APEC
2013 dan Peran Perempuan
Anindya Novyan Bakrie ; Anggota
Dewan Penasihat Bisnis APEC untuk Indonesia, Co-chair APEC CEO Summit 2013
|
KOMPAS, 17 September 2012
Dalam perjalanan menuju ke
bandara Vladivostok, setelah mengikuti APEC CEO Summit, akhir pekan lalu, saya
mengagumi Russky Bridge.
Jalan tol dan jembatan
berpemandangan laut yang indah ini menghubungkan Vladivostok dengan Pulau
Russky, tempat berlangsungnya APEC CEO Summit dan KTT Pemimpin Ekonomi APEC
yang berakhir pada 9 September 2012. Jembatan gantung sepanjang 1.104 meter ini
menjadi etalase sukses Rusia sebagai tuan rumah dan ketua APEC 2012 dalam
membangun infrastruktur dan memenuhi agenda penting soal konektivitas.
Tak kurang dari 26 miliar
dollar AS diinvestasikan Pemerintah Rusia untuk membangun Vladivostok. Presiden
Vladimir Putin memiliki visi jauh ke depan. Pembangunan infrastruktur di
wilayah paling timur Rusia ini tak hanya untuk menyambut perhelatan APEC, tetapi
juga untuk meluncurkan Vladivostok sebagai ”ibu
kota keuangan dan bisnis di wilayah Timur Jauh”. Vladivostok terletak
berdekatan dengan perbatasan China dan Korea.
Apa
yang dicapai Rusia selama periode kepemimpinan di APEC tahun 2012 membuat saya
berpikir: apa yang bisa kita lakukan selama periode kepemimpinan Indonesia di
APEC 2013?
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam sambutannya di APEC CEO Summit 2012 telah meluncurkan tema APEC
2013, yakni ”Resilient Asia Pacific,
Engine of Global Growth”. Tema ini memperhitungkan pentingnya memperkuat
ketangguhan kawasan APEC dalam menghadapi berbagai macam krisis global dan
fakta bahwa Asia Pasifik saat ini adalah motor pertumbuhan global.
Menurut saya, tema ini
tepat. Pentingnya ketahanan ekonomi kawasan juga menjadi tema pertemuan tahunan
Forum Ekonomi Dunia 2013 di Davos, Swiss, Januari 2013, yang akan mengusung
tema ”Resilient Dynamism”.
Ada tiga pilar yang menjadi
prioritas Indonesia dalam periode kepemimpinan APEC 2013. Pertama, memastikan
tercapainya tujuan yang dirumuskan dalam Deklarasi Bogor 1994, ketika Indonesia
pertama kali menjadi tuan rumah dan ketua APEC, yang intinya mewujudkan arus
perdagangan dan investasi yang lancar dan terbuka di kawasan Asia Pasifik.
Kedua, mencapai pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan dengan pelibatan semua pemangku kepentingan,
termasuk perempuan serta usaha skala kecil dan menengah.
Ketiga, mewujudkan
konektivitas dengan memperhatikan pertumbuhan yang pro terhadap keselamatan
lingkungan hidup.
Bisa Menjadi Contoh
Sebelum CEO Summit, saya
mengikuti pertemuan ke-4 Dewan Penasihat Bisnis APEC (APEC Business Advisory Council/ABAC) 2012 yang digelar di hotel
terapung, The Legend of The Seas,
yang bersandar di pelabuhan Vladivostok. Pertemuan berlangsung tiga hari. Salah
satu sesi adalah ABAC Women for Economy
Forum.
Sebagai wakil ABAC dari
Indonesia, di forum itu saya menyampaikan apa yang telah dicapai Indonesia
dalam meningkatkan peran ekonomi dan politik perempuan. Di bidang politik,
Indonesia pernah memiliki pemimpin perempuan, Presiden Megawati Soekarnoputri.
Banyak negara anggota APEC yang belum memiliki pengalaman yang sama. Indonesia
menetapkan kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen (kini
pencapaiannya 18 persen).
Indonesia memiliki sejumlah
anggota kabinet perempuan, termasuk Mari Elka Pangestu (Menteri Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif) dan Linda Amalia Sari (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak) yang mewakili Indonesia dalam merumuskan Deklarasi San
Francisco. Karen Agustiawan, satu dari wakil ABAC, adalah Direktur Utama
Pertamina, BUMN terbesar Indonesia.
ABAC merekomendasikan satu
dari tiga wakil ABAC adalah perempuan. Indonesia bisa jadi salah satu contoh
pemenuhan kuota ini karena banyak negara lain belum memenuhinya.
Peran perempuan sebagai
motor penggerak ekonomi di Indonesia bisa digambarkan dari peran penting mereka
dalam pengambilan keputusan ekonomi di tingkat rumah tangga. Produk domestik
bruto (PDB) Indonesia sekitar 850 miliar dollar AS. Sekitar 60 persen PDB
ditopang oleh konsumsi domestik. Di Indonesia, perempuan memegang 65 persen
keputusan konsumsi sehingga sedikitnya 300 miliar dollar AS konsumsi diputuskan
kaum perempuan. Ini sumbangan besar bagi pertumbuhan 6,5 persen yang dicapai
Indonesia.
Komitmen Indonesia
Forum diskusi ABAC mengenai
peran perempuan juga membahas hasil survei Economist
Intelligence Unit. Dalam laporan survei bertajuk ”Women’s Economic Opportunity 2012”, Indonesia menduduki peringkat
ke-85 dari 128 negara yang disurvei menyangkut peluang ekonomi bagi perempuan.
Peringkat ini di bawah
Nikaragua dan Sri Lanka, tetapi di atas Maroko dan Bolivia. Thailand di
peringkat ke-47, tertinggi di ASEAN. Malaysia di peringkat ke-53. Saya
optimistis ada ruang untuk meningkatkan peringkat Indonesia dalam posisi
sebagai ekonomi yang memberikan ruang dan pelibatan perempuan jika kita fokus
membenahi area yang jadi prioritas kita.
Untuk memperkuat komitmen
Indonesia, Linda Amalia Sari menyampaikan beberapa prioritas Indonesia dalam APEC Women for Economy Forum 2013 yang
akan digelar di Bali.
Pertama, meningkatkan akses
pendidikan di bidang sains, teknologi, engineering/teknik
dan mekanik (STEM), sekaligus membuka akses finansial, informasi pasar dan
jejaring yang memberi akses bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam ekonomi
berbasis inovasi. Kedua, APEC harus meningkatkan peluang bagi perempuan yang
bergerak di usaha kecil menengah. Ketiga, perlunya koordinasi lebih baik di
level domestik, regional, maupun global.
Pembahasan rekomendasi ABAC
untuk perempuan APEC Women for Economy
Forum 2013 mencakup kelonggaran cuti mengurus anak, fleksibilitas di tempat
kerja, penyediaan ruang bagi anak di kantor, dan pendidikan prasekolah. Juga
dibahas akses lebih besar bagi perempuan menikmati pendidikan di bidang STEM
sehingga dapat berkontribusi dalam inovasi yang mendorong pertumbuhan.
Women
for Economy Forum juga sepakat memonitor berkala di
negara-negara APEC untuk peningkatan persentase lebih besar bagi perempuan di
level eksekutif. Survei Unleashing Women
Leadership oleh McKinsey dan Femina baru-baru ini menunjukkan, 6 persen
perempuan Indonesia duduk di level direksi, 6 persen di level CEO.
Isu peningkatan peran
perempuan yang menguat sejak KTT APEC di Hawaii, Amerika Serikat (2011)—dan
mendapat penegasan pada KTT APEC di Rusia—tampaknya harus difinalisasi secara
konkret di KTT APEC 2013. Saya optimistis, inilah kontribusi penting bagi
kepemimpinan Indonesia di forum APEC setahun ke depan. Tantangan kita adalah
mengerjakan pekerjaan rumah sehingga peran perempuan di Indonesia jadi bagian
penting dari bukti sukses Indonesia di kepemimpinan APEC 2013. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar