Ketahanan Pangan
APEC
Achmad Suryana ; Kepala Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
|
REPUBLIKA,
08 September 2012
Penguatan ketahanan pangan global menjadi salah satu dari empat topik
prioritas yang dibahas para pemimpin ekonomi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada pertemuan awal
September 2012 di Vladivostok, Rusia. Para pemimpin APEC memahami besarnya
tantangan untuk menyediakan pangan yang cukup, bergizi, aman, terjangkau, serta
merata secara berkelanjutan.
Bila tantangan tersebut tidak dapat diatasi, dunia akan menghadapi
masalah besar, yaitu kerawanan pangan yang meluas, yang dapat berujung pada
krisis pangan. Risiko tersebut ingin dihindari dengan mengidentifikasi langkah-lang
kah untuk mengatasinya dan membangun komitmen.
Mendahului pertemuan para pemimpin APEC, pada akhir Mei 2012, para
menteri pertanian atau yang menangani ketahanan pangan bertemu di Kazan, Rusia,
dan menyepakati Deklarasi Kazan tentang
Ketahanan Pangan APEC. Dalam deklarasi ini, dikemukakan fakta kuantitatif
besarnya permasalahan ketahanan pangan global.
Pertama, adanya kecenderungan har ga-harga pangan yang terus naik
dengan volatilitas yang tinggi. Kondisi ini diperkirakan akan berlanjut sampai
2020. Kedua, jumlah penduduk miskin dunia meningkat dari 780 juta jiwa pada
akhir 1990-an menjadi 925 juta orang pada 2010 dan dikhawatirkan peningkatan
ini akan terus berlanjut. Ketiga, pendu duk dunia meningkat terus dan
diperkirakan mencapai 9,3 miliar jiwa pada 2050. Hal ini membawa konsekuensi
pada 2050 produksi pangan harus dapat ditingkatkan menjadi 70-100 persen dari
produksi yang dicapai saat ini.
Di sisi lain, peningkatan produksi pangan global sering kali
terganggu bencana alam dengan frekuensi yang semakin tinggi dan dampak
kerusakan yang semakin besar. Kejadian ini tidak terlepas dari dampak pemanasan
global dan kondisi cuaca ekstrem.
Untuk mewujudkan ketahanan pangan global berkelanjutan, Deklarasi
Kazan merekomendasikan adanya upaya bersama yang difokuskan pada lima hal. Tiga
fokus pertama terkait dengan penyediaan pangan, yaitu meningkatkan produksi dan
produktivitas pertanian, memperlancar perdagangan dan pengem bangan pasar
pangan, serta meningkatkan kualitas dan keamanan pangan.
Fokus keempat terkait dengan upaya untuk meningkatkan akses pangan
bagi seluruh individu setiap saat. Implementasinya berupa distribusi pangan
bersubsidi bagi masyarakat miskin dan pemberian bantuan pangan bagi kelompok
warga yang mengalami rawan pangan darurat karena bencana alam atau sosial.
Upaya kelima difokuskan pada pe nge lolaan ekosistem kelautan
berkelanjutan, termasuk penanganan penangkapan ikan ilegal. Sumber daya
perairan laut merupakan salah satu sumber pangan utama bagi umat manusia masa
depan, khususnya untuk pangan sumber protein. Karena itu, upaya bersama seluruh
ekonomi APEC diperlukan untuk mencegah eksploitasi sumber daya ini secara
berlebihan.
Kemandirian Pangan
Dari kelima fokus di atas, bagi Indonesia, peningkatan
produksi pangan domestik perlu mendapat perhatian utama. Garis kebijakan yang
tepat untuk membangun ketahanan pangan di tengah-tengah tidak menentunya
kinerja ekonomi global adalah kemandirian pangan, khususnya bagi pangan pokok. Kemandirian
pangan ialah upaya pemenuhan pangan bagi seluruh penduduk dengan memanfaatkan
secara optimal sumber daya domestik, termasuk bahan pangan dan kearifan lokal.
Kebijakan ini bukan lagi sebagai pilihan, melainkan merupakan keharusan.
Peningkatan produksi pangan domestik berkelanjutan hanya dapat
dicapai melalui peningkatan luas panen dan produktivitas. Untuk perluasan
panen, diperlukan peningkatan kapasitas produksi pangan nasional. Untuk itu,
diperlukan investasi bagi penambahan lahan pertanian baru, pembangunan, dan
rehabilitasi infrastruktur, seperti jaringan irigasi, fasilitas usaha
perikanan, dan peternakan. Investasi infrastruktur dasar ini harus menjadi
bagian dari investasi pemerintah. Investasi swasta dalam peningkatan produksi
pangan diharapkan dapat didorong dengan adanya kesiapan infrastruktur ekonomi
tersebut.
Peningkatan produktivitas mengharuskan adopsi teknologi inovatif,
utamanya untuk benih/bibit unggul dan bioteknologi. Selain itu, perlu
pemberdayaan petani agar mampu mengatasi risiko penurunan produksi dari dampak
perubahan iklim, meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya alam berupa
lahan, air, biodiversitas, meningkatkan kemampuan mengendalikan hama, serta
penyakit tanaman dan hewan.
Upaya peningkatan produksi pangan domestik ini harus merupakan
kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, swasta dan BUMN, serta para
petani dan nelayan. Satu aspek lagi yang tidak boleh dilupakan dalam membangun
kemandirian pangan adalah perlunya dijaga keseimbangan antara kepentingan
konsumen, yaitu harga yang terjangkau oleh daya belinya dan kepentingan para
petani agar mereka memperoleh harga produk yang memberikan keuntungan usaha
yang layak. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar