Menanti
Gagasan Cerdas Jokowi dan JK
Ahmad
Baedowi ; Direktur Pendidikan
Yayasan Sukma, Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 26 Mei 2014
PARA pegiat dan praktisi
pendidikan yang kritis sedang menanti gagasan cerdas dari para calon presiden
dan wakil presiden tentang kebijakan pendidikan lima tahun ke depan. Sejauh
ini statement soal pendidikan lebih banyak datang dari Jokowi-JK, tetapi
sayangnya tanpa argumen dan data yang valid sehingga terkesan asal populer.
Misalnya, gagasan Jokowi tentang perlunya penambahan jumlah sekolah menengah
kejuruan (SMK) sebagai cara untuk mengurangi pengangguran ialah jelas tanpa
data yang memadai. Argumen yang tanpa data dan fakta jelas akan sangat kontraproduktif
dengan gagasan Jokowi sendiri tentang revolusi mental.
Saya memperhatikan dengan
saksama pembentukan tim sukses dari kedua calon pasangan capres-cawapres. Namun
sayangnya, isu pendidikan tidak dipandang sebagai prioritas utama para calon.
Struktur tim sukses lebih dekat dengan isu-isu di sekitar ranah politik,
keamanan, hukum, sosial, ekonomi, dan agama, tetapi kering dalam mengajak
masyarakat untuk ikut terlibat memikirkan nasib dunia pendidikan dalam lima
tahun ke depan. Padahal, ada begitu ba nyak masalah serius di bidang
pendidikan yang perlu diberi perhatian lebih dan sungguhsungguh oleh kedua
pasang capres/cawapres.
Sudah lebih dari 10 tahun
pembangunan bidang pendidikan selalu terbelenggu oleh kepentingan politik
praktis yang banyak membuang anggaran, tenaga, dan pikiran. Kebijakan
pembangunan bidang pendidikan sejauh ini memang cukup membingungkan para guru
dan siswa di tingkat sekolah. Contohnya kebijakan ujian nasional yang selalu
membawa masalah bagi struktur mental masyarakat yang ternyata tak siap
menerima kegagalan. Efek dari kebijakan ujian nasional ternyata sangat
dahsyat dari aspek pelemahan karakter siswa karena orientasi belajar-mengajar
siswa dan guru terfokus pada kelulusan semata. Bangsa ini seperti enggan
belajar tentang nikmatnya kegagalan.
Saya membayangkan menteri
pendidikan dan kebudayaan yang akan dipilih oleh pemenang pilpres nanti akan
mengevaluasi secara ketat kebijakan soal ujian nasional. Bahkan jika Jokowi
dan Jusuf Kalla secara bijaksana mau membuat statement yang cerdas tentang ujian nasional, sangat boleh jadi
para guru di Indonesia serta-merta akan memilihnya pada pilpres nanti. Belum
lagi siswa kelas 3 SMA yang sudah memiliki hak pilih dan jumlahnya juga
jutaan pasti akan memilih pasangan yang bisa menyikapi kebijakan soal ujian
secara cerdas.
Selain itu, Jokowi dan JK juga
menjadi pusat kampanye hitam karena statement
mereka soal program sertifikasi guru. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa tim
sukses kedua pasangan tidak sensitif dalam memberikan informasi yang cerdas tentang,
misalnya, hendak dibawa ke mana sesungguhnya kebijakan sertifikasi yang
memang sudah terlihat kegagalannya. Kemasan informasi tim sukses kedua calon
presiden ini ternyata tidak punya cukup data mengenai program sertifikasi
yang sebenarnya. Adapun isu lainnya yang juga jarang disikapi secara cerdas
ialah tentang mekanisme penyaluran dan penggunaan dana operasional sekolah
dan madrasah yang memiliki banyak sekali kelemahan akut, yang berpotensi
menjadi sumber korupsi secara massal para pengelola pendidikan di tingkat
sekolah.
Jika pasangan Jokowi-JK serius
dengan kata `revolusi mental' yang mengesankan akan ada usaha yang
sungguhsungguh dan sangat serius untuk mengubah cara pandang dan perilaku
masyara kat, kemasan isu-isu di bidang pendidikan harus disampaikan secara
cerdas dan bertanggung jawab. Pasalnya, pendidikan bukan hanya sebatas
membentuk karakter melalui jargon revolusi mental, tetapi lebih jauh dari itu
ialah bagaimana tim sukses pemenangan yang telah ditunjuk harus memiliki cara
pandang yang sama dengan Jokowi, terutama dalam mengevaluasi sekaligus
mengkritisi setiap kebijakan pendidikan yang antisosial dan antiperubahan.
Pendidikan harus memiliki roadmap yang jelas dan komprehensif,
mulai dari desain perencanaan yang detail hingga proses implementasi yang
bisa diukur. Selain itu, mentalitas budaya birokrasi pengelola pendidikan
jelas harus menjadi sasaran utama perubahan. Dalam lanskap perubahan budaya,
target utama pemerintahan ke depan ialah bagaimana seluruh potensi difokuskan
untuk mengubah perilaku masyarakat, bukan hanya sekadar ingin mengubah cara
pandang (mindset). Mengubah
perilaku akan lebih riil jika dilakukan melalui proses pendidikan yang mencerahkan
dan meringankan kondisi kejiwaan guru, anak dan orang tua. Mengapa?
Karena sepanjang sejarah
kemanusiaan, pendidikan selalu menjadi domain penting untuk ditelaah dan
dikemukakan sebagai dasar terciptanya tatanan sosial yang beradab. Bahkan
hampir semua agama menitahkan para penganutnya untuk memiliki keadaban dalam
perilaku dan memperlakukan sesama, serta didasari oleh pandangan dan
nilai-nilai yang positif. Semua nilai positif pasti berasal dari sikap jiwa
atau karakter yang positif. Karena itu, ada benarnya jika Jokowi bilang kita
perlu revolusi mental.
Jokowi memang punya kecerdasan
yang istimewa dalam merangkai problem yang menerpa birokrasinya. Solusinya
juga cerdas dan sangat membumi, seperti beberapa waktu lalu melantik Wali
Kota Jakarta Timur di lapangan terbuka, me mutasi pejabat keperpustakaan,
menghampiri rakyatnya dengan aura keikhlasan yang tak kenal lelah, serta
menjaga determinasi kejujuran dengan sikap yang bersahaja tanpa keinginan
untuk memikirkan kepentingan diri sendiri dan keluarganya. Mungkin tim sukses
Jokowi-JK harus terus berkaca pada karakter Jokowi sehingga kepiawaian dalam
mengemas informasi tentang pendidikan dapat disampaikan secara cerdas dan
bertanggung jawab.
Jika ditilik dari latar belakang
pendidikan terakhirnya yang lulusan sarjana kehutanan, tampaknya dia memang
ditakdirkan untuk mengurus `hutan' rimba manusia di Indonesia yang kerasukan
kerakusan untuk saling memangsa dan menghina. Saya justru membaca dengan
jelas maksud tersurat dan tersirat dari Jokowi yang menempatkan Anas Effendi,
misalnya, sebagai Kepala Perpustakaan Daerah sebagai pesan pendidikan bagi
aparatur lainnya untuk tetap terus belajar, baik sendiri maupun bersama-sama
rakyatnya. A governs that learns
pantas disandang Jokowi yang mempertontonkan karakter leadership yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan kesahajaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar