Kebangkitan
Nasional dan Revolusi Mental
Puti
Guntur Soekarno ; Anggota Komisi X DPR Fraksi PDI-P
|
KOMPAS,
20 Mei 2014
MEMBANGUN
masyarakat lebih sulit dibandingkan dengan membangun negara. Demikian menurut
Bung Karno. Hal itulah yang mendasarinya untuk menggali dasar negara yang
benar-benar satu dasar yang mengakar dalam kepribadian masyarakat Indonesia.
Bung Karno menyebutkan bahwa Pancasila itu ia gali dari akar kepribadian dan
kebudayaan bangsa Indonesia. Penting bagi bangsa ini kembali pada kepribadian
nasionalnya sendiri.
Suatu
negara jika ingin kuat dan langgeng harus ditata berdasarkan hukumnya sendiri
dan berdiri di atas kepribadian nasionalnya sendiri. Tak satu bangsa pun yang
bisa berdiri kuat dan langgeng jika hukumnya bukan hukum nasional. Jika satu
bangsa memakai hukum yang pada pokoknya bukan hukumnya sendiri, bukan hukum
yang berdasarkan atas kepribadiannya sendiri, bangsa yang demikian itu vroeg
of laat, kata Bung Karno; pagi atau sore akan gugur atau mengubah
hukum-hukumnya itu.
Oleh
karena itu, salah satu kewajiban kita ialah mencari kembali kepribadian kita
sendiri. Sebab, hanya jika kita berdiri di atas kepribadian kita sendirilah
kita bisa berdiri dengan kuat, sentosa, dan langgeng. Bung Karno tak
henti-hentinya mengajak bangsa Indonesia untuk menggali kembali kepribadian
kita sendiri, dan Pancasila bukanlah ”anggitan” Soekarno, tetapi hasil
penggalian kepribadian bangsa Indonesia (Soekarno, 1961).
Kita adalah
generasi penerus kemerdekaan. Bangsa kita saat ini terus mengalami perubahan:
ada yang positif, ada yang negatif. Hal itu tentu bisa dipahami sebagai
dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kita
mungkin tidak merasakan secara langsung apa yang diteriakkan Bung Karno di
muka pengadilan hakim kolonial Belanda tahun 1930 di Bandung, setelah
sebelumnya 8 bulan meringkuk di penjara. Dalam pidatonya itu, ”Indonesia
Menggugat”, disampaikan bahwa kita telah menjadi bangsa kuli dan kulinya
bangsa-bangsa. Diceritakan kondisi bangsa kita saat itu dalam kemiskinan
akibat imperialisme kolonialisme saat itu.
Kesadaran baru
Bagaimana
sekarang? Indonesia saat ini tetap sebagai tempat pengambilan bekal hidup
bangsa lain. Tetap menjadi negeri yang menyediakan bekal kebutuhan industri
negara lain. Tetap sebagai pasar penjualan barang-barang dan produk-produk
hasil industri bangsa dan negara lain. Indonesia saat ini pun masih tetap dan
bahkan terus berkembang lebih kompleks lagi menjadi lapangan usaha bagi modal
keuangan negara lain.
Kepribadian
Indonesia yang tecermin dalam Pancasila mulai luntur dalam praktik hidup
bernegara. Pancasila cermin kepribadian Indonesia sebagai sumber hukum negara
sering dilanggar sendiri. Kebutuhannya adalah tidak lagi menyoal makna dan
moral Pancasila, tetapi bagaimana mempraktikkan cita-cita politik, sosial,
ekonomi, dan budaya dalam Pancasila itu di kehidupan negara Indonesia. Di
sinilah perlu adanya kebangkitan nasional baru, terutama kebangkitan
kesadaran nasional untuk kembali ke Pancasila sebagai kepribadian bangsa dan
sebagai bintang penunjuk arah menuju terwujudnya cita-cita nasional
Indonesia.
Tentu
saja, apa yang dilakukan para pelopor kebangkitan nasional Indonesia saat itu
merupakan reaksi atas kemiskinan dan ketertindasan Indonesia di bawah kuasa
kolonialisme-imperialisme yang merupakan bentuk politik ekonominya penguasa
modal internasional, dimulai dari VOC saat itu. Masa perjuangan selanjutnya
adalah masa kebangkitan nasional. Lahirnya Budi Utomo (1908) memunculkan kesadaran
kaum terpelajar bangsa Indonesia untuk berpolitik dan mulai memperkuat
semangat kebangsaan meski di fase itu dilakukan dengan kerja sama agar pihak
Belanda memperbaiki keadaan kesengsaraan itu di Indonesia.
Fase
kebangkitan nasional selanjutnya adalah nonkooperatif di mana muncul
kesadaran untuk terbebas dan mendapatkan kemerdekaan. Kesadaran untuk tidak
bekerja sama dengan pihak kolonialisme-imperialisme merupakan kesadaran
lanjut setelah bangsa Indonesia sadar bahwa antara kaum nasionalis dan kaum imperialis
ada pertentangan kebutuhan.
Gerakan
kebangkitan nasional Indonesia pun terus menghebat, dan pada akhirnya meledak
sebagai suatu gerakan revolusi nasional yang secara spesifik bisa ditandai
dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Revolusi pun belum selesai hingga rakyat
dan bangsa Indonesia bisa mesem (senyum) karena terpenuhi kemakmuran,
keadilan, dan cita-cita yang sesuai dengan kepribadian nasionalnya seperti
tertuang dalam dasar negara: Pancasila.
Semua
ini membutuhkan revolusi kebudayaan dan pembangunan kesadaran baru. Perlu
pembangunan manusia Indonesia baru, suatu gerakan hidup baru berkepribadian
Indonesia melalui revolusi mental kebangkitan kesadaran. Revolusi mental ini
juga sempat dilontarkan oleh capres dari PDI-P, Joko Widodo, di berbagai
kesempatan.
Gerakan
hidup baru semacam itu bisa menjadi kebangkitan nasional baru bagi bangsa
Indonesia. Ini adalah sebuah revolusi mental bangsa Indonesia untuk jadi
manusia perbaruan, pionir kemajuan, dan pelopor perubahan. Jadi, jangan
kecilkan kehendak baik untuk mengerjakan revolusi mental.
Spirit Bung Karno
Di dalam
pidato ulang tahun kemerdekaan tahun 1957 yang berjudul A Year of Decision, Bung Karno juga menyampaikan perihal revolusi
mental. Apa yang waktu itu dikenal dengan Gerakan
Hidup Baru: ”...Sekali lagi saya
katakan: Gerakan Hidup Baru bukanlah satu gerakan untuk sekadar jangan
berludah di mana-mana atau jangan membuang puntung rokok di lantai atau di
jubin. Ia adalah Satu Gerakan Revolusi Mental. Ia adalah satu gerakan untuk
menggembleng manusia Indonesia ini menjadi manusia baru, yang berhati putih,
berkemauan baja, bersemangat Elang Rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.
Maksudnya tidak kecil. Maksudnya besar, untuk menyelesaikan satu perjuangan
yang amat besar....”
Akhirnya,
saya teringat apa yang dulu pernah dikutip oleh Bung Karno dari George
Bernard Shaw: ”Kebahagiaan sejati ialah
membaktikan dirimu kepada sesuatu yang besar. Jika engkau mencoba berbuat
sesuatu yang besar, maka bayangan kebesarannya sebagian jatuh kepadamu juga.”
Jadi,
saya pikir apa yang sudah dilontarkan capres dari PDI-P, Joko Widodo, untuk
melakukan revolusi mental pantas dikuatkan dengan konsepsi-konsepsi dan
dukungan mental untuk dapat direalisasikan dan dimonitor jika terealisasi.
Semua anak bangsa terpanggil mengembalikan spirit Bung Karno untuk bermimpi
menjadi bangsa yang besar bila pemimpinnya memiliki pikiran dan gagasan
besar. Sudah saatnya bangsa ini menata
keadaban publik melalui revolusi mental. Bercita-cita dan berbuatlah sesuatu
yang besar untuk bangsa dan negaramu, saya yakin Indonesia akan jaya lagi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar