Anak
Juga Butuh Pendidikan Seksual
Emi
Rosyidatul M ; Aktivis
Lingkar Permata Yogyakarta, Gowok C5,
Caturtunggal,
Depok, Sleman
|
SUARA
MERDEKA, 13 Mei 2014
BELAKANGAN
ini Indonesia digemparkan kasus pelecehan seksual terhadap anak. Setelah di
Jakarta International School (JIS), kasus pelecehan seksual kembali terjadi
di Sukabumi, Jawa Barat.
Tak
kurang 113 anak menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan Andi Sobari
alias Emon. Sebanyak 18 anak telah disodomi dan sisanya dilecehkan dan dirayu
(SM, 8 Mei).
Entah
gejala apa yang tengah melanda, jumlah pedofilia di negeri ini semakin
meningkat. Ada indikasi bahwa pelaku pedofilia saat ini adalah korban
pedofilia masa lalu. Emon, misalnya, adalah korban pedofilia oleh dua orang
temannya yang kini tengah diburu aparat. Dikhawatirkan korban-korban ini akan
mengalami nasib serupa seperti Emon.
Kondisi
ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut dan jangan sampai terulang kasus-kasus
serupa berikutnya. Perlu adanya langkah taktis untuk menanggulangi penyakit
ini. Salah cara yang bisa dilakukan adalah melalui pendidikan seksual, yakni
pendidikan pengenalan dunia seksual terhadap anak-anak.
Selama
ini pendidikan seksual terkesan tabu di mata sebagian besar masyarakat.
Terutama masyarakat pedesaan yang masih risi dengan segala sesuatu berbau
seks. Bagi mereka, perihal seks adalah sesuatu yang tidak lazim disampaikan
kepada anak-anak. Mereka beranggapan masalah seputar seksual akan dimengerti
sendiri oleh anak tanpa harus diberitahu orang tua.
Pendapat
ini tentunya kurang tepat. Salah satu modus yang digunakan Emon dengan mudah
mengibuli anak-anak usia belia adalah iming-iming uang puluhan ribu.
Ironisnya, sang anak tidak mengerti arti penting organ vital yang
dimilikinya. Hal ini terjadi akibat orang tua tidak memberikan pendidikan
seksual kepada sang anak dengan baik. Bila sejak dini anak paham, tak mungkin
ia ditipu dan menjadi korban.
Pendidikan
seks harus diberikan sejak dini. Peran orang tua sangat penting dalam
memberikan pendidikan tersebut. Utamanya, sosok Ibu. Ibu merupakan sosok yang
memiliki kedekatan terhadap anak. Waktu anak lebih banyak dihabiskan bersama
ibu. Oleh karena itu, ibu menjadi tokoh penting menginfiltrasi pendidikan
seksual kepada anak.
Sedini Mungkin
Selama
ini orang tua banyak salah mengartikan terminologi pendidikan seks. Bagi
mereka, seks adalah porno dan saru, sehingga mereka enggan membagikan
informasi seputar seks. Padahal sejatinya bukan itu pendidikan seks yang
dimaksud. Pendidikan seks usia dini dapat diberikan melalui pemahaman anak
akan kondisi tubuhnya, pemahaman akan lawan jenisnya, dan pemahaman untuk
menghindarkan dari kekerasan seksual.
Untuk
itu, menurut Dr Rose Mini AP MPsi, seorang psikolog pendidikan, pendidikan
seks bagi anak wajib diberikan orang tua sedini mungkin. Tepatnya dimulai
saat anak masuk play group (usia 3-4 tahun), karena pada usia ini, anak sudah
dapat mengerti mengenai organ tubuh mereka.
Tidak
mudah mengajarkan seks pada anak kecuali dilakukan secara setahap demi
setahap sejak dini. Seorang ibu dapat mengajarkan anak mulai dari hal yang
sederhana, dan menjadikannya sebagai satu kebiasaan sehari-hari. Tanamkan
pengertian pada anak layaknya menanamkan pengertian tentang agama. Tidak
mungkin mengajarkan agama hanya dalam tempo satu hari dan lantas berharap
anak mampu menjalankan ibadahannya dengan baik.
Pendidikan
seks dapat dilakukan melalui tiga bentuk. Pertama, pengenalan anak terhadap
identitas diri dan keluarga. Ibu mengenalkan anak tentang hakikat jenis
kelamin si anak. Apa saja yang harus dilakukan oleh si anak dan apa yang
harus dihindari. Mereka harus pula mengenal arti keluarga, tempat berbagi
keluh kesah dan menggali berbagai macam informasi.
Kedua,
mengenal anggota-anggota tubuh mereka. Melalui sikap femininnya, ibu
mengenalkan anggota tubuh anak. Harus pula dijelaskan anggota tubuh mana saja
yang harus super ketat dilindungi dan dijaga. Dampak psikis dan medis yang
timbul tatkala organ vital itu terluka. Dengan begitu akan tertanam di benak
anak untuk melindungi organ vitalnya dan tidak menukarnya sembarangan dengan
materi yang tidak seberapa.
Ketiga,
menyebutkan ciri-ciri tubuh. Ibu mengajarkan kepada anak, perbedaan antara
kelamin laki-laki dan perempuan. Perbedaan bentuk tubuh serta pergaulan yang
benar antara keduanya. Perlu diingat cara melakukan pendidikan itu tidak
boleh terlalu vulgar. Karena justru akan berdampak negatif pada anak.
Strategi ini dapat disiasati melalui permainan dan lagu.
Pemahaman
pendidikan seks di usia dini ini diharapkan agar anak dapat memperoleh
informasi yang tepat mengenai seks. Karena saat anak usia remaja mereka telah
mengetahui lebih banyak tentang seks, dikhawatirkan dari sudut pandang yang
salah. Ibu adalah ”sutradara” yang tepat untuk memberikan pemahaman kepada
anak agar terhindar dari kasus kekerasan seksual. Berkat kepiawaian ibu,
semoga ke depan tidak akan terulang lagi kasus kekerasan seksual yang melanda
anak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar