Selasa, 21 Mei 2013

Sidak, Sekali Lagi Sidak


Sidak, Sekali Lagi Sidak
Denny Indrayana ;  Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Guru Besar Hukum Tata Negara UGM
KORAN SINDO, 21 Mei 2013

Inspeksi mendadak (sidak) bukan pekerjaan mudah. Potensi suatu sidak bocor sangat tinggi. Karena itu strategi menjaga kerahasiaan sidak harus dengan cara tersendiri. 

Ketika pada 2009 berhasil melakukan sidak dan menemukan sel mewah Arthalita Suryani alias Ayin, kami menanyakan apakah selnya itu tidak diketahui menteri yang pernah sidak sebelumnya. Sambil tersenyum malu-malu Ayin mengatakan, ketika menteri datang, seminggu sebelumnya ia sudah tahu dan berlatih tari-tarian penyambutan. Bayangkanlah, sidak yang disambut tarian! Maka, ketika sidak ke Lapas Sukamiskin dan Rutan Cipinang, pada Sabtu tengah malam hinggu Minggu dini hari lalu, kami memastikan tidak ada kebocoran informasi. 

Masih ditemukannya penyimpangan, berupa kepemilikan 1 ipad di Sukamiskin serta 13 handphone dan 1 televisi di dalam sel Cipinang, adalah indikasi kuat sidak itu masih steril. Jumlah temuan tersebut berkurang sangat jauh dibandingkan dengan kondisi sel mewah napi-napi korupsi sebelumnya yang ibarat showroom toko elektronik. Sidak terakhir ini kami lakukan untuk mengecek ketertiban izin keluar penjara, misalnya dengan alasan sakit. 

Pernyataan Ketua KPK bahwa banyak napi korupsi jalan-jalan di mal dan tidur di rumah tentu suatu warning serius. Meskipun pada akhirnya Ketua KPK mengakui dia hanya berasumsi “bisa jadi” alias mungkin serta tidak punya basis data ataupun fakta atas asumsinya tersebut, warning demikian tetap harus disikapi serius. Di banyak pemberitaan, termasuk di Metro TV, untuk menguatkan asumsi Ketua KPK tersebut diputarlah video Gayus Tambunan yang menonton tenis di Bali pada 2010, padahal dia seharusnya ada di Rutan Mako Brimob. 

Diputar pula video Ayin dengan sel mewahnya pada 2009. Kedua video itu kebetulan berkaitan dengan tugas kami sewaktu masih aktif di Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. Maka, ketika Najwa Shihab mengusulkan sidak bersama untuk rekaman acara Mata Najwa, dengan seizin Menkumham, saya menyetujuinya. Selain mengajak tim Mata Najwa, saya juga meminta hadir rekan-rekan jurnalis. 

Perlu dicatat, tidak semua sidak yang kami lakukan melibatkan media massa. Tidak jarang kami hanya datang sendiri tanpa liputan media, salah satunya juga untuk menjaga kerahasiaan sidak itu sendiri. Keikutsertaan media massa hanya diputuskan untuk menguatkan resonansi sidak agar publik tahu melalui pemberitaan sehingga pesan penertiban di penjara semakin kuat digaungkan dan diawasi. 

Sabtu malam lalu, berangkat dari rumah kontrakan saya di Pancoran (Jakarta) sekitar pukul 19.15 WIB, kami menuju Lapas Sukamiskin (Jawa Barat) yang telah dikhususkan untuk tindak pidana korupsi. Sekitar pukul 23.30 WIB tiba di Penjara Sukamiskin, kami kemudian mengecek sel napi-napi korupsi secara acak. Yang pertama kali diminta Najwa adalah sel Gayus Tambunan. 

Gayus ada di selnya, bukan di mal atau di rumah kontrakannya. Demikian pula ketika satu per satu sel dicek, Widjanarko Puspoyo (mantan Kabulog), Adrian Waworuntu, Anggodo Widjoyo, Hartono Tjahjadjaja, Agusrin Najamudin (mantan Gubernur Bengkulu) dan Nazaruddin semuanya ada di sel masing-masing. Dalam sidak di lapas khusus napi korupsi Sukamiskin tersebut tidak ditemukan satu pun ponsel ataupun televisi di dalam sel. Memang tetap ada penyimpangan, yaitu dari sel Adrian diambil ipad, ipod, dan CD player; dari sel Agusrin disita beberapa simcard. 

Temuan-temuan itu tentu tidak dapat ditoleransi, itu tetap pelanggaran serius. Namun, agar fair, tetap harus disampaikan bahwa penyimpangan telah jauh berkurang, utamanya jika dibandingkan dengan temuan saya pada sidak-sidak sebelumnya. Penurunan penyimpangan juga tercatat ketika tim sidak mengunjungi Rutan Cipinang blok khusus napi korupsi. Memang masih ditemukan adanya ponsel dan 1 televisi di dalam sel. Tapi temuan itu jauh berbeda dibandingkan dengan kondisi sebelumnya ketika saya sidak pascahari raya tahun lalu. 

Ketika itu di setiap sel tidak hanya ditemukan ponsel, tetapi juga seluruh perangkat elektronik lengkap. Ambil contoh Adrian Waworuntu, kalau sekarang di Sukamiskin dia “hanya” mempunyai ipad, maka ketika di Rutan Cipinang dengan sel yang jauh lebih luas, Adrian juga memiliki ponsel, televisi, ipad, tape stereo lengkap, laptop, dan kamar yang ber-AC, di samping tentu saja kipas angin. 

Hari Minggu itu sidak di Lapas Sukamiskin (Bandung) selesai dini hari pukul 01.45 WIB dan langsung berlanjut dengan sidak di Rutan Cipinang (Jakarta) pukul 03.45 WIB yang berakhir pukul 06.00 WIB. Di kedua tempat itu hasil kerja keras pembenahan cukup terlihat meskipun penyimpangan juga tetap ditemukan. Pembenahan terlihat dari penyimpangan yang menurun drastis. Yang pasti pembenahan sistem di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan terus dilakukan. 

Memang ada keterbatasan jumlah SDM, sarana-prasarana, dan minimnya anggaran. Namun keterbatasan demikian tidak boleh menjadi alasan penertiban tidak dilaksanakan. Bagaimanapun zero tollerance terhadap penyimpangan bukanlah pilihan, tetapi harus dilaksanakan. Untuk itulah khusus untuk napi korupsi telah dikeluarkan beberapa kebijakan strategis. 

Misalnya melalui PP No 99 Tahun 2012 yang mengetatkan pemberian hak warga binaan tindak pidana khusus, termasuk napi korupsi, bandar narkoba, terorisme, pelanggaran HAM berat dan kejahatan terorganisasi lainnya. Pemusatan napi korupsi di Lapas Sukamiskin juga dalam rangka mengetatkan fungsi pengawasan. Dengan ditempatkan di Bandung, kami setiap saat bisa melakukan pengawasan lebih mudah. Sidak yang steril lebih mungkin terjadi. 

Dibandingkan jika, misalnya, diletakkan di Nusakambangan, sidak sulit untuk tidak bocor karena transportasi dan jarak yang jauh dari Jakarta melalui udara dan menyeberang laut menuju Pulau Nusakambangan. Dengan kebijakan pengetatan pemberian remisi, pembebasan bersyarat, serta pemusatan napi korupsi di Sukamiskin, kami tentu saja menghadapi tantangan dan tentangan yang kuat dari para napi korupsi. Namun, kebijakan terus kami laksanakan dan kami kawal agar terlaksana secara bersih di lapangan. 

Tengah malam hingga subuh dini hari di Lapas Sukamiskin dan Rutan Cipinang para napi dan tahanan korupsi sempat menyampaikan keluhan ke Najwa Shihab. Gayus komplain karena terus diberitakan. Adrian marah ketika ipad-nya diambil. Saya katakan, “Pak Adrian ini bagaimana. Bapak melanggar membawa barang yang dilarang. Kok malah galak, harusnya kami yang marah karena aturan dilanggar.
Sebelumnya ketika di Rutan Cipinang, Adrian juga sempat membanting laptopnya ketika kami ambil. Secara manusiawi, tentu ada saja perasaan tidak nyaman setiap melihat orang dihukum di penjara yang sempit. Najwa Shihab mengatakan, “Saya sempat miris melihat Anggodo yang sudah sepuh di selnya. Apalagi ketika Anggodo yang ompong memasang gigi palsunya.” Kami sendiri bukan tidak memperhatikan sisi kemanusiaan tersebut. 

Karena itu, dalam setiap penertiban, kami tetap melaksanakannya dengan pendekatan yang berimbang. Bagi yang jelas-jelas sakit, dengan prosedur yang benar, tentu perawatan medis yang tepat harus dilakukan. Namun, atas sisi kemanusiaan demikian tidak berarti kita menjadi lunak. Penertiban atas penyimpangan wajib terus dilakukan. Untuk itu sidak dan terus sidak menjadi salah satu cara rutin yang harus dilaksanakan. Untuk Indonesia yang lebih baik, untuk Indonesia yang lebih antikorupsi. Keep on fighting for the better Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar