Pemilu
Presiden 2014 : JKW-JK Versus PS-HR
J
Kristiadi ; Peneliti Senior CSIS
|
KOMPAS,
20 Mei 2014
|
PANGGUNG
politik selama sebulan menampilkan akrobat politik yang menguras energi elite
partai politik dan mempermainkan emosi publik, hanya menyisakan Partai
Demokrat yang tidak atau belum berkoalisi. Partai berlambang bintang ini
perolehan suaranya hanya sekitar 10 persen, menjadikan pilihannya terbatas.
Bergabung dengan PDI-P hampir mustahil karena kebekuan hubungan Susilo
Bambang Yudhoyono dengan Megawati Soekarnoputri belum cair. Dalam bahasa SBY,
menemui Megawati ibaratnya menunggu takdir Tuhan (Tempo.com, 26/4).
Membangun
poros baru bersama Golkar dengan mencalonkan Aburizal Bakrie (ARB) dan
Pramono Edhie Wibowo dikhawatirkan hanya menyongsong kekalahan. Penampilan
ARB bertahun-tahun di televisi tidak mengangkat elektabilitasnya sebagai
calon presiden. Perolehan suara dalam pemilu legislatif juga jauh dari
target. Elektabilitas Pramono Edhie rendah pula. Memaksakan pasangan tersebut
akan semakin mencoreng muka Demokrat karena dianggap membangun dinasti
politik kekerabatan. Pilihan yang dianggap paling elegan adalah bersikap
netral, berada di luar pemerintahan.
Hal itu
sejalan dengan aspirasi mayoritas pengurus Demokrat di daerah. Momentum
sangat tepat untuk menggembleng dan seleksi alamiah sehingga kader-kadernya
siap dan tangguh bersaing untuk kemaslahatan rakyat. Golkar, meski watak
dasar dan kulturnya selalu menjadi partai penguasa, ternyata bersedia menjadi
anggota koalisi Gerindra meski perolehan suaranya lebih besar daripada
Gerindra.
Dua pasang
Menjelang
tenggat pendaftaran capres-cawapres pada 20 Mei, muncul dua pasangan
capres-cawapres. Pertama, pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa (PS-HR)
yang diusung Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan Golkar. Kekuatan di DPR berdasarkan
jumlah perolehan kursi dapat lebih dari 50 persen.
Kedua,
pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (JKW-JK). Pasangan ini merupakan hasil
tarik-menarik kepentingan, ideologi, isu trah, dan pragmatisme politik, baik
di internal PDI-P maupun di antara elite koalisi partai pengusung (Nasdem,
PKB, dan Hanura). Jumlah kursi di parlemen pasangan JKW-JK adalah 207 kursi.
Pilihan terhadap JK karena partai koalisi pengusung JKW ingin memastikan
JKW-JK meraih kemenangan telak satu putaran. Rilis Indikator Politik beberapa
minggu lalu menunjukkan, JKW-JK dapat menang dalam satu putaran jika disertai
strategi tepat. Sebab, hanya dengan kemenangan, semua janji JKW dapat
direalisasikan.
Pertarungan
diduga akan sengit. Menurut beberapa jajak pendapat, elektabilitas Prabowo
cenderung meningkat, sementara Jokowi cenderung melorot. Namun, JKW masih
unggul sekitar 10 persen dibandingkan Prabowo. Pasangan PS-HR tidak mustahil
akan makin meningkat jika memusatkan kampanye menarik simpati publik melalui
komunikasi yang lebih lembut. Hatta dapat memberikan kontribusi yang
signifikan. Bersamaan dengan itu, mereka juga harus mengontrol keras
pendukungnya agar tidak melakukan kampanye negatif, terlebih kampanye hitam.
Visi dan misi juga harus lebih jelas untuk dilaksanakan serta tidak terjebak
retorika dan demagogi.
Sementara
itu, pasangan JKW-JK harus menggenjot dan merinci agenda-agenda konkret,
antara lain menjelaskan ”revolusi mental” yang merupakan persoalan mendasar
bangsa ini dan memperkuat sistem presidensial. Agenda itu sangat penting dan
mutlak untuk menghasilkan pemerintahan yang efektif, memihak rakyat, dan
memberikan peluang kontrol publik. Namun, pada tahap awal, yang harus
dilakukan pasangan capres- cawapres yang menang, tugas paling berat adalah
membangun niat politik para politisi untuk menghentikan praktik politik uang.
Pemilu legislatif harus dijadikan pelajaran para pembuat keputusan untuk
menyusun regulasi yang dapat menghentikan politik uang dan saling bantai
sesama kader partai dalam kompetisi politik yang seharusnya memuliakan etika.
Dominasi politik uang tampaknya juga melanda proses koalisi Pilpres 2014.
Pucuk gunung es berhala politik uang dibeberkan majalah Tempo (edisi 19-25
Mei) antara kubu Prabowo dan Hatta. Tawar- menawar dalam jumlah triliunan
rupiah yang membuat bulu kuduk rakyat merinding.
Mengingat
pasangan JKW-JK diunggulkan oleh berbagai jajak pendapat, harapan sebagian
publik tentu ditujukan kepada kedua tokoh tersebut. Bagi JKW, diharapkan
konsisten memelihara niat politiknya yang memihak rakyat sebagaimana
ditunjukkan saat menjabat Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. JK
diharapkan sikap kenegarawanannya sehingga tidak perlu ada matahari kembar.
Tokoh sekaliber JK juga diharapkan melanjutkan sikap toleransi, pluralis, dan
berpihak kepada rakyat. Harapan lain, JKW-JK dapat menuntaskan
masalah-masalah HAM, khususnya tragedi kerusuhan Mei 1998 dan kasus Lapindo
yang menyisakan derita bagi sementara kalangan.
Penghargaan
juga harus diberikan kepada Ketua Umum PDI-P Megawati yang telah
mempersembahkan salah satu kader terbaiknya di luar trah Soekarno untuk
menjadi presiden Republik Indonesia. Sikap yang sangat mulia dan pantas
diikuti parpol lain.
Deklarasi
kedua pasangan capres-cawapres dalam semangat Kebangkitan Nasional
mudah-mudahan tidak hanya dijadikan retorika dan simbolik, tetapi juga upaya
ekstra keras untuk membebaskan rakyat dari kemiskinan, kebodohan, dan
penjajahan politik uang.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar