Minggu, 12 Mei 2013

Keserakahan dan Kerusakan Lingkungan


Keserakahan dan Kerusakan Lingkungan
Benny Susetyo ;  Pemerhati Sosial
KOMPAS, 11 Mei 2013


Hari Bumi baru saja berlalu, tetapi seolah tanpa gaung. Kerusakan lingkungan terus terjadi dengan keserakahan manusia sebagai faktor paling dominan. Keserakahan untuk mengeruk keuntungan pertumbuhan ekonomi membuat eksploitasi alam berlangsung tanpa batas. Sebenarnya kesadaran sudah muncul, dan dunia telah mengupayakan sejumlah kesepakatan untuk membangun secara berkelanjutan dengan mengendalikan kerusakan lingkungan. Namun, faktanya kerusakan ekologi semakin menjadi-jadi.

Nota Pastoral Konferensi Waligereja Indonesia tahun ini bertopik keterlibatan gereja dalam melestarikan keutuhan ciptaan. Dalam nota ini, Gereja ingin mengajak seluruh umat Katolik memberikan perhatian, meningkatkan kepedulian, dan bertindak partisipatif dalam menjaga, memperbaiki, melindungi, dan melestarikan keutuhan ciptaan dari segala kerusakan. Gereja memandang lingkungan hidup sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar makhluk hidup, termasuk manusia, berupa benda, daya, dan keadaan yang memengaruhi kelangsungan makhluk hidup baik langsung maupun tidak langsung.

Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu unsur-unsur lingkungan hidup, baik yang hidup (biotik) seperti manusia, tumbuhan, hewan, maupun yang tak hidup (abiotik) seperti tanah, air, dan udara. Semua saling berhubungan dan saling memengaruhi. Dengan demikian, manusia bersama ciptaan yang lain adalah bagian dari lingkungan hidup. Lingkungan hidup menyediakan berbagai kebutuhan manusia serta menentukan dan membentuk kepribadian, budaya, dan pola kehidupan masyarakat.

Karena itu, dalam memanfaatkan sumber daya alam, manusia harus memperhatikan tujuan dan dampak yang akan ditimbulkan. Sangatlah penting untuk melindungi sumber daya hayati, melestarikan keanekaan hayati, dan bijak mengelola sumber daya hutan dan laut.

Kesadaran lingkungan

Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan hidup adalah hal penting dewasa ini. Kesadaran ini sesungguhnya bukan sekadar bagaimana menciptakan suasana indah atau bersih saja, melainkan juga masuk pada kewajiban manusia untuk menghormati hak-hak orang lain, yaitu menikmati keseimbangan alam. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang tidak berpihak kepada kelestarian lingkungan sedini mungkin dapat dihindari.

Namun, faktanya tumbuhnya kesadaran tersebut belum terlihat mengingat kondisi lingkungan kita yang hari ini sungguh-sungguh memprihatinkan. Bermacam bencana alam masih terjadi silih berganti. Semakin banyak kawasan Indonesia yang terendam banjir, padahal dahulu termasuk wilayah aman. Banjir yang terkait dengan kerusakan hutan sebagai kawasan resapan, di sisi lain dibarengi makin canggihnya modus para perusak hutan. Inilah jalinan tali-temali yang sulit diurai.

Manusia dan keserakahan

Menurut Tjokrowinoto (1996), semua kesalahan ini tidak pernah diperhitungkan para pelaku ekonomi yang rakus. Keberhasilan paradigma pertumbuhan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan kerap harus dicapai melalui pengorbanan (at the expense of) berupa deteriorasi ekologis baik yang berwujud menurunnya kesuburan tanah, penyusutan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui, maupun desertifikasi. Upaya mewujudkan masyarakat berkelimpahan (affluent society) ternyata harus disertai dengan pengorbanan yang membahayakan. Masyarakat kecil di dataran rendah harus menanggung amukan badai banjir lumpur akibat resapan yang sudah tidak lagi memadai.

Perkembangan kapitalisme yang semakin tidak tentu arah, terutama berkaitan dengan penyelamatan alam, membuat manusia terus berhadapan dengan berbagai problem lingkungan. Dari hari ke hari, gejala dan bentuk kerusakan alam semakin berkembang tidak terduga.

Andre Gorz (2002) dalam Ekologi dan Krisis Kapitalisme menyatakan, manusia sedang menghadapi situasi semakin meningkatnya kelangkaan sumber daya alam. Solusi dari krisis itu bukan pemulihan ekonomi, melainkan dengan pembalikan logika kapitalisme yang cenderung berorientasi pada penumpukan keuntungan (profit) untuk lebih seimbang antara kebutuhan dan aspek untuk mencapai kebutuhan itu sendiri.

Perkembangan kapitalisme yang semakin maju telah melahirkan krisis lingkungan serius karena konsep pembangunan lebih banyak diarahkan oleh logika-logika kapitalisme. Alam diperas untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang tidak henti-hentinya menciptakan teknologi tak ramah lingkungan.
Karena itu, berbagai praktik pembangunan dan juga industrialisasi di negara kita hendaknya terus-menerus kita kritisi dari sudut proses dan dampak dari kebijakan tersebut. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar