Selasa, 27 Mei 2014

Tantangan Ekonomi Makin Berat

Tantangan Ekonomi Makin Berat

Sumaryono  ;   Dosen Fakultas Ekonomi Untag, Cirebon
KORAN JAKARTA,  26 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta Rajasa telah menjalankan sebagian tahap kandidat pemilu presiden. Kedua pasangan sama-sama memilih warna putih sebagai identitas. Mungkin itu untuk memberi pesan bahwa mereka bersih. Citra demikian penting saat banyak kasus korupsi.

Putih juga mungkin untuk mengesankan mereka tulus mengabdi demi kepentingan rakyat, independen. Pasangan Jokowi-JK mengusung visi “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian”, sementara Prabowo-Hatta Rajasa bertemakan “Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia”. Mereka sama-sama mengklaim mengusung ekonomi kerakyatan.

Agenda safari politik untuk meraih dukungan mulai digencarkan. Berbagai janji muluk pun disampaikan. Kedua pasang capres-cawapres berjanji membuka jutaan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan per kapita, membuka jutaan hektare lahan baru, membangun infrastruktur, menata sektor pertambangan, menata sektor energi. Mereka juga akan mengembangkan energi terbarukan, membangun kilang, memperbaiki, membangun irigasi untuk jutaan hektare lahan. Tak lupa juga akan meningkatkan hasil perikanan, kesejahteraan nelayan, menata sektor keuangan, dan banyak lagi.

Meski keduanya mengusung ekonomi kerakyatan, bentuk dan gambarannya belum jelas. Naga-naganya mereka tetap mengusung sistem ekonomi kapitalisme dengan sedikit polesan berupa program yang “menyasar rakyat kecil, petani, dan nelayan”. Pilar-pilar sistem ekonomi kapitalisme-liberal masih dipertahankan. Sistem ekonomi nonriil masih menjadi jantung ekonomi kapitalis modern saat ini.

Presiden baru tak boleh mengabaikan tantangan masa depan ekonomi nasional. Sebagian ekonom sudah menyampaikan bahwa pembangunan ekonomi dianggap menyimpang jauh dari cita-cita para pendiri bangsa. Menurut Direktur Bank Dunia, Norman Loayza, dalam peluncuran laporan World Development Report 2014, tingkat kemiskinan Indonesia kini masih memprihatinkan.

Sekitar 75 persen penduduk Indonesia hidup kurang dari 4 dollar AS (sekitar 40.000 rupiah) per hari. Tingginya biaya hidup tak ditopang pendapatan memadai sehingga dua pertiga masyarakat masuk kategori miskin versi Bank Dunia. Tentu ini menjadi ironi di tengah tingginya potensi kekayaan sumber daya alam yang belum dioptimalkan secara serius untuk kesejahteraan masyarakat.

Padahal dengan penerapan inovasi teknologi, pengelolaan sumber daya alam bisa memiliki nilai tambah produk dan membuka lapangan pekerjaan. Indonesia perlu menjadi tuan rumah bukan mengandalkan impor.

Warisan persoalan ekonomi mendasar yang menjadi fokus presiden baru mendatang semenjak pascareformasi adalah kesejahteraan kelompok masyarakat bawah yang makin menurun. Pendapatan per kapita memang tumbuh, namun sangat kecil dibanding kenaikan pendapatan golongan menengah ke atas. Kesejahteraan menjadi kian merosot karena kenaikan harga pangan melebihi tambahan penghasilan sehingga, secara riil, daya beli menurun.

Selain itu, jurang pendapatan antara masyarakat miskin dan kaya semakin lebar. Majalah Forbes pada 2013 memaparkan daftar 50 orang terkaya Indonesia memiliki total harta 95 miliar dollar AS. Penguasaan kue ekonomi kini terkonsentrasi pada kelompok superkaya yang jumlahnya sangat kecil. Di sisi lain, kemiskinan tetap meluas.

Hal yang sama terjadi di sektor energi. Minyak dan gas dari warisan pemerintahan sebelumnya, eksploratornya masih didominasi asing sehingga sebagian profit jatuh tidak ke Indonesia. Potensi batu bara, emas, perak, nikel, aluminium, bijih besi, dan lain-lain yang diambil dari perut bumi diekspor mentah, tidak ada nilai tambah.

Realisasi

Di sisi lain, sebagai negeri agraris, mewujudkan kedaulatan pangan dalam menggerakkan ekonomi perlu benar-benar diperjuangkan agar bisa direalisasikan. Sebab saat ini kondisi pertanian amat memprihatinkan. Mulai bibit, pestisida, komoditas, dan perdagangan dikuasai asing. Pemerintah makin sukar menjaga stabilitas pasokan dan harga karena pasar domestik dikuasai komoditas impor. Nilai impor pangan melonjak terus. Sebagian tentu mengurangi insentif petani domestik untuk berproduksi.

Problem klasik warisan utang luar negeri semakin meningkat, dan APBN sebagai sumber terpenting pemerintah untuk mengurus hajat publik kian tak sehat karena terkuras buat belanja birokrasi, pembayaran utang, dan misalokasi yang parah. Akibatnya, proporsi belanja untuk kesejahteraan rakyat terus mengecil dan keseimbangan primer terganggu.

Sementara itu, keberadaan BUMN semakin terancam dengan kebijakan privatisasi. Sejak reformasi ekonomi, banyak BUMN dijual sehingga mengurangi kemampuan negara menyediakan layanan publik. Masalah infrastruktur, khususnya jalan, transportasi darat, laut, dan udara tidak berkualitas. Pemerintahan baru harus membenahi infrastruktur.

Kondisi perekonomian Indonesia membutuhkan perubahan. Berbagai persoalan ekonomi harus diselesaikan. Pemerintahan baru merumuskan kebijakan ekonomi yang berdaulat, kuat, efisien, dan mampu menyejahterakan rakyat. Jangan terjebak kebijakan liberalisasi secara masif. Sebab kondisi perekonomian akan semakin sulit menghadapi pasar global jika tetap dengan ekonomi liberal.

Dampak liberalisasi rata-rata tarif impor yang ditekan jauh lebih rendah ketimbang negara-negara ASEAN, juga Jepang dan China. Tarif rendah bukan hanya komoditas pertanian, namun juga manufaktur, sehingga sejak 2012 Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan. Dampak lain liberalisasi, pemerintah terlalu membuka diri pada asing. Di era globalisasi mendatang, ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015 diberlakukan, pemerintah harus mendesain makroekonomi guna menunjang ekonomi berdaya saing tinggi.

Usaha mikro kecil menengah perlu dibenahi agar dapat bersaing menghadapi gempuran berbagai produk impor di pasar domestik. Akhirnya, janji-janji yang disampaikan dua pasangan terkait ekonomi perlu dikawal agar dapat mewujudkan kesejahteraan ekonomi bagi seluruh rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar