Rabu, 28 Mei 2014

Kenaikan Yesus, Paus, dan Palestina

Kenaikan Yesus, Paus, dan Palestina

 Tom Saptaatmaja ;   Alumnus Seminari St Vincent de Paul
TEMPO.CO,  28 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Segenap umat Kristiani di seluruh dunia merayakan "Kenaikan Yesus ke Surga" pada Kamis (29 Mei). Menjelang perayaan kenaikan Yesus tahun ini, Paus Fransiskus, yang baru setahun bertakhta di Vatikan, mengadakan kunjungan resmi pertama ke Tanah Palestina. Nah, adakah pesan yang bisa kita gali seiring dua peristiwa tersebut, khususnya pesan untuk mengupayakan terciptanya perdamaian dan keadilan bagi bangsa Palestina?

Teolog asal Sri Lanka, Tissa Balasuriya, mengungkapkan, misi Yesus ke dunia ini memang untuk memaklumkan Kerajaan Allah, yang bisa ditafsirkan sebagai surga. Dan kerajaan ini diharapkan Yesus sudah mulai dirintis di dunia ini dengan menegakkan nilai-nilai surgawi seperti kasih dan keadilan, mengingat Allah Maha Pengasih sekaligus Maha Adil.

Yesus juga menegaskan bahwa surga, sebuah kondisi ketika Allah yang Maha Adil meraja, termasuk meraja dalam hidup umat-Nya, tidak hanya beraspek eskatologis (hanya nanti di akhirat). Namun surga itu bisa dan harus mulai dirintis mulai detik ini dan di sini di mana pun kita berpijak (hic et nunc) lewat cara hidup kita yang penuh kasih, berkeadilan (Tissa Balasuriya, Planetary Theology, Orbis Books, Maryknoll, New York, 1984).

Bila kita tengok misi Yesus 2000 tahun silam di Tanah Palestina, selama tiga tahun (umur 30-33 tahun), Yesus getol mewartakan kasih. Namun kita lupa, kasih yang ditunjukkan Yesus itu sering dilepaskan dari konteks keadilan. Padahal, menurut Tissa, kita tidak bisa mengatakan bahwa kita sungguh-sungguh memiliki kasih yang sejati kepada sesama, sementara di kiri-kanan kita masih ada cukup banyak ketidakadilan, seperti yang dialami bangsa Palestina yang menderita ditindas, sejak berdirinya negara Israel pada 15 Mei 1948. Kita tentu tidak lupa, jutaan warga Palestina harus menyingkir dari kampung halamannya menjadi tumbal bagi berdirinya negara Israel tersebut.

Dan sejak saat itu, konflik Palestina-Israel menyebabkan terganggunya perdamaian di dunia. Perang dan permusuhan terus berlangsung hingga sekarang. Negeri yang melahirkan para nabi dan disebut sebagai Tanah Suci itu kerap ditumbali darah para martir atau warga sipil, termasuk anak-anak yang tidak berdosa. Malah mungkin tak berlebihan jika Tanah Suci itu kerap menjadi neraka dunia saking banyaknya terjadi peristiwa kekerasan.

Maka, ketika mengakhiri kunjungan di Palestina dan masuk ke Dome of the Rock di kompleks Masjid Al-Aqsa di Jerusalem Seini (26 Mei), Paus Fransiskus mengajak umat Kristen, Yahudi, dan Islam untuk bekerja sama menciptakan perdamaian. "Semoga kita bekerja sama untuk keadilan dan perdamaian, serta tidak mengatasnamakan Tuhan untuk melakukan kekerasan," kata Paus, yang saat memberi sambutan ditemani Mufti Agung Jerusalem Mohammed Hussein.

Tak hanya berseru, bahkan Paus mengundang Presiden Mahmoud Abbas, bersama Presiden Shimon Peres, ke Vatikan untuk menciptakan perdamaian permanen. Dan perdamaian ini sebenarnya bisa terwujud manakala pihak-pihak yang bersengketa setuju atas "Partition Resolution" atau pembagian Palestina menjadi dua negara sesuai dengan resolusi 181 (II) PBB. Jika resolusi itu diterima, surga dunia yang penuh perdamaian di Palestina bukan tidak mungkin akan terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar