Senin, 17 September 2012

Remehkan Berujung Pailit Telkomsel


Remehkan Berujung Pailit Telkomsel
M Hadi Shubhan ;  Dosen Hukum Kepailitan di Fakultas Hukum
Universitas Airlangga dan Konsultan Kepailitan 
JAWA POS, 17 September 2012


CUKUP mengejutkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis pailit terhadap PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) (Jawa Pos, 15/9/2012). Mengejutkan bukan hanya karena sebagai perusahaan telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, melainkan juga kepailitan itu berpotensi merugikan triliunan rupiah bagi negara sebagai pemegang saham mayoritas melalui PT Telkom Indonesia. Kepailitan Telkomsel sebenarnya bisa dihindari jika majelis hakim lebih bijak serta manajemen Telkomsel tidak meremehkan persoalan.

Telkomsel dimohonkan pailit oleh PT Prima Jaya Informatika dengan dasar Telkomsel telah melakukan wanprestasi atas kontrak kerja sama distribusi voucher isi ulang dan kartu perdana. Kontrak kerja sama itu bermula pada 1 Juni 2011 dengan ditandatanganinya dua perjanjian PKS.591/LG.05/SL-01/VI/2011 dan 031/PKS/PJI-TD/VI/2011, yang intinya Telkomsel menunjuk Prima Jaya Informatika untuk mendistribusikan Kartu Prima voucher isi ulang dan kartu perdana prabayar selama dua tahun. Namun, belum habis masa kontraknya, Telkomsel memutuskan secara sepihak kontrak tersebut.

Selanjutnya, sebagai salah satu konsekuensi yuridis dari kepailitan Telkomsel ini adalah seluruh harta kekayaan perusahaan menjadi sitaan umum yang akan diurus dan dibereskan kurator. Setelah menjadi sitaan umum, harta perusahaan tersebut akan dilelang dan didistribusikan kepada seluruh kreditornya. 

Syarat Permisif-Minimalis 

Secara yuridis yang dimaksud dengan pailit adalah suatu keadaan ketika subjek hukum tidak mampu dan/atau tidak mau membayar utang yang menjadi kewajibannya yang telah jatuh tempo. Adapun syarat materiil suatu subjek hukum (perusahaan) dapat dipailitkan adalah hanya dua syarat kumulatif, yakni adanya suatu utang yang tidak dibayar lunas dan perusahaan tersebut sedikitnya mempunyai dua kreditor. 

Dalam kasus pailitnya Telkomsel, syarat materiil tersebut telah terpenuhi.                                Pertama, adanya suatu utang yang sudah jatuh tempo dan tidak dibayar lunas. Dalam hal ini, Telkomsel tidak melaksanakan kewajiban mendistribusikan                              voucher kepada Prima Jaya. Syarat kedua, adanya minimal dua kreditor, juga terpenuhi. Yakni, adanya kreditor lain, PT Extent Media. Dari analisis syarat materiil tersebut di atas, bisa dikatakan bahwa Telkomsel telah me­menuhi syarat untuk dipailitkan. 

Mengapa syarat kepailitan demikian mudah? Itu terjadi sejak adanya reformasi hukum kepailitan 1998 atas skenario IMF dan World Bank. Pada saat itu para kreditor dari negara asing menghendaki semudah-mudahnya memailitkan perusahaan di Indonesia.

Terlalu mudahnya syarat kepailitan bisa disalahgunakan oleh debitor yang beriktikat buruk dan, bahkan, berkonspirasi dengan penyandang dana yang siap membeli aset-aset pailit yang jadi murah. 

Terlalu permisif dan minimalisnya syarat kepailitan tersebut sebenarnya tidak masalah jika sang hakim lebih bijaksana dalam mengadili kepailitan. Artinya, meski suatu perusahaan memenuhi syarat untuk dipailitkan, hakim bisa menolak dengan pertimbangan aspek keadilan, kepatutan, dan kewajaran. Dalam UU Kepailitan, hakim diperkenankan mempertimbangkan hukum yang tidak tertulis untuk suatu putusannya. 

Dalam kasus pailitnya Telkomsel, meski Telkomsel telah memenuhi syarat formal untuk dipailitkan, hakim seharusnya mempertimbangkan kepatutan untuk tidak memailitkannya. Apakah perusahaan se-solven Telkomsel patut dipailitkan? Apakah adil jika utang yang hanya Rp 5 miliar harus dibayar dengan menyita umum/membekukan semua aset perusahaan yang lebih dari Rp 50 triliun? Belum lagi harus dipertimbangkan potensi kerugian negara sebagai pemilik mayoritas Telkomsel melalui PT Telkom Indonesia.

Budaya Ngemplang 

Memang sudah menjadi rahasia umum bahwa salah satu perilaku buruk warga di negeri yang tercinta ini adalah suka mengemplang hak orang lain. Utang atau kewajiban hukum, kalau bisa dikemplang, mengapa harus ditunaikan. Dari kultur seperti ini, juga tidak terlalu salah jika undang-undang memudahkan syarat kepailitan untuk menghukum perilaku yang suka ngemplang tersebut.

Dari proposisi ini, apabila Telkomsel tidak dipailitkan atas nama keadilan dan kepatutan tersebut, akan muncul ketidakadilan pada sisi lain, yakni ketidakadilan bagi kreditor (PT Prima Jaya dan PT Extent Media) yang tidak diberikan hak-hak hukumnya oleh Telkomsel. Ketidakpatuhan Telkomsel terhadap kontrak yang telah dibuatnya jelas merugikan PT Prima Jaya. 

Cukup disesalkan, perusahaan sekaliber Telkomsel tidak menghormati kontrak yang telah dibuatnya, terlepas dari adanya dugaan kontrak ini bermasalah. Jika Telkomsel merasa ada yang cacat dari kontrak kerja sama, seharusnya diajukan pembatalan ke pengadilan dan bukan dengan begitu saja mengingkarinya. Pihak Telkomsel terlalu meremehkan atau menggampangkan persoalan, sehingga berakibat sangat mematikan ini.

Hakim dalam kasus pailitnya Telkomsel lebih mengutamakan pemenuhan keadilan para pemohon pailit daripada keadilan bagi Telkomsel. Hakim pengadilan niaga memang dilematis, karena hanya berwenang memutus menerima atau menolak permohonan kepailitan. Ini berbeda dengan pengadilan perdata yang bisa memerintah Telkomsel membayar. 

Akkoord, Bukan Kasasi 

Agar semua pihak mendapat keadilan, dalam kasus pailitnya Telkomsel ini bisa dilakukan proses akkoord (baca: akur, artinya perdamaian). Akur dapat dilakukan setelah debitor dinyatakan pailit, tapi belum masuk pada tahap insolvensi atau harta debitor dibagi para kreditor. Dalam akur dapat dimuat pembayaran lunas terhadap PT Prima Jaya dan PT Extent, setelah akur dihomologasi (disahkan) oleh hakim dan kemudian dijalankan para pihak. Dengan begitu, Telkomsel dapat direhabilitasi dari kepailitan dan menjadi subjek hukum penuh seperti sediakala sebelum adanya kepailitan.

Upaya hukum kasasi yang dilakukan Telkomsel, tanpa adanya upaya akur, hanya akan memperuncing masalah dan semakin meresahkan banyak kalangan, baik investor maupun kalangan masyarakat pengguna jasa Telkomsel yang berjuta-juta orang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar