adalah yang menyerap tenaga
kerja di sektor formal.
Sedangkan,
permasalahan tenaga kerja sebaiknya dise lesaikan antara pengusaha dan serikat
pekerja melalui negosiasi, apa yang menjadi kesepakatan itulah yang diputuskan.
Pemerintah memfasilitasi perundingan dwipartit ini, bukan justru merusaknya.
Pengembangan
UKM dan usaha mikro juga merupakan sarana efektif untuk mengatasi ketimpangan
pendapatan karena fleksibilitasnya dan juga jumlahnya yang besar. UKM, baik
yang terintegrasi dengan perusahaan besar melalui supply chain maupun yang
relatif independen, harus terus difasilitasi perkembangannya, baik melalui aktivitas
bisnis maupun melalui program pemerintah.
Begitu
pula memfasilitasi pengembangan usaha mikro melalui perluasan pembiayan mikro
dan dana bergulir. Perluasan akses pembiayaan se jalan dengan upaya
meningkatkan inklusivitas keuangan dan akses pasar sangat menentukan
perkembangan UKM dan usaha mikro.
Program
langsung pemerintah dalam menciptakan kesempatan kerja maupun mengatasi
kemiskinan sangat menentukan terutama bagi golongan miskin. Ini berarti program
PNPM di kecamatan, BLT bersyarat, dan perbaikan akses pada pendidikan dan
kesehatan bagi golongan miskin harus terus ditingkatkan.
Keberhasilan dalam mengatasi
dua ketidakseimbangan tersebut akan memperkuat ekonomi Indonesia menghadapi
ketidakpastian ekonomi global. Dalam jangka panjang, perekonomian yang seimbang
membuka peluang Indonesia untuk bertransformasi menjadi negara maju. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar